Tegar Alfarici Rafael Tamzil
Peserta T-SoM#3 – K. Manado
“Di satukan dalam Gereja dan di utus untuk menjadi saksi Kristus Bagi Semua”
Mungkin judul refleksi ini sudah tidak asing bagi anak-anak T-SoM dan JAMNAS 23. Judul ini di ambil dari theme song Jamnas 2023. Refleksi ku hari ini akan menceritakan pengalaman ku selama 1 tahun mengikuti program T-SoM. Sebelumnya kalian tau gak apa aitu T-SoM? T-SoM atau Teens School Of Mission adalah program sekolah misi remaja di mana kita para remaja di latih kesediaan kita yang di utus oleh Tuhan dan belajar tentnag ajaran-ajaran gereja, kita juga di latih dan di persiapan untuk dunia nyata.
Pernah gak sih kalian merasa gugup untuk bertemu orang baru untuk pertama kalinya?, aku pernah. Itu lah perasaan ku saat pertama kali berangkat untuk mengikuti T-SoM pertemuan nasional 1 yang berletak di keuskupan Surabaya lebih tepatnya di Griya Samadhi Resi Aloysii Pacet Mojokerto. Dari keuskupan Manado di utus 4 remaja:
-Luna
-Novena
-Michelle
-Aku
Di awal kita ber-empat ketemu kita sangat canggung.Saat sampai di bandara Juanda Surabaya hatiku berdebar debar karena ini penglaman pertama aku harus bertemu dengan orang-orang dari keuskupan-keuskupan lain. Saat kita sampai di lokasi hatiku lebih berdebar-debar. Di dalam hatiku “gimana ya reaksi mereka setelah bertemu dengan aku?”. Kalimat ini selalu terngiang-ngiang di kepala aku. Tapi saat kita sampai di pacet orang-orang yang menyambut aku ternyata sangat ramah. Orang paling pertama menghampiri aku adalah Nael seorang peserta T-SoM dari padang.
Di saat itu saya merasa gugup dan canggung setelah bertemu dengan mereka, saya pun berkenalan dengan teman-teman saya yang lain. Mereka mengajak aku untuk ngobrol bareng mereka tapi aku tolak, karena takut akan di anggap “sok asik” sama mereka. Selama PerNas Surabaya Friendship saya hanya mengenal sedikit orang. Salah satu orang yang saya bisa anggap teman pertama saya di T-SoM adalah Resta peserta T-SoM dari Bandung. Kalau bukan karena resta pasti di Surabaya aku selalu
makan sendiri.
Di PerNas 1 ini kita belajar tentang hubungan kita dengan sesama karena masih masa pengenalan. Di sini saya belajar untuk lebih mencintai diri saya sendiri karena saya di ciptakan dengan citra Allah dan aku sudah sempurna di mata Tuhan.
Di PerNas Surabaya Friendship saya juga belajar untuk bekerja sama dengan teman-teman saya yang ada di kelompok. Di sana juga kita harus menyelesaikan outbound atau im possible dengan 17 post walaupun kelompok aku cuman menyelesaikan 14 post. Di salah satu post kita harus memakan makanan yang kita di beri. Saya mendapat kacang panjang walaupun saya memakan kacang Panjang di bantu dengan temanku Detri dari Jayapura, di saat itu juga teman aku Feby sama Xavier gabisa makan pedes dan mereka di kasih macaroni pedas dan aku harus menghabiskan macaroni mereka. Di im possible kita juga harus berdoa rosario, jadi saya berdoa rosario sambal kepedesan pas turun gunung. Di sana juga kita di minta untuk menghitung biji kacang ijo sama biji jagung, sambil juga menyelesaikan puzzle.
Di Surabaya Friendship saya bisa lebih mengekspresikan diri saya sendiri. Surabaya Friendship menjadi perawalan perjelanan ku selama 1 tahun Bersama orang-orang keren ini. Setelah Surabaya Friendship kita move ke PerNas 2 yaitu Muntilan Prayer.
PerNas ini tak kalah special lohh, Kenapa? Karena kita sekalian dengan Jamnas sekami 2023. Di Muntilan Prayer kita lebih fokus dengan hubungan kita Bersama dengan Tuhan. Di PerNas 2 ini kita melakukan Retret.
Di PerNas ini kita belajar tentang pendalaman kitab suci dengan metode TAT (teks, amanat, dan tanggapan). Melalui ini saya bisa mendengar pesan dari Tuhan dalam kitab suci. Saya juga bisa belajar tentang fungsi kitab suci dalam kehidupan kita sehari-hari.
Di Muntilan Prayer juga saya bisa belajar tentang jejak Langkah misi para misioner saat mereka sampai di jawa dan perjuangan mereka supaya kekatolikan bisa masuk ke tanah jawa. Kita pergi ke Museum Misi Muntilan dan Makam Kerkof. Di sana kita di ajarkan tentang perjuangan para misionaris di jawa dan bagaimana mereka bisa membangun kekatolikan di sana. Muntilan juga punya julukan Bethlehem Van Java yang berarti Bethlehem di Jawa. Saya bisa mengenal tentang Romo Sanjaya yang di bunuh saat memperjuangkan agama Katolik di Muntilan saat itu. Saya juga bisa belajjar tentang Romo Van Lith yang membawa kekatolikan masuk ke muntilan. Di sana saya melihat banyak objek-objek yang di pakai oleh para misionaris saat mereka dating ke situ.
Kami pun melakukan outing ke Sendang sono, tetapi sebelum ke Sendang sono kita ke paroki Santa Theresia Liseux Boro. Di sana kita berziarah ke makam Romo Prenthaller. Siapa sih Romo Prenthaller?. Romo Prenthaller adalah romo yang memulai karya misi di perbukitan Menoreh. Romo Prenthaller atau julukanya Bapa dari orang Boro, membantu orang-orang di sekitar perbukitan menorah (termasuk sendang sono). Dia membantu umat di sana dengan membangun sekolah, rumah sakit dan gereja di sana. Dia juga membantu dalam pembuatan goa Maria Sendang sono. Romo Prenthaller menyumbang Lonceng angelus dan patung Bunda Maria yang ada di Sendang sono.
Para misionaris ini perjuangkan hidup mereka demi agama kitab isa berkembang, andai mereka masih hidup dan bisa melihat betapa besar dampak yang telah mereka lakukan ke warga-warga, perjuangan mereka gakan di sia-siakan.
Setelah PerNas 2 Muntilan Prayer kita lanjut ke Jamnas sekami tahun 2023. Di Jamnas ini saya sangat gugup, karena harus bertemu dengan banyak orang yang aku tak kenal. Saat saya sampai di seminari menengah Mertoyudan, saya sangat senang karena bisa bertemu dengan teman-teman ku dari keuskupan aku sendiri. Di Jamnas saya di pilih untuk masuk ke bawil 28 Don Bosco. Selama Jamnas berlangsung handphone di kumpul. Di sana saya bisa bertemu dengan banyak orang baru dan orang-orang keren dan hebat dari berbagai keuskupan. Di Jamnas aku bisa lebih mengenal banyak orang dan bisa keluar dari zona nyaman aku agar bisa bertemu dengan banyak orang lain. Selama Jamnas saya selalu bersama dengan Bryan dan Nadine teman-teman T-SoM aku. Di Jamnas juga saya bisa bertemu dengan teman-teman T-SoM saya yang lain, salah satunya Audrey dari keuskupan Surabaya.
Di Jamnas ini saya berkesempatan untuk mengunjungi Wisma Salam. Di Wisma Salam ini di pakai untuk retret dan LDK. Wisma Salam awalnya di buat oleh Romo Mangun untuk kebutuhan para pastor. Di Wisma Salam ada kapel yang berbentuk bundar yang sangat unik karena saya belum pernah melihat kapel bundar sebelumnya. Di Jamnas ini banyak hal-hal yang yang baru buat aku lakukan. Walaupun waktu aku sama teman-teman Jamnas ku tidak lama tapi aku udah merasa kayak mereka adalah bagian paling keren. Setelah kita bersenang-senang di Jamnas Dan Muntilan Prayer kita masuk ke realita dalam Makassar Action.
Di Makassar Action kita di ajarkan ASG (Ajaran Sosial Gereja), Di pernas ini kami di minta untuk live in di pabrik, restoran, dan tempat lain. Saya mendapat tempat live in di PT. WAHYU PRADANA BINAMULIA, di sini mereka membuat udang untuk di ekspor ke luar negeri. Tugas kita adalah melipat kardus inner buat packingan udang. Saat di beri tugas ini, melipat kardus memang kelihatan gampang tapi ternyata sangat susah. Ada seorang ibu yang telah bekerja yang Bernama Ibu Wati yang telah bekerja di sana selama 12 tahun. Saat di tanya kenapa ibu sangat betah bekerja di sana ibu itu membalas, di sana gaji dia cukup dan work envoironment nya ramah. Memang di sana walaupun kebanyakan dari mereka adalah Katolik dan di Gedung pun ada salib tapi toleransi di sana sangat kuat bagi mereka. Walaupun Tugas saya selama di sana hanya melipat kardus tapi itu sangat tidak gampang seperti yang ku bayangkan. Melipat kardus itu ternyata sangat melelahkan apa lagi melipet beribu-ribu kardus dalam sehari. Bayangkan mereka yang melipat kardus inner itu tiap hari sebagai kerjaan. Sejak itu saya tidak pernah meremehkan orang-orang yang bekerja demi hidup mereka sehari-hari dan keluarga mereka, apa lagi harapan satu-satunya keluarga. Saya bisa belajar untuk lebih bersyukur apa yang telah di berikan kepada saya, karena banyak orang di luar sana yang kurang beruntung dari saya. Di makassar action kita melakukan outing ke pantai losari dan ke benteng somba opu.
Setelah kita di bekali selama 9 bulan ini dari Surabaya Friendship, Muntilan Prayer,dan Makassar action akhirnya kita masuk ke Mentawai Pilgrimage. Di Mentawai Pilgrimage ini hal yang kita telah di latih dan di siapkan selama 1 tahun ini akan di pakai. Di Mentawai Pilgrimage kita belajar untuk tinggal dan bermisi di daerah terluar dan terpencil. Kita di awali dengan pembekalan dari Romo Alfons dan Romo Wondo tentang Mentawai, Kita juga di semangati oleh Romo Maman tentang seorang missionaris yang sejati.
Di pertemuan ini adalah pertemuan terakhir dari seluruh rangkaian T-SoM III. Di pertemuan ini kita gak full team, teman-teman kita dari keuskupan Surabaya gak datang. Sedih sih jujur di saat menerima kabar kalau mereka gaakan ikut itu sedihh banget. Kita mengawali perjalanan misi kita di padang. Di padang kita menerima pembekalan tentang Mentawai dan memulai persiapan buat natal ceria di stasi. Di hari pertama kita harus mengunting puzzle buat anak-anak stasi sampai jam 12 malam dan di hari kedua saya dan teman saya Oka harus mengunting kardus di refter keuskupan sampai jam 2 subuh. Di sini saya mendapat sedikit flashback dengan makassar action, di makassar kita melipat kardus dan di Mentawai pilgrimage kita mengunting kardus. Setelah mengunting kardus,saya dan Oka tidur di refter keuskupan karena di kamar sangat ribut. Di pagi hari kami pun bersiap untuk berangkat ke Mentawai. Kita harus berjalan sekitar 20 menit ke dermaga Mentawai fast. Selama di kapal saya sangat kepanasan dan pusing sampai saya harus naik ke atas untuk mencari udara segar. Waktu kita di atas ternyata ada sekelompok lumba-lumba yang mengikuti kita.
Perjalanan kita ke Siberut memakan waktu 8 jam.
Sesampainya di Siberut kita ke stasi maileppet untuk acara kedatangan Bersama Bapak Uskup Padang. Sesudah snack di stasi kita menuju ke dermaga paroki. Di sini perawalan misi kita di tanah Mentawai di mulai. Kita naik kapal dan bersiap untuk keluar dari muara. Sesampainya kita di teluk, ternyata ombak yang sangat besar menampar kapal kita. Saya yang duduk di depan di tampar dengan ombak-ombak yang lewat sampai mataku perih, bajuku basah, dan aku udah merasa gaenak badan, tapi aku harus memaksakan diri aku untuk tetap kuat karena kata Pastor Marson “kita itu manusia kuat bukan manusia lemah’. Di saat itu aku sudah merasa takut tapi aku ingat akan ayat ini Yesaya 41:10 “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, Jangan bimbang, sebab aku ini Allahmu. Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau, Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.”
Sesampainya di dermaga Taileleu kita pun menuju ke stasi Santo Petrus Taileleu. Sesampainya di stasi kita semua di sambut dengan hangat oleh umat stasi dan anak-anak di sana. Saya pun di perkenalkan dengan adek aku yaitu Paten. Saya pun di antar pulang ke tempat tinggal aku selama 4 hari 3 malam. Sampai sekarang walaupun aku tidak mengenal nama Ibu sama Bapak aku waktu di sana tapi mereka mengangap aku seperti anak mereka sendiri, walaupun aku tau menjaga aku itu sangat repot. Selama di sana kita mendapat minim jaringan. Saya pun beristirahat di saat besok hari saya bersiap untuk ke gereja untuk mengikuti perayaan ekaristi minggu adven ke 4 dan natal ceria di stasi.
Saat misa minggu adven ke 4 kita memperkenalkan diri di depan semua umat. Setelah mis akita menikmati air kelapa yang sangat segar dengan manga yang sangat manis. Kita pun memulai acara natal ceria di stasi, saat natal ceria di mulai saya sangat terkejut karena anak-anak yang datang ada sekitaran 400 anak Bia dan Bir. Aktifitas natal ceria kita sangat seru, saya bisa berdinamika sama anak-anak stasi di sana dan mereka sangat dengar-dengaran. Saat melihat senyuman di muka-muka mereka di dalam hatiku semua perjuangan aku, memotong kardus sampai jam 2 subuh, memotong puzzle sampai jam 11 malam itu tidak merasa sia-sia dan saya bisa membuktikan kepada semua orang kalua aku bisa bermisi di Mentawai. Walaupun perjalanan aku untuk sampai ke titik ini sangatlah tidak gampang.
Aku juga merasa sedih karena natal ini di saat semua keluarga aku lengkap aku harus jauh dari mereka di Mentawai. Setelah kita melakukan natal ceria kita pergi ke pantai unt uk menghibur diri yang tidak ada signal. Di pantai kita bersenang-senang sepuasnya sebelum misa malam natal.
Misa malam natal di stasi ini adalah misa malam natal paling kudus dan sunyi senyap. Di awal misa itu hujan sangat deras. Tapi saat maklumat di nyanyikan hujan itu berhenti dan selama malam kudus di nyanyikan memang misa itu terasa sangat kudus. Pertama kali juga mendengar malam kudus dalam Bahasa Mentawai. Umat di sana sangat bersemangat saat mengikuti misa walaupun hujan tapi mereka tetap masuk gereja. Misa di sana terasa sakral dan kudus banget karena tidak ada ganguan. Setelah malam natal kita bersiap untuk misa natal di esok hari.
Di misa natal itu juga akan ada penerimaan sakramen krisma total yang akan menerima sakramen krisma ada 180 orang, itu BUANYAKK bangett orang yang menerima sakramen krisma. Saat Latihan untuk krisma, saya di minta untuk melatih misdinar, tapi saat saya meminta TPE untuk misa besok. Ternyata TPE itu dalam bahasa mentawai. Hari Natal pun tiba dan kita bersiap untuk misa Krisma, misa pun berjalan dengan lancar.
Setelah misa kita sangat kelaparan dan pergi membeli pop mie walaupun di saat itu panas di Mentawai luar biasa, tapi karena kelaparan kita membeli pop mie yang ternyata kita di panggil untuk makan di dalam gereja bersama umat.
Setelah makan di gereja kita berencana untuk pergi ke pantai. Saat kita mandi di pantai ada musibah yang terjadi kaki ku terinjak paku. Tapi gak sesakit itu nanti sakit pas di lap alcohol. Setelah mandi di pantai saya Kembali untuk packing barang-barang saya karena besok kita sudah pergi. Di malam hari , ada resepsi natal di stasi. Resepsi natalnya sangat meriah semua umat turut hadir untuk mengikuti. Setelah resepsi saya pulang ke rumah untuk istirahat buat besok.
Di pagi hari saya terbangun tetapi saya sedih, karena ini hari terakhir bareng umat stasi Taileleu, Saya pamitan ke ibu saya dan adek saya di rumah, Aku sangat bersyukur bisa mendapat tuan rumah yang sebaik mereka walaupun aku jarang bersosialisasi bareng mereka tapi mereka mau menerima aku tinggal di rumah mereka selama 4 hari dan 3 malam. Sesampainya di dermaga banyak umat stasi di sana telah mennungu kita untuk perpisahan. Kita berangkat Bersama dengan bapa Uskup dan rombongannya. Perpisahan ini sangat berat kita harus berpisah dengan umat stasi Taileleu, kita pun menuju ke stasi Toloulago.
Di sana kita mereayakan pesta Santo Stefanus, Sesampainya di Toloulago kita keliling daerah sana. Setelah misa kita bermain di pantai dan Kembali lagi di kapal untuk menjemput teman-teman kita di stasi tiop, setelah menjemput kita langung ke dermaga paroki.
Sesampainya di sana kita naik mobil dan di antar ke asrama maileppet. Di sana saya bisa bertemu dengan teman-teman ku yang lain, di malam hari kita lakukan adorasi Bersama bapa uskup.
Ke esokan harinya kita melakukan outing di pantai masilok. Di sana pantainya sangat indah, kami pun bermain di pantai. Setelah seharian bermain di pantai kita Kembali ke asrama maileppet dan ternyata tidak ada air untuk mandi, hal yang kita telah mennungu selama 1 tahun akhirnya akan datang yaitu misa peneguhan T-SoM III. Di sini kita berkomitmen untuk selalu mewartakan sukacita injil, Berani bersahabat, Berani terlibat dsn berani mempersembahkan semua tugas misioner yang akan di serahkan kepada ku. Di mis aini kita ada penyerahan sertifikat dan buku Identity Identified. Perjuangan kita selama 1 tahun ini akhrinya selesai.
Ke esokan hari kita pun pergi ke dermaga untuk Kembali ke kota padang, di sini perjalanan misi kita di tanah Mentawai sudah selesai. Jika di beri kesempatan lagi bagi saya untuk Kembali lagi di sini sebagai remaja, animator, pastor, uskup ataupun sebagai orang biasa, saya dengan senang hati akan Kembali lagi ke tanah Mentawai untuk mengabarkan sukacita injil. Di perjalanan Kembali sangat tidak mulus dan berombak. Sesampainya di Padang kita menuju ke paroki Santo Fransiskus Padang Baru.
Di malam perpisahan kita semua menangis dan saling maaf-maafan, di sini mungkin momen paling sedih selama T-SoM karena setelah 1 tahun Bersama kita harus berpisah. Perjalanan Kita semua selama 1 tahun ini mungkin tidak gampang, kita harus melalui banyak masalah dan rintangan di perjalanan kita. Di awal saya gaakan pernah sangka kalau orang-orang ini akan menjadi seberarti itu di hidup aku, aku gak bisa bayangkan hidupku kalau dari awal aku sudah menolak mengikuti T-SoM. Di T-SoM saya bisa mendapat keluarga baru di keuskupan sendiri yaitu mereka, mereka bertiga telah menjadi seperti adik aku sendiri dan aku kakak yang selalu menjaga mereka.
Dari T-SoM saya bisa belajar banyak hal yang sebelumnya saya belum ketahui. Di awal saat di tawarkan untuk mengikuti T-SoM saya agak ragu karena pengalaman pertama kali mengikuti pertemuan tingkat nasional.
T-SoM sudah menjadi keluarga bagi aku semua, mereka adalah orang-orang yang sangat spesial di hati aku. Walaupun memang banyak yang harus di korbankan saat mengikuti T-SoM, seperti natalan tidak dengan keluarga, harus bolos sekolah, dan lain-lain. Di sini saya bisa belajar dari orang-orang yang lebih hebat dari aku dan lebih keren, di T-SoM juga saya bisa bertemu dengan romo-romo dari berbagai macam daerah yang sangat lucu dan asik. Pernah gak sih kalian merasa nyaman sama seseorang tadk tidak merelakan untuk melepaskan mereka, AKU AKU. Aku yang belum rela kita harus berpisah, tapi aku percaya kalau rencana Tuhan bagi kita di keuskupan masing-masing. Saya berkomitmen agar lebih rajin mengikuti kegiatan dan pelayanan di Keuskupan saya.
Karena mereka aku bisa merubah pribadi aku untuk menjadi lebih baik. Pernah dengar gak lagu Penjaga Hati, salah satu lirik nya -Dia membuat ku nyaman- Itulah T-SoM III menurut
Mereka membuat aku nyaman untuk mengekspresikan diri sendiri. Mereka adalah hal paling berkesan selama tahun 2023 ini. Kalau di beri kesempatan Kembali lagi Bersama mereka aku akan mengambil kesempatan itu aku akan Kembali dan mengingat lagi kenangan indah Bersama mereka semua.
Memang menjadi seorang misionaris tidak gampang tapi seorang misionaris adalah orang yang kuat dan tidak pantang menyerah. Seorang misionaris bisa mencari jalan keluar di saat semua terlihat tidak mungkin seorang misionaris selalu siap sedia melaksanakan tugasnya, Seorang misionaris juga siap keluar dari zona nyamannya sendiri. Walaupun hal-hal ini sangat melelahkan tapi saya selalu mengingat quotes ini “Ad Maiorem Dei Gloriam”. Amsal 3:5-6 “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu”.
Waktu kita Bersama cuman 1 tahun , tapi 1 tahun itu sangat berkesan. Aku ingin berterima kasih kepada semua orang yang telah mendukung aku sampai bisa ada di posisi ini. Setelah T-SoM ini saya berjanji untuk lebih giat mengikuti kegian keuskupan, kevikepan maupun paroki. Aku masih mau Kembali bareng mereka, aku masih mau mandi kolam sambil kedinginan di griya samadhi, aku masih mau outing di Museum Misi Muntilan, aku masih mau live in di pabrik sama poco-poco di aula KAMS, aku masih mau main pantai di Masilok bareng mereka. Sekarang kita telah berpisah dan sedang berkarya di keuskupan kita masing-masing.
Mereka telah membentuk aku untuk menjadi aku yang ada sekarang. Di saat susah semua tidak kelihata se susah itu, kenapa? Ya karena ada mereka dengan aku. Di saat senang semua kelihatan se senang itu kenapa? Ya karena mereka selalu ada untuk aku. T-SoM Angkatan III mungkin sudah berakhir tapi mereka akan selalu menjadi kenangan paling berkesan dalam hidup ku. Semoga kita semua bisa di pertemukan lagi bersama-sama.
Hidup ini memang susah jadi itu Tuhan mengirimkan orang-orang hebat ini untuk bersama aku, kita mungkin berpisah tapi kita hanya jauh di mata dan dekat di hati
Satu respons untuk “”