T-SoM Angkatan 2 – Keuskupan Bandung

Selama Aku Hidup, Aku Masih Punya Harapan 

Karla Valeria Chandelle

Carla

Hal yang paling berkesan bagi saya selama mengikuti T-SOM adalah belajar melayani di hari orang sakit sedunia. Saya mendapat kesempatan sebanyak dua kali untuk merasakan pengalaman secara online maupun offline. Kesempatan pertama, ketika saya pergi ke rumah sakit Cahya Kawaluyan bersama teman-teman dan juga pendamping. Hal yang saya ingat dari rangkaian Hari Orang Sakit saat bersama lansia adalah sebuah coklat, dibungkus dengan kain dan menjadi mirip seperti bunga. Di dalamnya diisi berbagai kata kata penyemangat yang sangat indah. Coklat itu bukan sekedar manis menurut saya, tapi juga berisi kata-kata, agar hari yang dijalani hari ini dan kedepannya menjadi lebih baik lagi. Ada satu quote yang membuat saya tersentuh sampai sekarang. “selama aku hidup, aku masih mempunyai harapan”, begitu tulisannya. Hal itu membuat saya tersadar, betapa kurang bersyukurnya saya selama hidup. Ketika saya berjalan, saya diberi kesempatan membawa bingkisan dan masuk ke sebuah ruangan. Saya memberikan bingkisan itu. Anak itu tersenyum, dan betapa bahagianya saya, saya bisa berada disitu membagikan sukacita kepada teman-teman, yang mungkin sedang sedih dan merasa sakit. Ketika saya masuk ke dalam ruangan, saya merasakan terharu. Terlihat ada keluarga yang menunggu di samping tempat tidur, hal itu membuat saya teringat kepada nenek saya. Saya bisa merasakan apa yang sedang di rasakan oleh orang yang menunggu di sana karena saya pernah mengalami hal yang sama saat menunggu nenek saya.  Di sana, semuanya langsung berubah ketika mereka melihat kehadiran saya di situ. Saya gugup, dan saya juga takut, bagaimana jika mereka menolak saya? apa yang harus saya lakukan? tapi semuanya hilang ketika saya melihat senyum yang hadir di wajah mereka. Ketika saya memberikan bingkisan itu, saya ikut tersenyum. Betapa bahagianya saya bisa melihat dia tersenyum. Hal ini membuat saya merasa bahagia pada yang sebelumnya sedikit sedih, melihat pasien dan keluarga yang menunggu mengingatkan saya pada nenek saya.

Bdg #7Hal yang kedua adalah saat dimana saya mencoba untuk membawakan dongeng dengan merekamnya dan mengirimkannya kepada anak anak yang sedang sakit. Terlebih, saat itu adalah masa pandemi. Saya diberikan kesempatan untuk membahagiakan anak-anak yang sedang sakit dengan cerita yang saya bawakan, agar mereka bisa tersenyum kembali, dan berani melewati proses penyembuhan dari sakit yang diderita. Awalnya, membuat dongeng ciptaan sendiri sangatlah sulit, saya bingung harus mulai darimana. Akhirnya, saya mencoba membuat dongeng dengan tema katak. Dimana katak itu tidak bersyukur dengan kondisinya sekarang, dan bahkan ingin menutupinya agar katak katak lain menganggap dia sama seperti katak yang lain. Namun, akhirnya katak tersadar bahwa semua orang terlahir dengan keunikannya masing-masing, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pesan dari dongeng yang saya buat adalah kita tidak boleh menjelek-jelekkan orang lain karena perbedaan. Awalnya saya merasa untuk menghafal satu cerita itu dan berbicara di depan kamera. Saya gugup dan saya takut saya mengulanginya sampai beberapa kali dan selalu saja salah. Saya diminta untuk memberanikan diri mencoba sampai berhasil. Awalnya saya ingin mengambil tokoh dari hewan kancil, tapi menurut saya banyak orang yang tidak menyukai katak, yang berlendir dan hidup di rawa. Saya merasa, Tuhan pasti memiliki alasan menciptakan hewan itu, sama seperti cerita yang saya ambil. Setiap orang yang lahir ke dunia ini, pasti memiliki alasan tersendiri untuk memberi warna pada dunia. Meskipun kita berbeda dengan orang lain, keunikan kitalah yang membuat kita menjadi diri yang sesungguhnya.

Dari pengalaman saya menjenguk orang sakit di Rumah Sakit Cahya Kawaluyan, saya belajar betapa banyak orang di luaran sana yang sedang susah dan kesulitan, tapi mereka tetap berusaha untuk tetap mengusahakan senyum. dibandingkan saya yang selalu murung dengan apa yang telah saya dapatkan. Saya merasa semuanya tidak cukup untuk saya dan saya hanya bisa terus mengeluh dan mengeluh. Saya merasa diri saya egois, semuanya berorientasi pada diri sendiri. Apapun yang saya rasakan, bahkan jika saya marah, saya akan terus terusan menyalahkan orang lain atas apa yang telah terjadi. bahkan, meskipun saya memiliki beban yang mungkin lebih sedikit daripada teman teman yang saya jenguk saat itu, saya tetap mengeluh dan merasa diri yang paling banyak bebannya. Disaat saya merasa, hidup saya kosong dan tidak berarti apa apa, saya mengulang kembali memori itu. Rasanya saya sangat bersyukur telah bertemu dengan mereka semua. saya bisa melihat sorot bahagia yang ada di mata mereka. ketika saya hadir, saya merasakan, bahwa Tuhan juga hadir, selalu menjaga mereka dan juga menjaga saya selama ini. bukanlah sebuah kebetulan saya bisa bertemu mereka di sini. pasti ada rencana yang Tuhan rencanakan bagi saya kedepannya. san saya pun merasakan hal yang sama.

Dari pengalaman saya yang membuat dongeng, saya berusaha untuk mengalahkan ketakutan diri saya sendiri. ketakutan saya tidaklah mudah. Saya mencoba untuk memberanikan diri, dan dengan harapan orang orang yang menonton dongeng saya akan menjadi senang dan bahagia dengan apa yang mereka dengar. Saya ingin supaya mereka menjadi percaya diri, apapun kekurangannya, mereka itu unik. Banyak di dunia ini, dengan segala standarnya akan menjauhi mereka yang dianggap berbeda. Saya ingin membuat tempat yang nyaman bagi mereka, setidaknya hanya depan layar, saya ingin sekali mereka bisa melupakan sakitnya walaupun hanya sedikit. Saya ingin merasakan bahwa saya bisa menjadi kabar sukacita bagi semua orang yang menonton dongeng saya.

Melalui kedua peristiwa ini, Tuhan ingin berbicara pada saya, bahwa Tuhan itu selalu memberikan kekuatan, dan Tuhan tidak akan memberi masalah melebihi batas kemampuan saya. Tuhan selalu tahu apa yang kita butuhkan, dan kita tidak seharusnya mengeluh tentang apa yang saya belum dapatkan. Tuhan juga mau saya untuk menjadi pembawa kabar sukacita. melalui cerita dongeng yang saya buat, saya yakin Tuhan, melalui Roh Kudus akan selalu mendampingi saya dalam membuat cerita dongeng itu. Tuhan mau supaya orang orang yang menonton video itu menjadi bahagia. karena saya sangat yakin, ketika saya masih hidup di dunia, saya masih punya tugas yang Tuhan ingin saya lakukan untuk orang orang di sekitar saya dan saya juga masih punya harapan untuk berjuang. Saya tidak boleh menyerah di tengah jalan, masih ada jalan yang panjang di depan saya. Saya tidak perlu takut akan apapun yang ada di hadapan saya. semua masalah akan bisa saya selesaikan, dan apa yang saya butuhkan akan diberikan pada saat yang tepat.


Hadir Membawa Bahagia

Helena Bintang Meitha

Selama T-SOM pengalaman yang paling menarik bagi saya adalah ketika saya di bulan Februari mendapatkan materi mengenai Hari Orang Sakit. Ternyata saya bukan diminta mengunjungi orang sakit, namun bertemu sapa dengan mereka yang melayani orang sakit. Saya bertemu dan mengobrol bersama perawat dan orang sakit di sekitar saya. Siang itu,  saya berkunjung ke rumah sakit dan bertemu dengan Bu Yustina. Beliau seorang perawat rumah sakit Santo Yusup  yang sudah berkarya di bidang medis selama 12 tahun.  Ada  hal yang menarik yang ingin saya teladani dari sosok beliau, bahwa menjadi seorang perawat tidak cukup hanya mengandalkan kepintaran saja tapi juga hati. Hati yang tulus dan penuh cita kasih adalah hal yang penting juga  untuk melayani orang sakit.  Karena saat kita melakuan pekerjaan menggunakan hati yang tulus apa yang kita kerjakan akan lancar. Perawat memerlukan hati yang sabar, untuk menghadapi pasiennya. Bu Yustina bercerita bahwa ia harus sabar saat menghadapi pasien yang putus asa melawan penyakitnya. Saat perawat sabar, pasien akan merasa diperhatikan. Perawat juga punya semangat yang tinggi supaya dapat memberi semangat pada pasiennya agar pasien mempunyai semangat hidup.

Masih dalam rangka hari orang sakit, saya berkunjung ke rumah bu Sukarsih, beliau jarang sekali ke gereja karena sakit katarak yang diidapnya.  Saya menjumpai beliau berdasarkan info yang saya dapat dari papa saya. Memang dulu saat saya masih sekolah dasar saya suka melihat beliau ke gereja namun saat saya SMP saya sudah jarang menemuinya. Bu Sukarsih tinggal di rumah sendiri sebab anak anaknya sudah memiliki keluarga masing masing. Ini membuat saya merasa kasian karena kalau saya sedang dalam kondisi sakit saya selalu ingin ditemani. Kondisi itu membuat saya ingin mengunjungi beliau. Saat bertemu bu Sukarsih saya sedikit gugup karena bu Sukarsih jauh lebih dewasa dari saya jadi saya harus menjaga bahasa agar tidak menyinggung perasaan beliau. Bu Sukarsih bercerita juga bahwa ia selalu senang saat ia berkumpul bersama teman teman keroncongnya karena saat berkumpul bu Sukarsih bisa melupakan sakitnya, dari situ saya menyadari bahwa ternyata yang diharapkan mereka yang sakit selain kesembuhan fisik adalah kehadiran dari orang orang yang bisa berbagi kebahagiaan  dan membuat mereka merasa memiliki teman yang mendukung untuk memberikan kekuatan untuk menghadapi penyakitnya.

Dalam pengalaman satu hari itu, Saya belajar banyak hal dari perjumpaan saya bersama Bu Yustina dan Bu Sukarsih. Saat saya berbincang pelayanan melayani orang sakit bersama dengan Bu Yustina, saya belajar bagaimana pentingnya merawat orang sakit dengan sepenuh hati dan tulus. Sebelumnya saya saat melayani orang sakit masih tidak tulus, saya sendiri saat merawat keluarga yang sakit masih sering berfikir “aduh manja banget, mentang mentang sakit apa aja minta tolong padahal kan saya juga pengen santai-santai aja”. Saya juga belajar bahwa sebenarnya yang dibutuhkan orang sakit adalah perhatian dari lingkungan sekitar. Karena seperti yang Bu Yustina jelaskan bahwa pasien saat mengalami sakit itu banyak yang merasa kesepian, ada banyak pasien yang saat dirawat tidak ditemani oleh keluarga disitulah peran perawat untuk memberi perhatian lebih pada pasien. Perbincangan saya dengan beliau benar benar menyadarkan saya pentingnya untuk memberi perhatian terhadap pasien. Saya kagum pada Bu Yustina karena dedikasinya kepada orang sakit. Saya yang biasanya menjauh dari orang sakit karna takut tertular jadi belajar untuk berani hadir memberi perhatian pada orang orang disekitar saya yang sedang sakit, dengan mengunjungi dan mendengarkan mereka sebagai teman.  Saya belajar untuk selalu menularkan kebahagian untuk mereka yang sedang sakit, belajar untuk selalu melayani sepenuh hati.

Bdg #6

Pertemuan saya bersama Bu Sukarsih juga mengajarkan saya betapa pentingnya kehadiran seseorang untuk mendengarkan keluh kesah. Karena, saat mengunjungi Bu Sukarsih ia banyak bercerita tentang keluarganya, penyakitnya dan kerinduannya untuk kembali kegereja. Mendengar semua cerita Bu Sukarsih saya merasakan rasa antusias beliau karena beliau bercerita banyak sekali hal dan saat Bu Sukarsih bercerita ia selalu tersenyum seolah olah beliau tidak merasakan sakit.   Saya belajar bahwa orang sakit itu perlu didengarkan. Saya belajar bahwa menularkan kebahagiaan melalui pertemuan dengan seseorang juga menjadi bentuk berbagi. Berbagi apa? berbagi sapaan se-sederhana mengunjungi dan mendengarkan. Saya belajar kebahagian dibutuhkan untuk menumbuhkan kembali semangat dalam diri orang sakit untuk meringankan beban dalam menghadapi penyakitnya, merasa tidak sendirian, merasa tidak kesepian. Sebagai remaja, hal yang bisa saya lakukan salahsatunya adalah dengan mendengarkan keluh kesah orang sakit. Walaupun dampaknya tidak terlalu besar tetapi setidaknya saya sebagai remaja bisa mengurangi sedikit beban hatinya. Pengalaman mendengarkan ini menyentuh hati saya karena selama ini yang saya pikirkan berbagi bahagia itu adalah disaat kita bisa memberi lelucon atau menghadiahi barang ternyata saya menemukan bentuk lain untuk berbagi kebahagiaan bagi orang lain setelah mengunjungi dan mendengarkan Bu Sukarsih.

Pertemuan ini membuat saya sadar ternyata Tuhan mengetuk hati saya untuk lebih memperhatikan orang sakit. Saya diajak untuk hadir bagi mereka yang sakit dan membutuhkan. Bukan sekedar fisik tetapi hadir dan memberikan canda tawa, Dukungan dan perhatian Agar semua pasien sehat. Bukan sehat total secara fisik Tetapi dengan saya hadir, memberikan canda tawa, dukungan dan perhatian bisa membantu sedikit dari proses penyembuhannya. Karena menurutku bahagia adalah salah satu ciri orang sehat. Saya sadar ternyata Tuhan mau meberi  tahu saya bahwa ternyata kita sebagai remaja tidak perlu susah susah mengeluarkan uang tetapi hanya dengan kita hadir dan berbagi kebahagiaan kita sudah dapat membuat oranglain bahagia. Menularkan itu bukan penyakit tapi perasaan bahagia dikasihi dan disayangi itu juga menularkan kebahagiaan.


Dunia Tipu-tipu

Kristofora Wiwi Daruwika Dewi

 

SEKAMI kok online mau ngapain? Pertemuan online, adalah alternatif yang memaksa setiap orang beradaptasi di masa pandemic termasuk dalam pertemuan SEKAMI. Mencoba mengemas dalam tayangana dan membuat kanal youtube mendadak kemudian mengemas pertemuan dalam sebuah tayangan youtube… kondisi yang mendesak? Iya didesak korona iya didesak pandemi. Saya sebagai pendamping belajar Kembali dari awal, mencoba mencari celah bagaimana bisa mengemas menarik dan menyentuh hati pada anak SEKAMI walau terpisah ruang dan waktu. Belum selesai saya belajar, teman-teman T-SOM juga perlu mendapat kesempatan belajar sebagai animator-animatris, apakah dengan pandemi jadi terhenti tidak bisa praktik? Tidak. Iya saya sebagai pendamping memberanikan diri untuk membuat tayangan setiap minggunya di kanal youtube untuk mem-backup paroki-paroki yang ada di Keuskupan Bandung kalau saya pikir sebetulnya tidak mungkin dengan kemampuan saya yang biasa saja, namun bermodal nekat. Teman-teman T-SOM Angkatan 2 juga harus punya kesempatan bermisi sebagai animator animatris. Apakah anak-anak bisa? Pendampingnya saja masih belajar mencari cari pola yang menarik. Modal nekat lagi? Iya. Mencoba membuat Langkah bertahap belajar bersama-sama dengan teman-teman T-SOM Angkatan ke-2, tentunya berbeda dengan Angkatan yang sebelumnya yang pertama. Para remaja T-SOM yang sudah mulai kesal dengan sekolah online merasa tidak nyaman. Kami berdinamika bersama dan ternyata banyak cara kreatif yang mereka kuasai dan bisa menjadi sarana interaktif menyentuh bagi anak-abak SEKAMI.   “Dunia tipu-tipu” Maksudnya gimana ya? Iya jadi mau melakukan sesuatu hal selama pandemi lebih mudah karena segala sesuatu tinggal cari aplikasinya, bahkan menarik minat orang tinggal pake gimmick dsb.

Bdg #3Saat saya mendampingi teman-teman T-SOM Angkatan ke-2 bermisi untuk memiliki pengalaman bisa mengajar SEKAMI lewat tayangan mingguan berbentuk rekaman. Dunia tipu-tipu untuk dipelajari ternyata tidak semudah yang dikatakan, semua butuh proses adaptasi dan belajar. Saya sendiri juga merasa bingung bagaimana harus mengajarkannya kepada teman-teman T-SOM, saya jga masih sambal belajar mana yang cocok untuk anak SEKAMI mana yang tidak dan mana yang sesuai dengan konten tujuan materi, akhirnya kami berporses bersama. Pandemi, membuat saya merindukan komunikais lewat tatapan mata. Tatapan mata pun ternyata berbicara banyak hal, bosan, menarik, antusias, semangat, sedih, tidak focus, dll.  Saat mendampingi teman-teman T-SOM Angkatan ke-2 kami belajar bagaimana berbicara yang efektif dan efisien dalam durasi yang singkat harus bisa menyampaikan pesan inti dari pengajaran di minggu itu. Membangun suasana yang kita tidak tau bagaimana responnya dan apa yang sedang dilakukan oleh teman-teman yang melihat tayangan tersebut dari tempat mereka masing-masing. Kamera yang mewakili ribuan tatap mata bahkan jutaan orang lebih sulit dihadapi. Tidak mudah juga bagi saya mendampingi dan membantu teman-teman T-SOM saya sendiri belajar mencari pola yang pas, kemudian harus membantu teman-teman T-SOM juga mencari pola yang pas dengan mereka.Mendorong teman-teman T-SOM untuk berani berperan dan mencoba hal baru belajar gerak dan lagu, belajar berbicara yang menarik. Terlihat mudah saat dipraktikkan ada yang merasa langsung tidak suka karena itu bukan sesuatu hal yang bisa dilakukannya seperti biasa. Ada yang merasa punya rasa ingin tahu yang tinggi untuk mencoba pengalaman baru.

Saya belajar bersama banyak hal yang menarik dari teman-teman T-SOM bahwa dalam kondisi apapun orang membutuhkan sapaan. Berbagai macam cara gimmick yang digunakan dalam dunia tipu-tipu yakni tujuannya untuk menyapa secara tidak langsung dengan rentang jarak yang jauh. Dunia tipu-tipu bukan untuk menggambarkan diri menjadi orang yang berbeda, namun membantu kita untuk menyentuh hati oranglain saat kitab isa menggunakannya pas sesuai dengan konteksnya. Berbagai aplikasi bahkan membuat konsep tayangan 2 menit saja membutuhkan waktu yang lama untuk mengedit tujuannya untuk menyentuh hati dan menyapa. Saat bermisi di dunia online menyapa butuh usaha memakan waktu strategi dan itu dilakukan berulang kali selama masa pandemi.

Bdg #2

Saat sebelum pandemi dan menatap mata langsung bagaimana? Saya merasa jarang sekali menyapa se-sederhana bagaimana perasaan oranglain bagaimana peka dengan kondisi orang lain. Selalu pertanyaan sapan justru mengarah pertanyaan yang dapat dikomentari, seperti bagaimana hari ini sukses ujiannya? Kok gitu sih ujiannya ? dsb. Sapaan se-sederhana senyuman dan tatapan dari orang-orang yang sangat mudah dilakukan saya menyadari hal tersebut sangat minim dilakukan karena identik dianggap SKSD (Sok Kenal Sok Deket) sehingga tidak dilakukan. Hal tersebut hal yang dirindukan oleh banyak orang, dunia tipu-tipu  mengingatkan manusia itu ya manusia punya perasaan dan emosi buakn robot yang diajak bicara untuk formalitas.. Mengingatkan saya dan teman-teman-T-SOM jangan-janagn selama ini kita sibuk dengan rutinitas dan  pikiran kita sendiri dan kita lupa orang di sekitar kita butuh perhatian sederhana “apa kabarmu?”; “gimana perasaanmu hari ini?”

Saya merasa Tuhan mau mengajarkan dan mengingatkan untuk mencoba melakukan semua aktifitas secara penuh kesadaran bukan dianggap sesuatu rutinitas yang hanya seperti angin lalu/formalitas. Belaajr untuk memberikan perhatian betul-betul ikut peka dan empati dengan kondisi pada orang-orang terdekat kita membantu oranglain merasakan disayangi, dihargai, dan dicintai oleh Tuhan melalui sesama. Tuhan mengingatkan apapun kondisinya ber-misi itu harus terus bergerak, memang kalau hanya direncanakan terus menerus akan menjadi sebatas wacana dan akhirnya tidak mungkin namun saat dilakukan bim salabim baru paham itu ternyata mau-Nya Tuhan.


KESEMPATAN

Loysa Lili

Kesempatan, sebuah anugrah diberi kesempatan untuk bisa mendampingi peserta T-SOM angkatan ke 2. Ini adalah kesempatan yang ke 2 kalinya bagi  saya mendampingi peserta T-SOM, setelah saya juga terlibat dalam pendampingan  peserta T-SOM Angkatan 1.Kesempatan yang diberikan oleh Dirdios saya, Dirdios KKI-KKM Keuskupan Bandung. Kesempatan tidak hanya sebagai pendamping, tetapi juga kesempatan untuk bermisi secara langsung. Diberi kesempatan untuk selalu belajar menjadi pendamping yang lebih baik. Kesempatan juga diberikan oleh Dirnas, Romo Nurwidi, diberi kesempatan diusia saya untuk bisa ikut menjadi pendamping di  T-SOM  Nasional Angkatan 2. Diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjawab” Ya” untuk pelayanan ini.

T-SOM angkatan 2 ini sangat special, karena tidak satu  tahun lamanya berproses, tapi 2 tahun . Sungguh waktu yang lama, waktu yang berjalan beriringan dengan pandemi COVID -19. Waktu yang membuat peserta dilanda kejenuhan karena harus pertemuan secara online. Tidak hanya peserta, sayapun yang mendampingi merasakan sesuatu yang kurang dalam pendampingan kali ini. Suatu sentuhan rasa yang tidak didapat oleh peserta. Belajar  simpati, empati , dan kepekaan sangat susah dilakukan dengan online.  Tapi proses tetap harus berjalan, pandemi  bukan halangan untuk tetap menjadi seorang misioner. Mencoba memberi pengertian pentingnya pertemuan pada orang tua peserta. Dan dengan protokol Kesehatan yang ketat, beberapa kali pertemuan T-SOM 2 bisa dilakukan secara offline.Dimasa pandemi pembelajaran sekolah T-SOM masih berjalan sebulan sekali baik via zoom maupun secara offline. Dalam pendampingan peserta T-SOM 2 ini, banyak hal yang membuat saya berkesan, kenapa banyak, karena semua pertemuan atau pembelajaran didalam sekolah misi ini selalu melalui proses yang membuat saya selalu harus belajar hal yang baru, saya akan menceritakan salah satu hal dalam refleksi ini. Waktu itu T-SOM Bandung  mendapat tugas untuk menyelenggarakan Webinar. Tugas yang menurut saya sangat tidak menyenangkan, karena webinar via zoom apa yang akan didapat, apa mungkin peserta tertarik ? apalagi tema yang diberikan sungguh berat menurut saya “ Tentang Salib”. Bicara tentang salib untuk  remaja seusia itu bagi saya sangat berat, tapi ternyata setelah berproses bersama dengan peserta            T-SOM kami dapat menyatukan visi dan misi tentang webinar tersebut. Bersama memikirkan dengan tema seperti itu, judul apa yang pas. Ternyata mereka sangat kreatif, banyak ide-ide muncul dalam diskusi, kami melibatkan juga T-SOM keuskupan Bandung yang tidak terpilih  mewakili ditingkat nasional. Semakin banyak yang terlibat, semakin banyak yang bisa ambil peran dalam webinar itu. Semua hal dalam persiapan hingga pelaksanaan bisa dikerjakan bersama dengan semangat. Khusus untuk pembicara mereka memilih sendiri, tapi yang menghubungi Dirdios kami, karena narasumber yang dipilih oleh peserta T-SOM ternyata Mgr. Anton. Webinar bisa dikemas dengan baik setelah melalui proses panjang, kami bisa mempersiapkan acara dengan cara offline. Dengan bertemu, persiapan bisa dilakukan dengan lebih baik, bisa belajar tentang dunia digital, belajar membuat acara via zoom yang menarik dan tidak membosankan. Dan diluar dugaan peserta diruang zoom sangat banyak, bahkan mencapai ribuan, suatu hal diluar ekspektasi kami. Puji Tuhan peserta bertahan hingga ahir webinar.

Proses dalam mempersiapkan webinar itu membuat saya belajar untuk tidak meremehkan suatu hal. Diawal saya sudah apatis, apa mungkin tema ini menarik ? Apa mungkin banyak peserta yang akan ikut ? Ternyata tema itu masih sangat menarik bagi kaum remaja selama dikemas dengan apik. Saya belajar hal baru didunia digital yang awalnya sangat tidak saya sukai. Belajar menghargai pendapat anak-anak yang sudah mempunyai konsep sesuai dengan keinginan mereka. Belajar untuk lebih sabar berproses dengan mereka.

Saya juga belajar berkomunikasi yang baik dengan para orang tua, agar mereka mengijinkan anaknya untuk terlibat secara offline dimasa pandemi ini. Karena saya juga orang tua, bisa merasakan apa yang dirasakan oleh para orang tua, rasa was-was itu pasti ada dimasa seperti ini. Tetapi memang tidak mudah memberikan pengertian pada orang tua dan saya tidak bisa memaksakan kehendak dalam hal ini. Saya harus menghargai apa yang sudah menjadi keputusan orang tua peserta T-SOM 2 ini. Saya banyak belajar untuk ini semua.

Tuhan itu sangat baik pada saya, memberi “Kesempatan “ untuk berproses dalam T-SOM ini. Saya sudah diberi kesempatan untuk bisa melayani , dan tidak akan menyia-nyiakan  kesempatan yang sudah diberikan oleh Tuhan. Kesempatan untuk selalu belajar menjadi orang yang lebih baik. Kesempatan untuk selalu belajar dan belajar terus menerus untuk menjadi lebih baik setiap harinya. Terima Kasih Tuhan .

“Hidup Adalah Kesempatan”

 

Tinggalkan komentar