Loysa Lili

Pendamping T-SOM#3 – Keuskupan Bandung

“APA YANG KAMU CARI”

Bunyi lonceng membangunkan saya pagi-pagi buta.  Saya keluar dari kamar dan melihat diluar masih gelap gulita, tapi kesibukkan mulai terlihat dari setiap kamar. Semua bersiap-siap untuk memulai perjalanan ke pulau Mentawai. Dipagi itu  kota Padang sudah terasa panas.  Saya mengecek persiapan dari para peserta TSOM Nasional angkatan ke 3, ternyata semua anak sudah siap, seolah mereka sudah tidak sabar berangkat ke tempat misi. Perjalanan kami mulai dengan doa pagi , doa mohon perlindungan dalam perjalanan. Dengan mengendong rangsel dipundak saya berjalan bersama kelompok yang saya dampingi  menuju ke pelabuhan Padang. Perjalanan sekitar 30 menit itu terasa sangat jauh, karena saya memgendong rangsel yang menurut saya berat. Berjalan sambil berbincang-bincang dengan pendamping dari keuskupan lain untuk mengusir rasa lelah karena beban yang berat.

Disepanjang perjalanan hati saya sudah tidak tenang, saya sibuk memikirkan anak-anak yang akan live in di stasi-stasi di kepulauan  Mentawai. Mereka akan tinggal dimana dan bersama siapa, saya mempunyai tanggung jawab terhadap  mereka, orang tua mereka sudah menyerahkan dan mempercayakan anak-anak TSOM ini kepada kami. Berusaha pasrah tapi hati saya masih bergejolak. Bahkan ketika sudah di kapal , selama perjalanan itu masih saja hati saya belum tenang….masih was-was. Perasaan was-was ini tidak sebesar  ketika saya  mendampingi para peserta TSOM angkatan 1 di Sumba. Perasaan pertama kali bermisi dan yang ke tiga ini sangat jauh berbeda. Ketika saya berkeliling dikapal dan melihat keceriaan  para peserta hati saya sedikit tenang.

Perasaan yang sudah mulai tenang itu mulai bergejolak lagi ketika semua peserta menuju ke stasi masing-masing. Berita simpang siur dari kelompok yang turun di paroki Saibi yang katanya perahunya terbalik cukup merisaukan saya. Peserta TSOM banyak yang tidak bisa berenang…..bagaimana kalau perahunya terbalik ?  Wah…pikiran nggak karuan malah membuat saya semakin resah. Keresahan yang berkepanjangan melihat beberapa kelompok diantar ke stasi yang jauh hanya menggunakan perahu boat yang kecil dan harus menempuh perjalanan selama berjam-jam. Saya masih bisa tersenyum dan memberi semangat buat anak-anak yang akan berangkat ke stasi masing-masing walaupun dalam hati resah. Mungkin karena saya seorang ibu yang menganggap semua peserta adalah anak-anak saya . Saya hanya bisa berdoa buat anak-anak yang pelayanan misi kali ini lebih banyak perjalanan melalui laut dan sungai.

Saya menaiki perahu yang akan membawa kelompok kami menuju stasi Toloulaggo, salah satu stasi yang ada dikepulauan Mentawai. Perahu melaju dengan cepat menuju stasi tempat kami bermisi, untuk memberi pelayanan selama perayaan natal di stasi Toloulaggo. Perjalanan panjang selama 2 jam kami tempuh melewati laut dan ombak yang tinggi. Biarpun didalam kapal, badan kami basah kuyub karena kapal diterjang ombak yang airnya sampai masuk ke dalam kapal. Tetapi anak-anak yang berada didalam kapal kami sebagian bersuka cita karena dapat bermain air dari cipratan ombak yang masuk ke dalam kapal.  Pikiran dan hati yang resah kembali menghantui saya……bagaimana dengan anak-anak TSOM di perjalanan menuju ke stasi-stasi tersebut. Apakah ombaknya seperti yang kami alami atau lebih besar ? Kembali saya berdoa untuk keselamatan anak-anak. Saya menyerahkan semuanya dan pasrah dengan rencana Tuhan. Dengan pasrah, saya menjadi tenang dan rasa was-was itu hilang. Meletakkan semua beban dihati dan yakin Tuhan akan selalu menyertai misi anak-anak TSOM.

Sebagai pendamping sebenarnya saya sudah berusaha menyiapkan mereka selama 1 tahun, dengan harapan mereka tahan uji dalam segala hal. Ujian-ujian pasti ada, hambatan-hambatan dalam berproses pasti juga ada. Sebenarnya saya tidak perlu was-was dengan mereka,  karena didalam kelompok mereka juga ada para pendamping dan dirdios juga menyertai dalam setiap kelompok. Benturan dalam prinsip pasti juga terjadi karena semua mempunyai latar belakang yang berbeda.

Sekolah TSOM ini bagi saya adalah sebuah formasi untuk pendidikan  para remaja ini. Formasi yang bisa  menjadikan remaja ini menjadi remaja yang tangguh dan militan. Remaja yang seharusnya lebih dari yang lain, bisa menjadi contoh, bisa menjadi garam buat teman-teman seusianya.  Refleksi adalah jiwa dari sekolah misi remaja ini dan itu yang selalu saya ingatkan kepada anak-anak, memang ahirnya saya jadi lebih keras….lebih disiplin…, bahkan dalam membuat refleksipun anak-anak sering remedial, kenapa bisa remedial ? Karena mereka harus bisa mengolah rasa dari setiap kejadian yang mereka hadapi dalam setiap kegiatan. Bukan hal yang mudah, sulit pasti, mengajari mereka untuk bisa merefleksikan setiap keadaan….menjadikan para remaja ini lebih peka sangatlah sulit. Berproses memang tidak mudah, tidak mudah bagi para peserta TSOM tapi juga tidak mudah bagi para pendamping seperti saya.

Berproses dalam mendampingi peserta TSOM juga menjadikan saya menjadi orang yang lebih sabar. Berproses juga  untuk lebih pasrah. Dalam berproses ini saya mendapatkan juga banyak hal  yang menguatkan saya sebagai seorang pendamping. Sebagai pendamping yang juga ikut berproses di stasi Toloulaggo, saya menjumpai banyak hal ditempat itu. Menjumpai bagaimana kerinduan umat stasi untuk mendapat kesempatan rahmat untuk mengikuti ekaristi. Ekaristi yang belum tentu bisa didapatkan setiap perayaan natal di stasi Toloulaggo.  Bagaimana perayaan natal itu dirayakan dengan sangat sukacita bisa saya temui disana. Misa Malam Natal yang dilaksanakan tengah malam  sekitar pukul sebelas malam juga baru saya temui pertama kali. Hal baru yang sangat mengesankan dan menyentuh hati saya . Sukacita natal saya kali ini sungguh berbeda, sangat luar biasa. Puji Tuhan saya bisa mengalami itu semua.

Hidup adalah kesempatan. Banyak kesempatan yang baik yang saya dapatkan, karena banyak kesempatan yang baik yang saya dapatkan  maka hidup saya  juga dihadapkan pada pilihan. Saya harus bisa memilih satu  prioritas yang menjadi tujuan  hidup saya.  Dengan suka cita  dan suka rela saya harus melepaskan yang baik demi sesuatu yang jauh lebih baik. Meninggalkan segala yang penting demi sesuatu yang terpenting.

Saya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang sudah Tuhan berikan. Tidak akan menyia-nyiakan rahmat yang diberikan Tuhan pada saya, rahmat kesempatan menjadi berkat bagi saya. Saya akan selalu menanggapi dengan positif, sukarela,sukacita, gerak cepat langsung menanggapi apa yang sudah ditawarkan Tuhan.

“Masing-Masing Orang Diberi Karunia Yang Berbeda. Allah Tahu Yang Terbaik Bagi Kita”

Tinggalkan komentar