Kurnia Dwi Marandtika Agustin
Belajar mengasihi diri sendiri
Mengasihi, Kata” yang sangat mudah dilakukan namun begitu sulit untuk dilakukan. Mengasihi sesama memang sering dilakukan, disaat saya bergabung di T-SOM saya sangat sering melakukan pelayanan bersama Tim KKI keuskupan sintang mengasihi dan mencintai sesama apalagi dimasa sulit mereka. Saya sendiri juga adalah seorang pembina BIAK saya belajar mengasi anak anak BIAK yang terkadang membuat saya sakit hati. Begitu juga dengan teman teman remaja saya, saya selalu mengasihi mereka seperti teladan saya yaitu Allah, didalam T-SOM saya sangat banyak belajar tentang mengasih, dan mengembangkan cinta kasih. Tetapi apakah saya sudah mengasihi diri saya sendiri? Ya ini lah refleksi diri saya. Mengasihi diri sendiri merupakan sikap untuk memberikan kebaikan pada diri sendiri dengan tidak mengkahimi diri dalam mengalami penderitaan. Saya selalu meneladani sikap Yesus Kristus dalam mengasihi sesama, seperti memaafkan dan mau mengampuni sesama, namun saya sendiri lupa untuk mengasihi diri saya sendiri. Mengasihi diri sendiri tidak salah asalahkan tidak berlebihan. Pada beberapa bulan lalu saya mengikuti beberapa lomba ditingkat provinsi, saya selalu berdoa di pagi hari dan malam hari saya juga berusaha semaksimal mungkin, dan saya sanggat percaya Tuhan membantu saya, namun hasilnya tidak memuaskan, ya saya kalah. Dari kerjadian itu saya kesal terhadap Tuhan, dan bertanya kepada Tuhan dengan air mata yang mengalir deras dipipi saya. Kenapa sih Tuhan saya selalu gagal? Kenapa Tuhan saya nga pernah dikasi kesempatan buat menang? Bukankah Tuhan sendiri yang mengatakan didalam Alkitab bahwa Talenta itu harus dikembangkan? (Matius 25:14-25:30). Tetapi mengapa begitu saya mengembangkan nya saya tidak pernah diberi kesempatan untuk menang. Dari kejadian tersebut saya kecewa dengan Tuhan, saya merasa Tuhan meninggal kan saya dan tidak membantu saya, selama sebulan saya misa hanya misa semata saja dalam artian tidak membuka diri untuk Tuhan, saya juga tidak mau berdoa selama satu bulan tersebut, doa Angelus saya tinggal kan, disaat jam kerahiman saya juga tidak berdoa saya memilih untuk menyibukkan diri, disaat ingin tidur dan bangun tidur pun saya tidak berdoa bahkan membuat tanda salib pun saya tidak mau.
Sampai pada suatu malam saya sedang membuka TikTok dan apa yang saya lihat? Yaitu sebuah Vidio tentang belajar untuk mengasihi diri sendiri, jangan sampai lupa untuk bersyukur dalam segala hal karena apa yang Tuhan berikan kepada saya itu adalah yang terbaik untuk saya dan ya ayat favorite saya pun muncul Filipi 4:6 “ jangan lah hendaknya kamu khawatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginan mu kepada Allah dalam doa dan permohonan dalam ucapan syukur”. Ayat ini mengajar kan saya untuk selalu bisa bersyukur dalam keadaan apapun, oleh karna itu saya langsung meneteskan air mata saya dan berkata didalam hati “Tuhan maafkan saya, karna saya sudah melupakan-Mu dan tidak bersyukur atas hal buruk terjadi didalam diri saya”. Setelah itu saya tersadar dan menangis tersedu” bahwa apa yang saya lakukan ini salah dan karena memikirkan hal konyol yang saya lakukan terhadap Allah dan diri saya sendiri. Dengan deras nya air mata yang mengalir saya berdoa kepada Tuhan memohon pengampunan atas apa yang saya lalukan ini. Setelah saya menyadari kesalahan ini saya mulai belajar menerima diri dan saya pun kembali yakin kepada Tuhan bahwa Apapun yang terjadi didalam hidup saya adalah rencana Tuhan.
Makna yang dapat saya ambil dari pengalaman ini adalah bagaimana saya bisa mengasihi diri saya sendiri seperti saya mengasihi sesama dan jangan mudah putus asa apalagi berpikiran Tuhan meninggalkan saya. Dan kunci utama nya adalah saya harus sungguh sungguh membuka diri terhadap kehendak dan rencana Allah. Rencana Tuhan memang berbeda dengan manusia, hal ini mengatakan kepada saya bahwa Allah tidak dapat didefinisikan dengan pikiran saya yang terbatas.
Disaat saya berdoa sambil menangis saya sangat menyadari begitu Tuhan mengasihi saya. Tuhan tidak membenci saya melainkan menunjukkan cinta nya melalui apa saja yang terjadi di hidup saya. Tuhan mengundang saya senantiasa untuk mau membuka diri menerima rahmat dari Allah dan memiliki kepekaan untuk senantiasa bertobat.
Quotes:
“berdamai lah dengan diri mu sendiri, kasihilah dirimu didalam segala hal, karena Allah selalu mengasihimu”
“Kasihanilah sesamamu manusia seperti kamu mengasihi dirimu sendiri”
Matius 22:37
Stendy Panamuan
Menemukan Arti Bermisi, Mengasihi Sesama, Memberikan Segala Semampuan Yang Dimiliki Untuk Melayani Tuhan dan Sesama
Selama mengikuti T-SOM selama satu tahun, ada 1 peristiwa menarik yang sangat berarti dan menyentuh hidup saya sebagai seorang misionaris remaja, yaitu pada peristiwa bencana banjir besar yang melanda Sintang pada akhir Oktober 2021 yang lalu. Banjir besar itu berlangsung selama kurang lebih 4 minggu lamanya, yang awalnya hanya menggenangi daerah pinggiran sungai, lama kelamaan debit air naik hingga ke menggenangi pemukiman warga dan bahkan sampai menggenangi jalan utama setinggi perut orang dewasa sehingga akses transportasi terhambat dan tidak bisa dilewati untuk kendaraan roda dua, hanya mobil mobil tinggi dan truck besar saja yang bisa melewati jalan itu. Untuk melewati jalan itu warga terpaksa menaiki sampan dan truk angkutan untuk sampai ke seberang. Dan yang paling parah, banjir sampai menggenangi atap rumah warga sehingga warga harus mengungsi ke posko banjir yang telah disediakan pemerintah.
Kantor dan sekolah tidak dapat beroperasi, saya yang pada saat itu baru saja merasakan sausana belajar luring di sekolah secara tatap muka terbatas terpaksa harus diliburkan. Karena untuk melakukan pembelajaran secara daring pun tidak dapat dilakukan karena listrik dan akses internet harus terputus karena banjir dan juga dikarenakan longsor yang menyebabkan terputusnya akses internet. saya pun menghabiskan waktu libur di dirumah, bermain game dan mencari hiburan di youtube, dan bermain bersama teman teman saya. Beberapa hari kemudian saya mendapat pesan dari grup whatsapp OMK paroki saya yang mengajak kami untuk melakukan aksi bakti sosial membagikan makanan kepada para korban terdampak banjir di sekitar gereja paroki saya. Kebetulan jalan dari rumah saya menuju gereja tidak melewati banjir. Saya mengajak teman saya untuk ikut, saya bersama dengan teman teman OMK lainnya membagikan makanan kepada korban banjir, dari sore hingga malam hari. Keesokan harinya saya kembali mendapat pesan dari grup whatsapp OMK saya, yaitu untuk membantu dalam kegiatan bakti sosial yang kali ini bersama tim Caritas Keuskupan Sintang di posko banjir Keuskupan Sintang. Selama saya di sana saya membantu menyusun sembako yang nantinya akan disalurkan ke daerah-daerah terdampak banjir. Saya bersama dengan teman-teman OMK lainnya pergi ke daerah daerah terdampak banjir untuk membagikan bantuan melewati jalur darat dan air. Saya bersama teman teman saya berangkat dari rumah jam 8 pagi dan pulang dari sana sudah malam, selama berhari hari melakukan hal yang sama. Banyak suka duka yang saya alami, mulai dari kendaraan yang macet, susahnya akses perjalanan, lelah sehingga saya sempat jatuh sakit, bahkan ada saat kami tidak bisa pulang dan harus menginap di sana karena tidak ada kendaraan untuk mengantar kami pulang. Pasti ada rasa lelah melakukan hal itu seharian setiap hari, pulang kerumah hanya untuk tidur malam saja dan besoknya harus pergi kembali. Namun entah mengapa saya seperti tidak merasakan itu, saya senang melakukannya, karena saya merasa saya menemukan arti bermisi yang saya pahami selama ini dari sekian banyak kegiatan misi yang saya lakukan, yaitu keluar dari zona nyaman, dan memberikan diri untuk melayani Tuhan dan sesama. Setelah banjir sudah mulai surut dan akan masuk sekolah kembali, kami dipulangkan ke rumah masing masing setelah satu minggu lebih membantu dalam kegiatan bakti sosial.
Makna yang saya dapat saya ambil dari pengalaman yang saya alami ini yaitu saya menemukan arti bermisi sesungguhnya yang saya pahami selama ini, yaitu keluar dari zona nyaman, dari kemalasan, dan memberikan diri, berkorban, untuk melayani Tuhan dan sesama. saya sadar bahwa sebagai seorang remaja misionaris tidak boleh melupakan tugas dan tanggung jawab yang telah diterima dari pembaptisan.
Saya menyadari bahwa mengasihi sesama bukan hanya dengan sekedar kata “aku mengasihi kamu” ataupun hanya merasa kasihan terhadap sesama yang mengalami kesulitan, tetapi melalui tindakan yang menunjukkan bahwa saya sungguh sungguh mengasihi sesamaku manusia.
Saya percaya bahwa semua pengalaman ini bukan terjadi begitu saja, ada campur tangan Tuhan yang membawa saya melewati peristiwa dan pengalaman ini, selama saya bermisi dan menjadi anggota T-SOM saya mengalami kesulitan dalam bermisi dikarenakan pandemi Covid-19 sangat tidak memungkinkan bagi saya untuk melakukan aksi bermisi, tapi saya percaya melalui peristiwa dan pengalaman saya ini. Tuhan ingin memanggil saya untuk merasakan bagaimana bermisi yang sesungguhnya dan untuk menemukan arti bermisi bagi saya.
Ayat Kitab Suci
“Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah
menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap,
supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.
Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain.”
Yohanes 15:16-17
Bella Oktaviani
AKU BERSEDIA MENDENGARKAN KELUH KESAHMU
Untuk refleksi kali ini, temanya adalah pengalaman iman saya selama mengikuti dan berdinamika bersama TSOM. Jika ditanya tentang pengalaman, jujur pengalaman saya bisa dibilang sedikit dibandingkan rekan-rekan TSOMNAS yang lain. Tapi, ada satu pengalaman yang benar-benar melekat dan paling saya ingat. Sebelum saya mengikuti TSOM, saya bingung sekali dengan istilah animasi, dinamika, ice breaking, games, dll. Saya kalau disuruh berbicara pasti bawaannya gemetaran, orang sekarang bilangnya “Tremor”. Saya paling malas dan suka overthinking kalau disuruh berbicara kedepan, ngomong suka belibet dan aneh. Intinya, saya paling menghindari yang namanya maju kedepan, tidak ada inisiatif, dan ‘MaGer’ (Malas Gerak) banget.
Ini adalah cerita pengalaman yang menurut saya lain daripada yang lain. Mungkin menurut orang lain pengalaman ini biasa saja, tapi ini luarbiasa karena menjadi langkah awal cerita ‘warna-warni’ saya. Ceritanya, saya disuruh sama kakak pembina BIAK untuk ikut membantu mengajar disana. Alasan kakak tersebut memilih saya karena saya anggota TSOM. Jujur saya pada saat dapat chat dari kakak pembina tersebut, saya kaget. Saya dalam hati bilang seperti ini “Kok bisa aku sii, aku ndak pandai ngomong, ndak pandai menarik hati anak-anak, kenapa aku. Mana hari sabtu lagi, pliss la”. Jujur saya mau ngeluh, sedangkan teman-teman saya yang lain tidak ditunjuk. Saya awalnya mau nolak karena tidak ada teman, jadinya malas kalau diam terus tidak ngelakuin apa-apa, istilah kata anak zaman sekarang ”NO LIFE”. Ditambah tugas dari sekolah yang bisa dibilang banyak. Intinya ngeluh, ngeluh, dan ngeluh. Dan satu pengalaman lagi. Ada kegiatan di gereja. Kegiatan ini dikhususkan untuk SEKAMI di paroki saya. Saya ditunjuk untuk menjadi MC sama kakak pembina yang sama. Dan alasannya sama. Sekali lagi saya bilang ke kakak tersebut “Kak, aku benar-benar ndak bisa, ndak bakat nge-MC”. Tapi, mau gimana lagi. Prinsip saya adalah jika sudah diberi kepercayaan harus dilaksanakan.
Dari kedua pengalaman ini, bisa saya tarik kesimpulan bahwa saya belum mulai sudah mengeluh, padahal kegiatannya belum jalan. Pengalaman yang saya ceritakan di atas menjerumus ke satu kata yang langsung menusuk ke dada saya pada saat saya menulis refleksi ini, kata yang banyak saya gunakan pada cerita di atas, yaitu “NGELUH”. Setiap hari bawaannya pasti ngeluh, ngeluh, dan ngeluh. Ngeluhnya ke siapa? Ke teman, orangtua, sahabat, bahkan sampai ke Tuhan. Kadang-kadang saya suka ngomong sendiri sambil menatap salib yang ada di dinding kamar saya sambil berkata “Tuhan, ngapa harus aku terus sii, aku capek, mau tidur. Aku ndak bisa”. Pasti selalu seperti itu. Itu adalah salah satu kebiasaan buruk yang selalu diulang terus menerus oleh saya. Ya, saya sadar sekali bahwa yang saya lakukan memang salah, tapi mau bagaimana lagi, itulah manusia. Bukannya langsung diperbaiki, tapi terus dilakukan. Mengapa seperti itu? Karena saya suka NGELUH. Ngeluh terus sampai saya muak sama diri sendiri. Ngeluh, beranimasi, ngeluh MC, ngeluh berbicara di depan, ngeluh pelajaran, ngeluh ‘mengapa saya tidak bisa jadi seperti dia yang bisa akan segala hal’, dll. Sangat monoton dan ‘abu-abu’.
Setelah saya mencurahkan semua keluh kesah saya, saya tersadar akan kalimat yang teman saya katakan kepada saya. “Bella, kau mungkin ndak sadar apa yang kau lakukan. Mungkin menurut kau yang kau lakukan dan katakan selalu kurang, selalu aneh, selalu belibet. Macam-macam la. Tapi menurutku, kau keren banget. Bisa ngomong di depan banyak orang dengan mantap, beranimasi dengan anak-anak BIAK, membawa acara dengan waw banget, suka bercanda. Kau itu adalah mood booster buat semua orang. Ngeluh itu boleh, tapi jangan keseringan. Kalau keseringan, bawaannya pasti overthinking, nanti kau capek sendiri. Aku tau kau bisa Bel, keren banget”. Waktu saya dikirim kalimat chat dari teman saya, saya pada saat itu langsung tersadar, langsung didorong. Saya tidak tahu itu dorongan dari mana, tapi saya merasa bahwa ada seseorang yang menyuruh saya untuk maju, untuk terus positif, terus berjalan. Rasanya ringan sekali mengetahui bahwa ada orang yang merasa termotivasi oleh perbuatan yang saya lakukan. Padahal yang saya lakukan, yang saya ucapkan selama ini biasa saja. Seperti contohnya, MC dan BERANIMASI tadi. Saya tidak sadar bahwa yang awalnya sudah bawaan ngeluh, bisa seperti ini. Ketakutan dan overthinking yang selama ini saya rasakan langsung sirna. Sepertinya, ngeluh adalah bagian dari ancang-ancang bagi saya untuk berani. Berani dalam bertindak, berbuat, mencoba, dan tidak perlu takut akan apa yang saya ucapkan. Betul apa yang dikatakan teman saya. “Sesekali boleh mengeluh, tetapi jangan keseringan”. Mengeluh adalah bagian dari improve untuk menjadi lebih baik, lebih baik versi diri sendiri. Saya sadar, bahwa apa yang saya dapatkan dari TSOM menjadi pedoman dan patokan saya melakukan hal-hal yang tidak pernah saya lakukan.
Semua perbuatan serta pengalaman yang saya lakukan pasti tidak terlepas dari rencana Tuhan. Mungkin Tuhan sengaja memberikan segala yang membuat saya ngeluh supaya saya sadar dan selalu diingatkan bahwa saya ada misi, ada tugas, dan ada tujuan yang harus saya lakukan. Tuhan seperti berkata kepada saya “Bella, Aku memberikan ini semua kepadamu supaya kamu sadar bahwa kamu diutus untuk mengemban tugas dan tanggung jawab. Aku mau supaya kamu bergerak maju dan membawa warna-warni kehidupan ini untuk disebarkan kepada orang-orang yang kamu sayangi, kamu kasihi, dan kamu cintai. Aku memberikan wadah ini, yaitu TSOM untuk menjadikan kamu dorongan bahwa Aku selalu bersamamu. Aku akan selalu mendengar setiap keluh kesahmu dimanapun dan kapanpun. Dan Aku berharap kamu melakukan hal yang sama seperti yang Aku lakukan kepadamu”. Saya tidak tahu bagaimana dan mengapa saya bisa mengetik kalimat sebagus ini. Seakan bukan saya yang mengetik ini. Saya mengakui bahwa Tuhan itu benar-benar merencanakan segalanya dari awal. Dan saya baru kepikiran sekarang ini. Betapa bodohnya saya. Terima kasih Tuhan untuk segala hal yang sudah Engaku berikan, memberikan kehidupan yang penuh variatif, beragam, dan ‘warna-warni’ di kehidupan saya. Saya tidak pernah menyesal bahwa Tuhan melalui tangan kanan-Nya mengutus saya menjadi salah satu anggota TSOMNAS. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih akan segalanya. Terima kasih.
Disini, saya mengutip salah satu ayat Alkitab yang sesuai dengan refleksi saya kali ini. “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menaggungnya.” (1 Korintus 10:13)