Refleksi

Daniel Wisnu Rahmadi

Peserta TSOM#3 – Keuskupan Palangkaraya

“T-SOM Mengubah 360 Derajat Hidup Saya”

Puji dan Syukur atas Rahmat dan Karunia Tuhan yang Mahakuasa. Pada T-SOM angkatan ke 3 ini, di Keuskupan Palangkaraya adalah angkatan pertama untuk mengikuti program T-SOM . Puji Tuhan juga saya terpilih mengikuti program T-SOM untuk mewakili Keuskupan Palangkaraya. Ini adalah suatu kesempatan berharga bagi saya. Awalnya saya bingung apa itu T-SOM, ternyata T-SOM itu adalah Teens School Of Mission atau Sekolah Misi Remaja. Saya sangat bersyukur waktu itu saat tahu apa itu T-SOM, dan tahu apa tujuan visi dan misi T-SOM, “ohh ternyata T-SOM itu seperti ini yaa?? Wah ternyata tujuan T-SOM itu untuk bermisi yaa??.” Saya sangatlah senang waktu itu, dan juga ini adalah suatu anugerah dan rezeki yang datang dari Tuhan. Seperti yang dikatakan Romo Nur, “Banyak anak yang terpanggil, tapi sedikit anak yang terpilih.” Tapi, karena tidak terpilih, tidak memungkinkan anak itu tidak bisa menjadi seorang misionaris, tapi justru itulah yang namanya awal bagi kita untuk menyatukan visi, semangat dan komitmen untuk terlibat dalam perutusan Yesus.

Jadi, selama saya mengikuti program T-SOM selama setahun ini, banyak hal, makna dan pelajaran hidup yang saya dapatkan, mulai dari 4 pertemuan T-SOM, yaitu ada Surabaya Friendship, Muntilan Prayer, Makassar Action, dan Mentawai Pilgrimage.

Dalam perjumpaan T-SOM yang pertama yaitu “Surabaya Friendship”, saya bertemu teman-teman dan sahabat baru dari berbagai Keuskupan. Inilah pertemuan yang dinamakan dengan tema “Friendship” yaitu menjalin relasi, komunikasi, dan persahabatan kepada orang baru. Setelah itu, di “Surabaya Friendship” kita diajarkan memahami apa itu T-SOM: Visi Misi dan tujuan diadakannya kegiatan T-SOM ini. Saya juga diajarkan untuk mengenali diri saya sendiri, siapakah aku ini di hadapan Tuhan? Apa keunikan dan kelebihan serta kekuranganku? Kekuatan apa yang aku miliki? Semua itu diperlukan sebagai langkah awal mengenal lebih dalam diri sendiri. Banyak hal, makna dan pelajaran hidup yang saya dapatkan dari “Surabaya Friendship” ini. Dulunya saya adalah seorang yang pendiam, pemalu, introvert, tidak suka keramaian, suka menyendiri, dan tidak mudah bergaul. Saya sempat merenungkan dan berfikir seperti ini “bagaimana ingin mengenal orang lain kalau tidak mengenali diri sendiri?.” Dari “Surabaya Friendship” ini mengajarkan saya untuk mengenal diri sendiri, mudah bergaul, membangun relasi, membangun kekompakan, percaya diri, selalu yakin dalam setiap hal yang akan saya hadapi, dapat membuka diri dan dapat menyesuaikan diri dimana tempat yang akan membangun relasi persahabatan itu sendiri. Sungguh, pengalaman yang sangat berharga, penuh sukacita dan penuh rahmat bagi saya saat pertemuan pertama T-SOM ini. Kita semua memulai perjalanan sebagai sahabat mulai dari “Surabaya Friendship” ini. Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk sosial, makhluk yang tidak dapat hidup seorang diri, makhluk yang selalu melibatkan orang lain dalam kehidupannya. Semuanya itu merupakan sebuah rangkaian perjalanan iman dan persahabatan di dalam Tuhan.

Pada perjumpaan T-SOM yang kedua yaitu “Muntilan Prayer”, dimana pertemuan kedua ini dibuat dalam bentuk retret selama tiga hari. Pada pertemuan ini saya diajak mendengarkan, merenungkan, dan melaksanakan Sabda Allah untuk memahami arti penting Kitab Suci untuk kehidupan saya. Jadi, di pertemuan kedua ini saya diajarkan untuk mengenal apa itu Kitab Suci, mendalami Kitab Suci, dan memahami arti penting Kitab Suci Bagi kehidupan saya. Tema pertemuan nasional kedua T-SOM angkatan 3 adalah “Hatiku Berkobar-Kobar Mendengarkan Sabda Tuhan.” Pada “Muntilan Prayer” ada beragam kegiatan berupa pendalaman materi, diskusi, refleksi, dinamika kelompok, Ekaristi, meditasi, Doa Taize, jejak misi dan outing Rohani. Pelajaran hidup yang saya dapatkan dari pertemuan kedua ini adalah; saya lebih mengenal apa itu Kitab Suci, sebelum “Muntilan Prayer” saya dulu sangat jarang membaca Kitab Suci. Pada saat saya ingin membaca Kitab Suci rasanya malas, tidak ada waktu luang untuk membaca Kitab Suci, dan saya merasa membaca Kitab Suci itu membosankan. Jadi, dari pertemuan kedua ini, saya banyak mendapatkan pelajaran, ternyata yang saya alami selama ini itu salah, pada kehidupan kita itu sepenuhnya bergantung kepada Kitab Suci. Setelah pertemuan “Muntilan Prayer” ini, saya lebih sering meluangkan waktu untuk membaca Kitab Suci dan Berdoa. Dari sini lah saya belajar mendalami Iman saya dan mendalami Relasi kepada Tuhan.

Setelah pertemuan kedua telah selesai, dilanjutkan dengan Jambore Nasional ke “180 Tahun” dengan tema “Berbagi Sukacita Injil dalam Kebinekaan: Bershahabat, Terlibat, dan Menjadi Berkat. Kegiatan Jambore Nasional Sekami 2023 ini bisa menjadi contoh jelas dari kebinekaan yang kita hidupi. Di sini saya berjumpa teman-teman misioner dari aneka daerah di Nusantara. Bersama-sama kita belajar untuk menerima, menghargai, dan mencintai setiap perbedaan yang ada. Di tengah perbedaan ini, kita mau berbagi sukacita yang bersumber dari Kristus sendiri. Pada Jambore Nasional Sekami, kami diajarkan dan di edukasi dengan materi; Aku Bangga Menjadi Anak Katolik, Panggilan Gereja Berimisi, Anak Misioner: Bersahabat, Terlibat, Menjadi Berkat. Serta, kami sahabat-sahabat misioner akan ada kunjungan ke suatu tempat untuk berbagi sukacita. Saya  waktu itu mendapat kunjungan misioner ke Vihara Griya Vipassona Avalokitesvara. Hal yang berkesan bagi saya adalah pada saat saya mengunjungi Vihara dan saya bertemu dengan seorang Biksu yang sangat baik dan sangat ramah dan menyambut kami dengan sangat hangat. Disana kami diajarkan oleh Biksu tentang apa itu Agama Buddha, mengenal Agama Buddha, dan sejarah Agama Buddha. Kami juga diajarkan Biksu cara untuk merileksasi badan dengan gerakan, dan kami juga diajarkan cara meditasi. Sungguh ini adalah pengalaman yang luar biasa bagi saya, inilah suatu hal yang saya harapkan kepada semua orang untuk saling menghargai, saling menghormati, dengan kesadaran kesolidaritas antar umat beragama di Indonesia. Saya bersyukur dilahirkan di Tanah Air Indonesia ini, di tengah bangsa yang memiliki keragaman suku, budaya, bahasa, dengan agama. Semoga Engkau selalu mengajarkan kami untuk menghargai saudara-saudara kami yang berbeda suku, budaya, bahasa, dan agamannya dengan kami, karena siapapun mereka, itulah saudara dan saudari kami setanah air, yang lahir dari rahim yang sama, rahim Ibu Pertiwi, Indonesia.

Pada perjumpaan T-SOM ketiga yang bertajuk “Makassar Action”. Dimana, pada pertemuan ketiga ini kami diajarkan materi tentang ASG (Ajaran Sosial Gereja). Setelah diajarkan materi tentang ASG, kami langsung mempraktikkannya langsung di tempat-tempat yang sudah disiapkan oleh Tim. Disana, saya membantu aktivitas-aktivitas yang ada di tempat live-in, dan saya ditempatkan di sebuah toko roti pada saat itu. Banyak hal yang saya pelajari dari “Makassar Action” ini, saat sedang bekerja di toko roti, saya berfikir dan merenung seperti ini “ternyata orang tua kita mencari uang itu tidak mudah ya? Ternyata bekerja itu tidak semudah yang di bayangkan ya? Ternyata bekerja itu melelahkan ya?. Jadi kita itu harus menghargai jerit payah orang tua yang sudah menghidupkan kita dari kandungan hingga saat ini, dan juga kita tidak boleh meremehkan pekerjaan seseorang, seperti yang kita bayangkan pekerjaan ini sangatlah mudah, ternyata saat mempraktikkannya sangat lah susah. Dari sini lah Ajaran Sosial Gereja yang kita pelajari, kita harus siap secara fisik, mental, dan hati, untuk menjadi seorang Misionaris di zaman sekarang yaitu kita harus berani mengambil resiko terhadap suatu hal yang akan dihadapi, pantang menyerah, percaya diri, dan tangguh. “Makassar Action” mempunyai cerita aksi misi tersendiri “kita membantu orang lain, dan orang tersebut merasa terbantu oleh hadirnya kita. Dari sini lah tumbuhnya buah berkat. Kita memberikan berkat kepada orang lain, dan juga orang lain memberikan berkat kepada kita”.

Pada perjumpaan T-SOM keempat yang bertajuk “Mentawai Pilgrimage”. Dimana pertemuan keempat ini akan menjalankan latih tugas perutusan misioner menuju ke Tanah Misi Pulau Mentawai, yang tepatnya di Keuskupan Padang. Jadi, pertemuan keempat ini berbeda dengan pertemuan-pertemuan sebelumnya. Pada pertemuan keempat ini, adalah pertemuan yang sangatlah berkesan, dan banyak hal dan pengalaman serta pelajaran hidup yang didapatkan disana. Mulai dari menganggap teman-teman T-SOM bukan hanya seorang teman atau sahabat, tapi menganggap mereka seperti keluarga kita sendiri, serta perjalanan bermisi ke Tanah Mentawai. Awalnya pada saat ingin bermisi ke Tanah Mentawai, saya kepikiran seperti ini: “Bagaimana ya situasi di sana? Bagaimana ya kondisi di Stasi ku? Bagaimana dengan orang orang disana? Saya pun berdoa lalu suara hati saya berbicara seperti ini: “kita kan ingin bermisi, mengapa kamu cemas? Mengapa kamu khawatir? Mengapa kamu takut? Kamu tidak sendiri disini, percayalah, dan hadapilah”. Jadi sejak itu perjalanan misi telah dimulai, dari Paroki Maileppet menuju ke Stasi Ugai-Butui. Banyak hal dan rintangan yang kami lalui mulai di perjalanan dengan perjalanan cukup jauh, berjalan kaki dengan membawa tas yang cukup berat, melewati segala hutan yang lebat, jalan berbukit, dan melewati gelapnya malam. Pada perjalanan ini, saya sangat bersyukur dan menikmati perjalanan saya sambil bercanda-tawa dengan teman-teman. Sesampainya di Stasi Ugai, rasa lelah saya pun hilang. Karena disambut baik dan ramah dengan warga disana. Saya sangat terharu saat kegiatan Natal Ceria, dimana anak-anak disana sangat semangat dan gembira. Hati saya pun menggebu-gebu turunnya sukacita yang diberikan Tuhan kepada saya, dan berkat itu kita berikan kepada anak-anak disana. Ternyata bermisi itu menyenangkan, rasa lelah saya itu hilang setelah kami memberi berkat, memberi sukacita, memberi penguatan kepada anak-anak dan remaja disana. Juga, pada saat di Stasi Ugai, tuan rumah dan keluarga saya di tempat live-in mengatakan ini kepada saya; “Daniel, lama-lama saja ya kamu disini, kamu sudah Bapak Ibu anggap jadi anak sendiri” pada saat keluarga saya mengatakan itu, saya sangat terharu dan ingin menangis. Keluarga saya di tempat live-in sangat baik, sangat perhatian, dan sangat menyayangi saya. Pada saat itu saya jadi teringat dengan Bapak saya yang 2 tahun lalu di panggil ke atas pangkuan Bapak di Surga, saya merasa Bapak tuan rumah saya itu seperti Bapak saya sendiri, dan saya merasa di sayangi, dan diberi perhatian olehnya. Bermisi di Mentawai ini, saya sangat mendalami aksi Misi yang Tuhan Anugerahkan kepada saya, mulai dari waktu kebersamaannya, orang-orangnya yang sangat baik dan ramah, tempatnya yang sangat indah dan nyaman, dan pengalamannya yang sangat berarti, serta menambah nilai kehidupan saya. Alur proses T-SOM “Mentawai Pilgrimage” kali ini kita maknai sebagai bentuk berjalan bersama Yesus dalam bingkai perutusan misi para murid-Nya di Tanah Mentawai.

Inilah perjalanan saya selama setahun ini mengikuti T-SOM. Mulai dari setiap makna dan pelajaran hidup dari setiap pertemuan T-SOM yang saya dapatkan. T-SOM ini mengubah 360° hidup saya, mulai dari kebersamaannya, dari pengalamannya, dan dari bimbingan nya. Bermisi itu ternyata sangat menyenangkan, menumbuhkan benih Iman kepada orang lain, mewartakan Injil, dan menumbuhkan Sukacita. Tuhan pasti sudah merencanakan yang terbaik bagi saya, dan menjadi anggota TSOM adalah rencana Tuhan yang sangat luar biasa. Tuhan mau saya mendalami iman, menjadi saksi, bermisi dalam diri, keluarga, dan masyarakat. Kita adalah misionaris yang diutus untuk bermisi. Bermisi bisa kita artikan sebagai suatu kesediaan melepaskan diri sendiri (egoisme), lalu siap berbagi atau melayani sesuai apa yang dibutuhkan oleh lingkungan kita dimana kita berada. Kata kunci yang ketiga dalam Gereja Sinodal adalah misi. Orang yang bersahabat hingga menghayati persekutuan agar tergerak hati terlibat berpartisipasi dalam gerak dan misi Bersama. Dengan adanya T-SOM ini remaja misioner saling mengulurkan tangan dan memberikan hati untuk bersahabat akan dengan senang hati untuk terlibat dalam arah bersama yakni menjadi berkat. Misi anak misioner adalah menjadi berkat bagi sesama. Misi ini dihidupi dengan semboyan Childreen Helping Childreen dan semangat 2D2K. Terimakasih atas proses T-SOM selama setahun ini ada susah senang bersama, dan suka duka bersamanya. Pertemuan yang singkat ini menjadi kenangan sepanjang masa yang tak akan terlupakan.

Quote :

Berjalan bersama Yesus, saling berbagi untuk meneguhkan satu dengan yang lainnya.

Tinggalkan komentar