T-SoM Angkatan 2 – Keuskupan Agung Makassar

Vino

Alfonsus Vino Laoh

Perjalanan seorang Remaja di dalam Kasih Tuhan

Halo  teman-teman, sudah bertahun-tahun, kita tidak berjumpa, dari awal wabah covid-19 masuk ke Indonesia, hingga saat ini kita pun belum bertemu.   Banyak yang aku mau ceritakan kepada kalian semua, tentang kasih Tuhan yang luar biasa aku rasakan, meskipun ditengah wabah covid ini, seringkali aku banyak menghadapi persoalan dan tantangan, yang mungkin awal bagi aku untuk melaluinya. Kejadian dan peristiwa yang mungkin menyentuh didalam hidup ku. Pengalaman pertama yang aku hadapi yaitu Proses peralihan dalam melakukan kegiatan belajar yaitu, seperti sekolah online. Pengalaman ini adalah kegiatan pertama yang aku rasakan, kegiatan yang di lakukan secara online, menurut aku sangat berat dan melelahkan, dan tentu saja butuh banyak energi juga modal untuk dapat bisa belajar online. Perubahan kondisi yang terjadi secara tiba-tiba ini menjadi tantangan besar bagi aku dan juga para siswa-siswi lainnya. Setiap metode ini tentu saja memiliki kelebihan dan kelemahannya. Pembelajaran online ini juga menurut aku, ada dampak baik nya dan memudahkan aku dalam beberapa hal, misalnya seperti dapat melakukan kegiatan lain dalam satu waktu, tugas bisa dikumpulkan dengan cepat dan mudah dengan menggunakan media Google Classroom dan yang lainnya, selain itu juga aku dapat lebih banyak mengetahui, mengenal dan menguasai online platform yang mendukung pembelajaran online. Kasih Tuhan yang luar biasa aku dapatkan lainnya,yaitu aku dapat lebih banyak bersyukur untuk berkat yang diberikan  Secara tidak aku sadari, banyak orang-orang disekitar aku yang peduli dan perhatian, bukan karena aku tidak layak atau tidak mampu, tetapi karena kasih Tuhan yang memilih orang-orang yang baik dan mampu untuk menjalankannya.

Semakin hari, semakin aku bertambah dewasa, tanpa aku sadari, aku sering merasa emosi, ingin marah dan terkadang cepat tersinggung. Perlahan-lahan mencoba untuk menjadi yang lebih baik dan kembali kejalan yang lurus, tetapi ditengah-tengah pasti ada saja halangan dan hambatan untuk mencoba menjadi lebih baik. Pengalaman yang menarik menurut aku selama aku berkarya di masa remaja, yaitu menjadi lebih berani untuk bersosialisasi, ini menjadi salah satu pengalaman yang sangat nyata, karena disaat semakin dewasa, pentingnya untuk membangun jiwa sosialisasi terhadap sesame sangat penting, koneksi yang begitu banyak kita miliki, dapat membuat kita lebih mudah untuk meraih kesuksesan. Waktu aku masih online dirumah, aku belajar berusaha memproses untuk lebih berani dan bersiap bersosialisasi saat nanti jika sudah offline, dan setelah aku mencoba, aku senang karena usaha yang aku sudah persiapkan ternyata mendapatkan hasil yang baik. Sekarang, aku bisa merasakan “Bagaimana kehidupan remaja diluar sana ? “, tentu saja pengalaman itu, membuatku sadar kembali, bahwa tidak sebaik kehidupan diluar sana yang seperti aku pikirkan, aku lebih banyak berhati-hati dan memilih pergaulan yang sehat, tentu saja semua itu aku tumpang didalam Doa.

Setiap pengalaman yang aku rasakan, memiliki makna dan pesan yang tersampaikan, seperti pada saat aku positif covid-19 sekeluarga, itu menjadi salah satu pengalaman dan peristiwa yang paling berkesan, bukan berarti aku ingin kembali ke masa itu, tetapi disitulah aku menyadari bahwa susah dan senang aku alami, tentu yang pertama yang selalu kita ingat yaitu keluarga. Pada saat itu, aku sadar bahwa keluarga selalu bersama, tidak pernah saling meninggalkan. Dari pengalaman tersebut hingga sekarang, aku dan keluarga terus bersama-sama, berkomitmen untuk saling menyayangi dan menjaga satu sama lain, meskipun kesadaranku, muncul disaat keadaan dan kondisi yang tidak baik, tapi aku selalu tanamkan di dalam pikiran dan hatiku, kalau Tuhan selalu mempunyai jalan dan rencana yang indah. Dan karena keyakinan itulah, hingga sekarang aku terus mengingat kalimat itu, aku pakai didalam kehidupanku sehari-hari, setiap aku sekolah, melayani di gereja, bertanding, dan khususnya disaat aku sedang mengalami masalah, mungkin terhadap orang tua, teman-teman, komunitas dan lain sebagainya.

Selama dua tahun ini, banyak pesan dan makna yang aku dapatkan, tetapi pada kesimpulannya adalah menjadi remaja Katolik yang baik, memberikan teladan Yesus melalui tindakan nyata sesuai iman kita, menjadi pribadi yang memberikan dampak positif kepada orang lain, dan yang terpenting dimasa remaja ini belajar untuk menjadi pribadi yang sabar. Mengasihi orang lain dan berusaha memberikan bantuan meskipun harus berkorban. Melakukan interaksi dengan orang-orang yang pernah dikucilkan atau di bully. Berhubungan dengan  pembullyan, salah satu cerita yang membuat aku sedih, yaitu salah satu teman kelas aku disekolah, dia dulunya bersekolah disekolah yang bisa dikatakan sekolah negri dan mayoritas siswa-siswinya beragama Muslim, teman kelas aku ini bersekolah disana saat Smp, dan ia beragama Kristen. Saat ia sekolah, teman-teman dikelasnya sering mendiskriminasikan dan rasis terhadap dia, alasan karena dia beragama Kristen dan keturunan Chinese. Itu menjadi alasan teman aku menjadi seorang pendiam dan sangat tertutup, saat aku mengetahui itu, hati aku tergerak untuk berbicara dan menemani dia saat di kelas, bercerita tentang masalah-masalah yang aku hadapi, membagikan pengalaman, dan juga memberikan kesempatan kepada dia jika ingin mencurahkan masalah dengan aku. Tanpa aku sadari, semakin aku dewasa,  aku menyikapi dan peka dari setiap permasalahan masa lalu yang dialami teman-temanku, dan itu menjadi bukti nyata Kasih Tuhan yang diberikan kepadaku dan aku ingin membagikan kepada orang-orang yang juga ingin mendapatkan kasih nyata Tuhan.

Terkadang kita sebagai manusia, ingin lebih kepada keinginan daging, selalu mengulang terhadap dosa-dosa yang sama, tetapi disaat kita terpuruk, kita merasa lelah atau mempunyai masalah, yang pertama kita ingat yaitu Tuhan. Terkadang aku berpikir, apakah aku layak sebagai hamba Tuhan ?, karena aku terkadang melanggar perintahNya, kalimat itu yang sering lintas di benakku dan aku sadar, bahwa semua yang aku lakukan tidak mencerminkan sebagai hamba Tuhan. Tetapi, yang membuatku semakian mencintai Tuhan, sebanyak apapun, sering jatuh ke dalam dosa, Tuhan tidak pernah meninggalkan aku, hari lepas hari, aku selalu merasakan kasih Tuhan dari orang tua, teman-teman, dan sekitarku. Ini bukan hanya sekitar cerita karangan, tetapi fakta terjadi didalam kehidupanku. Tuhan, mempunyai maksud dan rencana yang mungkin telah aku rasakan, disaat aku terpuruk, orang-orang disekitar aku memberikan dukungan. Kasih Tuhan yang aku bisa rasakan saat berpelayanan di Gereja. Dan salah satu penyertaan Tuhan yang aku rasakan yaitu saat aku dan teman-teman aku bisa menang dalam mengikuti kompetisi band di Makassar, yang dimana waktu itu, band aku meraih juara 2, bersaing dengan sekolah-sekolah yang ada di Sulawesi Selatan. Pada saat itu, aku begitu senang, karena sejujurnya, band kami sudah tidak ada semangat dan berharap untuk menang, dikarenakan kita lelah dan harus latihan, jadi kami berpikir untuk memberikan yang terbaik dan semampunya yang kami bisa. Disaat kami tampil dengan tubuh yang lelah, tidak bersemangat, dan masih tetap bisa bangkit untuk perform. Disaat kami kembali kerumah, kami semua sakit. Tetapi, 2 minggu kemudian, berita kemenangan band kami, disitulah semangat kami bangkit kembali, kami menjadi lebih sering mengembangkan potensi band kami, dan ini menjadi salah satu pengalaman yang luar biasa, karena kasih Tuhan terhadap band kami, Tuhan menyertai setiap perjuangan kami untuk bisa menang, Usaha tidak pernah menghianati hasil. Kami bangga, orang tua kami bangga, dan banyak pujian dari para guru-guru disekolah kami. Pengalaman tersebut yang membuat hingga sekarang, aku lebih ingin terus mengikuti kompetisi-kompetisi untuk melatih aku untuk bisa percaya diri, menampilkan minat dan bakat aku dalam musik, menurut aku, pengalaman ini salah satu Kasih Tuhan yang tidak pernah berhenti terus dating dan menyertai disetiap kehidupanku.

Kasih Tuhan, tentu saja, sudah banyak diceritakan dan dikisahkan dalam Alkitab. Salah satu quote yang menguatkan dan mengajarkan aku untuk lebih mengutamakan Tuhan didalam kegiatan ku, yaitu pada Mazmur 116 : 1 : “Aku mengasihi Tuhan, sebab ia mendengarkan suaraku dan permohonanku.”. Aku percaya, setiap langkah kehidupan yang aku jalani, Tuhan selalu menyertai, oleh karena itu, aku senantiasa mengasihi Tuhan, karena Ia penolong dan sahabat yang baik. Aku selalu bersyukur kepada Tuhan untuk setiap pengalaman dan pesan-pesan yang Ia selipkan. Setiap hari, dari pagi hingga malam, aku tidak pernah melupakan untuk selalu berdoa, mengucap syukur, memohon berkat, dan meminta perlindungan untuk keluargaku, dari pekerjaan, study, hingga pelayanan.


Keyza

Kezya Maria S.N

BERPROSES BERSAMA TSOM

TSOM ( Teens School Of Mission ) atau Sekolah Misi Remaja adalah kegiatan pendampingan bagi para remaja di seluruh keuskupan yang ada di Indonesia yang sangat tinggi posisinya untuk saya, karena orang-orang yang dipilih untuk menjadi anak TSOM adalah orang-orang yang  betul-betul bisa untuk mengikuti kegiatan ini. Terus terang, saya tidak pernah membayangkan akan menjadi salah satu dari anak – anak TSOM. karena, saya selalu berpikir saya tidak akan pernah sampai ke sana, Mungkin saya akan menjadi pendamping sekami di paroki saya, dan mengikuti Jambore Regio. Ketika, saya mengetahui bahwa saya dipilih oleh keuskupan untuk mengikuti TSOM angkatan ke-2, jujur saya takut, karena dalam pikiran saya TSOM ini hanya untuk orang- orang yang rajin mengikuti setiap kegiatan yang diadakan oleh sekami, sedangkan saya merasa bahwa saya tidak mengikuti semua kegiatan yang diadakan oleh sekami, seperti JAMNAS (Jambore Nasional), JAMREG (Jambore Regio), dan lain- lain. Saya adalah seorang anak yang tertutup dan malu untuk berkenalan dengan orang yang baru saya temui.

Ketika pertemuan pertama di Jogja bulan Februari 2020, Pertemuan ini adalah pengalaman terbaik saya. Pada saat saya sampai di Bumi Perkemahan Melkos, saya terkejut karena disapa oleh salah satu anak TSOM dari Surabaya yang bernama Given, dan ketika kegiatan dimulai, saya bertemu dan berkenalan dengan beberapa teman-teman TSOM dari berbagai keuskupan yang berbeda-beda. Saya juga diajak sama beberapa teman-teman TSOM untuk makan malam bersama mereka. Di momen inilah mulai ada gerakan dalam diri saya untuk membuka diri saya. Pada saat itu, saya masih malu untuk mulai terbuka kepada teman-teman, karena saya menganggap mereka masih orang baru.

Hari kedua, saya masih malu dan masih takut untuk berkenalan dengan orang baru. Di hari kedua ini, saya lebih banyak berkenalan dengan romo, suster, dan teman-teman TSOM yang lain di dalam kelompok dan ketika kita bermain bersama. Di malam harinya, saya mendapatkan pengalaman yang berkesan, dimana sebelum acara api unggun di malam itu, kami membuat satu lingkaran besar dan kami mendoakan teman yang berada di samping saya. Pada saat itu, yang berada di samping saya adalah Kak Lili dari keuskupan Bogor. Kemudian saya mendoakan beliau dan saya juga didoakan oleh beliau. Di situ saya sangat tersentuh, karena untuk pertama kalinya saya mendoakan dan didoakan oleh orang yang baru saya jumpai dan saya kenal. Setelah itu, masuk ke acara api unggun dan acara bebas yang menunjukkan arti kebersamaan dalam TSOM ini, membuat untuk semakin yakin bahwa setelah saya meninggalkan tempat ini, saya harus merubah diri saya dari yang awalnya malu untuk berkenalan dengan orang yang baru saya kenal, sekarang saya harus berani untuk berkenalan dengan orang yang baru saya kenal.

Berubah, memang proses yang tidak gampang. Seperti saya, setelah pertemuan TSOM di Jogja, saya harus banyak belajar dan menyesuaikan diri dengan TSOM, saya harus banyak belajar bagaimana mengerjakan refleksi yang saat itu saya tidak tahu bagaimana caranya, ditambah lagi pertemuan TSOM yang diadakan dari rumah masing-masing karena masa pandemi. Belum lagi, kalau ada kegiatan yang mendadak lalu bertepatan dengan pertemuan TSOM, saya mengorbankan kegiatan yang lain dan mengikuti pertemuan TSOM.

Saya sangat berterima kasih kepada TSOM yang sudah mendidik saya yang awalnya malu untuk berkenalan dengan orang lain, sekarang tidak malu untuk berkenalan dengan orang lain. Dan juga, saya yang awalnya malas dan tidak mau mengikuti pelayanan di gereja maupun di sekami, sekarang sudah rajin ikut pelayanan dan kegiatan di gereja, maupun di sekami.

            Melalui TSOM, Tuhan mau berbicara kepada saya bahwa semua orang belajar dan berproses, biar orang yang sudah pintar sekalipun, mereka juga masih belajar dan berproses. Kadang kita sering merasa bahwa, “Ah, mereka sudah pintar, mereka sudah bisa. Sedangkan kita, kita orang bodoh karena kita masih dalam proses.” Begitulah pemikiran saya dulu. Tetapi setelah menjadi anak TSOM, saya belajar bahwa baik teman-teman TSOM, para pendamping, Romo dan suster, semua masih belajar dan berproses.

            Quotes saya adalah “ kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah ( Roma 8:28 ).” Semoga TSOM semakin banyak tertarik untuk diajar bagaimana menjadi misionaris – misionaris yang siap sedia untuk menjadi murid – murid Yesus. Tuhan Yesus Memberkati.

Salam Misioner


Novie

Novie Indriani

BELAJAR DALAM PERJUMPAAN

            Teen School of Mission adalah kegiatan yang berhubungan dengan dunia pendampingan remaja yang bentuknya masih asing bagi saya. Mendapatkan kesempatan untuk menjadi pendamping dalam program ini merupakan salah satu perjalanan berharga yang menjadi jawaban atas doa saya untuk mengembangkan pendampingan remaja di paroki asal saya. Awalnya, menerima tawaran untuk mendampingi remaja TSOM dari KAMS juga merupakan tantangan karena saya memiliki tanggung jawab pekerjaan yang harus dilakukan dan tidak mudah untuk ditinggalkan, belum lagi kegiatan pendampingan sekami yang rutin harus dilakukan setiap minggunya. Mengingat saya banyak mengikuti kegiatan diluar paroki mulai dari JAMBORE REGIO MAM Manado 2017, lalu JAMNAS 2018 hingga persiapan JAMBORE REGIO MAM 2019 di Toraja, pilihan mengikuti TSOM II ini menimbulkan pergumulan tersendiri. Beruntung, jadwal rencana program TSOM II berada pada saat yang memungkinkan, maka saya pun berani untuk menerima tawaran menjadi pendamping TSOM II.

            TSOM II ini mempertemukan saya kembali dengan dua orang sosok yang selalu ada dalam awal perjalanan saya menjadi pendamping sekami. Bisa dikatakan, saya belajar menjadi pendamping sekami melalui beberapa pelatihan dari kedua sosok ini, yaitu Kak Ratna dan Kak Tan Mariam. Dengan adanya mereka berdua dalam jajaran Tim TSOM II, semakin meyakinkan saya untuk menjadi bagian dari TSOM II. Semangat dan cinta mereka dalam dunia sekami sudah tidak terbantahkan lagi, saatnya saya belajar dalam dunia remaja juga bersama mereka. Melalui pertemuan TSOM II yang pertama di kota Yogjakarta, saya banyak mengingat hal-hal awal saya sebagai pendamping dan juga membuka diri saya untuk menjadi pendamping yang baru bagi remaja.

            Mendampingi remaja tentu saja berbeda dengan mendampingi anak-anak sekami usia TK hingga SD. Saya harus belajar kembali dari awal untuk mengenal dunia remaja. Dunia remaja dalam TSOM II yang saya ikuti menjadi “letupan” dalam irama pendampingan saya. Energi dan kepekaan mereka benar-benar berbeda dengan dunia sekami kecil yang selalu saya hadapi. Perasaan, emosi, tanggapan, dan cara remaja TSOM II bersosialisasi cukup mengejutkan saya, karena mereka cepat akrab dan tidak merasa malu bergabung dengan teman yang baru. Di sisi lain, saya merasa aneh dan sedikit menarik diri karena tidak mudah bagi saya untuk bertemu dan langsung bersosialisasi akrab dengan orang baru, apalagi dalam jumlah yang cukup banyak.

            Beruntung, dalam perjalanan awal TSOM II di Yogjakarta, saya bertemu dengan Kak Lili dari Bandung, yang menjadi rekan pendamping dalam satu tenda. Saya ingat sekali, beliau menyapa saya dengan ramah dan penuh senyuman, meskipun sebenarnya saya tidak tahu siapa beliau. Setelah mengetahui bahwa beliau yang berada satu tenda dengan saya, saya merasa bersyukur. Kak Lili adalah sosok kakak pendamping yang keibuan, perhatian, dan bisa mencairkan suasana. Kehadiran beliau mencairkan tembok pertahanan diri yang saya buat. Dari Kak Lili saya belajar untuk membuka diri terhadap situasi remaja dan situasi perkemahan TSOM. Saya berusaha untuk lebih bersosialisi meski terkadang masih seperti “menutup diri”, saya berusaha mengikuti irama yang dibangun dalam TSOM.

            Melalui TSOM II ini, Tuhan sepertinya mau saya keluar dari zona nyaman saya dan mulai belajar hal yang benar-benar baru jika saya memang ingin menghidupkan pendampingan remaja di paroki saya. Saya harus belajar membuka diri dan melihat remaja zaman sekarang dalam dunianya, mencoba mengenal irama mereka, merasa nyaman dengan mereka dan melihat mereka lebih dekat. Dalam kebingungan saya, sebenarnya Tuhan tidak penah meninggalkan saya sendiri. Ada orang-orang yang diutusNya untuk mendampingi dan membimbing saya sehingga saya tidak perlu merasa sendirian dan tidak mampu. Ada orang-orang yang bisa berbagi pengalamannya dengan saya dan saya bisa belajar bersama mereka. Tuhan juga mengajarkan saya untuk lebih percaya dan yakin bahwa ketika Ia menyiapkan suatu rancangan untuk saya, Tuhan akan memberikan dan melengkapi saya dengan apa yang saya butuhkan. Tidak perlu ragu dan takut, saya hanya perlu percaya, berdoa, dan meminta kepadaNya, Ia akan senantiasa menyertai setiap langkah kaki saya.

            Kita dipilih dan dipanggil Tuhan untuk menjalankan karya-karyaNya di dunia ini tentu bukan tanpa alasan. Tuhan berkenan melengkapi kita sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Tuhan akan membuka dan menuntun kita hingga kita mampu menjalani semuanya. Kita hanya perlu percaya dan melangkah maju karena telah dikatakan dalam Injil bahwa “… Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.” (Matius 28:20). Semoga karya-karya TSOM boleh terus dilanjutkan, membantu banyak pendamping remaja dan remaja missioner di seluruh Indonesia. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk menjadi pendamping TSOM II. Tuhan memberkati.

                                                                                                Salam dan kasih,

                                                                                                Novie Indriani

Tinggalkan komentar