Louissa Wayan Putri Takayo
Peserta TSOM#3 – Keuskupan Palangkaraya
“Lembar Kecil, Sejuta Tinta”
Suatu pencapaian yang luar biasa rasanya bisa sampai di titik ini.
Perjalanan 1 tahun yang tidak mudah, mengarungi begitu banyak pelajaran hidup yang beberapa menggores luka yang cukup dalam juga melukis kebahagiaan yang sangat indah. T-SOM, bagi aku adalah lembaran didalam sebuah buku, dihiasi oleh tinta cantik di dalamnya. Mungkin kalau dipikir-pikir proses ini sangat rumit untuk dijalani di era remaja jaman sekarang, dan beruntung sekali bisa terpilih dari sekian banyaknya remaja untuk mengemban tugas ini. Kenapa? Karena pengalaman berharga ini tidak bisa dibeli dengan uang. Kemudian aku didorong oleh support dan semangat dari berbagai pihak, hal itu yang membuatku mulai belajar banyak hal, mulai dari mengenal banyak pribadi baru di tahun 2023. Aku yang dulu selalu sering bersikap acuh dan kurang suka keramaian sampai di titik aku berjumpa dengan teman-teman Se- Indonesia, kemudian aku ditantang beradaptasi dengan pribadi dan beribu karakter, dan akhirnya aku menemukan definisi arti sebuah keluarga. Tenyata, aku cuma perlu ketemu banyak people dengan berbagai macam karakter untuk sampai ditahap “Oh tenyata masih banyak ya manusia baik untuk bilang bahwa perlakuan buruk orang dimasa lalu ya basic as human aja.” Dan dulu kayanya aku hanya tenggelam di lautan kenangan. Aku merasa bersalah banget, mengambil keputusan untuk tetap berada didasar laut, padahal kalau sedari awal aku punya niat untuk menarik diri keluar, mungkin aku sudah lama sembuh. Aku selalu ngerasa ga pantas untuk segala hal, hanya karena merasa diriku kurang. Bahkan diiringi rasa insecure yang berlebihan, karena aku ga mampu memberikan yang terbaik. Tapi Tuhan selalu membisikkan ke telingaku bahwa kupu-kupu sama sekali tidak bisa melihat keindahan warna sayapnya, tapi sekelilingnya bisa melihatnya. Aku juga kita semua pernah salah langkah, pernah salah mengambil keputusan, pernah salah merespon keadaan, mungkin karena kita belum tau. Namanya juga proses, kita ngga boleh berhenti belajar di setiap momennya. Lewat teman- teman dari 13 Keuskupan dan pengalaman dari 4 daerah. Rasanya segala kekuranganku seketika sirna, layaknya tempat yang dihiasi cinta kasih di dalamnya. Aku sangat bersyukur, karena semesta telah memberi kesempatan padaku untuk bertemu dengan sosok-sosok hebat seperti mereka. Begitu indahnya semesta, sudah menciptakan insan yang begitu baik hatinya, yang bisa menghidupkan hatiku seperti nyala api yang berkobar-kobar dan mau menerimaku apa adanya. Aku dipertemukan kepada insan yang bisa memberi cahaya pada ruang yang gelap gulita. Begitu banyak yang datang memberi penerangan, kepada diri yang sudah lama redup. Layaknya pelangi setelah hujan, aku berharap setelah kesedihanku juga redup ku, bahkan ketakutanku selama ini, mendatangkan banyak berkat dan menyembuhkan luka-lukaku hingga mewarnai hidupku lalu berbahagia seperti pelangi yang indah di langit-langit. Berbicara tentang pertemanan, aku juga memahami bahwa relasi ku tidak cukup didunia aja, karena aku juga punya Tuhan Yesus. Bagiku Rumah tanpa lampu aja gelap, apalagi berlari mengejar masa depan Tanpa Tuhan Yesus. Banyak orang berlomba-lomba mendefinisikan arti rumah, tapi sejauh ini rumah yang menghadirkan ketenangan terbaik saat pulang cuma Yesus. Iya, cuma Dia.
Injil Matius 22:14 mengatakan “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.”
Dalam diriku sekarang, juga ke depannya aku siap dipanggil dan dipilih. Aku siap menjadi Laskar Kristus yang sejati dengan mengamalkan Doa, Derma, Kurban, Kesaksian di setiap part hidupku. Ada lagu Pastor Garin, MSF dengan judul Menjadi Utusan dan lirik “Dia tidak mempunyai 2 tangan lagi, dan kini Dia miliki kita semua tangan-tangannya.” Aku harap aku bisa meneladani lirik tersebut, termasuk meneladani sikap Bunda Maria yang tidak pernah mengeluh dalam perutusan menjadi Bunda Tuhan, hendaknya aku juga begitu. Tidak mengeluh untuk mewujudkan Moto “Children Helping Children” di setiap jalan hidupku. Terimakasih banyak untuk T-SOM yang mengajarkanku banyak hal. Lewat 1 tahun ini, aku bisa berdamai dengan segala hal dan menerima setiap peristiwa yang aku alami. Kesalahan yang kubuat akan ku perbaiki, kegagalan yang terjadi akan kucoba lagi, hal-hal yang tidak aku kuasai akan ku pelajari sebaik mungkin. Bahwasanya semua butuh proses, karena padi yang dipanen hari ini tidak ditanam kemarin. Hingga pada akhirnya, aku sadar bahwa bagian terbaik dari pertemuan ini adalah perasaan itu sendiri, aku pernah merasakan rasa suka maupun dukanya, sesuatu yang sulit dilukiskan oleh kuas sang pelukis, sulit disulam menjadi puisi oleh sang pujangga, tidak bisa dijelaskan oleh mesin canggih sekalipun. Walaupun waktu yang diberikan terasa singkat, terimakasih mau tertawa bahkan menangis bersama. Barangkali nanti pahit yang aku ingat, aku tidak akan lupa. Barangkali puing-puing itu akan pudar juga tidak akan lupa. Barangkali nanti hilang, aku akan selalu ingat bahwa aku, kalian dan kita pernah ada. Semoga Tuhan mampukan dan mudahkan setiap langkah serta proses kita dalam peziarahan didunia ini. Dan semoga ke depannya T-SOM dapat berkembang dengan baik dan melahirkan misionaris-misionaris cilik yang Cerdas, Tangguh, Gembira, dan Misioner. Akhir kata terimakasih untuk semuanya. Papah dan Mamah yang selalu menemani dan memberikan support. Terimakasih juga kepada BN-KKI, Bapak Uskup, Para Romo, Suster, Para Pendamping, Teman-Teman baik, bahkan Surabaya Friendship, Muntilan Prayer, Jamnas Sekami, Makassar Action, Mentawai Pilgrimage serta yang terlibat di dalamnya. Beruntung sekali bisa bertemu kalian. Terimakasih telah membuat kakiku bisa berdiri kokoh sampai saat ini.
Kalo kata Hivi di lirik lagu Teman Sejati “Meski tak ada yang abadi, tapi kamu kan selalu dihati.”
I hope we continue to be together, always share stories and become friends forever.
Bahagia selalu ya!!
Ku titip kalian disegala hal-hal baik yang Tuhan sediakan!
Terimakasih dariku, untuk kalian.
Salam Misioner,
Wayan ❤