Refleksi

Stephanie Hanna Nazaretha Harahap

Peserta TSOM#3 – Keuskupan Agung Medan

Berkembang Dalam Kristus

Perjalanan mengikuti kegiatan Teen’s School of Mission atau lebih sering disebut dengan TSoM menjadi suatu kebanggaan dari dalam diri saya dan menjadi suatu berkat bagi diri saya terutama untuk pengalaman kehidupan. Ketika saya terpilih menjadi anggota TSoM, tentunya perasaan saya sangat senang. Namun, dalam waktu yang sama, saya juga harus mampu untuk keluar dari zona nyaman saya dan memulai sesuatu yang baru dan itu menjadi tantangan bagi saya. Tentunya, saya juga mengalami suka dan duka selama perjalanan misi saya, dan setiap perasaan tersebut saya syukuri dan saya nikmati. Suatu rahmat yang sangat luar biasa saya mampu menjadi bagian dari sini. Dimana saya berkembang dalam iman saya bersama teman-teman yang berasal dari 14 Keuskupan dan membangun relasi yang baru dan saya menjadi banyak mempunyai pertemanan yang luas. Melalui kegiatan ini kami dituntun untuk lebih mendalami iman kami dan mencari tau “Sebenarnya kita itu siapa sih?”. Didalam setiap pertemuan, kami melakukan pendalaman iman agar iman dan diri kami semakin dewasa dalam bertindak. Saya semakin mempelajari, bahwa karya pelayanan bukan hanya sekedar pergi ke Gereja, menjadi bagian dari kegiatan liturgi, dan kegiatan lainnya. Melainkan, saya mengetahui bahwa karya pelayanan sangat banyak macamnya. Seperti langsung terjun ke daerah daerah yang masih minim pengetahuan akan imannya, karya pelayanan untuk mewartakan sabda Allah dan mengajak para umat untuk mengikuti Kristus, dan berbagai kegiatan pelayanan lainnya. Tentu tidak mudah untuk melakukan itu semua. Perlu kekuatan fisik, iman, mental, dan jiwa yang kuat dalam menghadapi tantangan dalam pelayanan. Begitu juga dengan yang kami lakukan. Kami melakukan 4 pertemuan di lokasi yang berbeda dengan suasana & topik yang berbeda juga. Pertemuan pertama kami lakukan di Surabaya dengan tema ‘Surabaya FriendShip’, lalu pertemuan kedua kami lakukan di Muntilan Dengan tema ‘Muntilan Prayer’, lalu pertemuan ketiga kami lakukan di Makassar dengan tema ‘Makassar action’ , kemudian pertemuan terakhir kami lakukan di Padang dan Mentawai dengan tema ‘Mentawai pilgrimage’. Yuk lihat apa saja yang saya lakukan di ke-4 pertemuan yang sangat berharga ini!

Surabaya Friendship adalah pertemuan pertama kami yang kami lakukan di surabaya. Ini adalah awal langkah kami dalam proses untuk terlibat dalam karya perutusan Yesus. Dipertemuan ini, kami diberikan penjelasan mengenai kegiatan TSoM ini. Dipertemuan ini, saya bertemu dengan teman teman dari berbagai Keuskupan dan juga bertemu pendamping & dirdios yang sangat mengagumkan!. Kami melakukan perkenalan diri bersama dengan orang orang yang mengesankan. Kami juga diberikan materi oleh para romo. Materi yang dipaparkan bertopik ‘Siapa diriku ini?’ dan dibawakan oleh romo yang paling saya kagumi, yaitu Romo Yohanes Sigit, SCJ. Materi yang dibawakan romo sangat saya tanamkan dalam diri saya, apalagi saya yang masih susah untuk mengenali diri saya dan mengerti diri saya. Materi dari romo masih saya catat dengan rapi dalan buku saya, dan menjadi bagian favorit saya. Setelah melakukan beberapa kegiatan, saya sadar bahwa teman-teman yang ada disini sangat seru dan membuat pertemuan ini menjadi lebih meriah. Kami juga melakukan kegiatan outbound dengan tema “I’m Possible’. Sama seperti judul pertemuan kami, yaitu ‘Friendship’, dimana kami di pertemuan ini masih membangun hubungan keakraban dengan satu sama lain. Kegiatan ini sangat menyenangkan. Pengalaman yang paling saya ingat adalah ketika kami melakukan doa Rosario sambil berkeliling mencari jalan. Berbagai kegiatan seru kami lakukan disini. Di awal pertemuan ini, saya langsung mendapat teman yang sangat seru dan unik. Tanpa malu malu, kami langsung berteman dan bertukar cerita mengenai apa tanggapan kami mengenai kegiatan ini saat pertama kali dipilih, bagaimana kesan kalian selama berkegiatan di Keuskupan, dan topik menarik lainnya. Kami juga diajarkan bagaimana cara refleksi yang baik, dan sampai sekarang masih kami lakukan bersama. Kegiatan refleksi yang dilakukan, tetap saya terapkan sampai sekarang. Karena saya tau bagaimana manfaat yang diberikan. Di sekolah, kami melakukan kegiatan refleksi dengan nama lain Examind. Saya merasa saya menjadi lebih terbuka dan lebih gampang melakukan kegiatan tersebut dokarenaTSoM. Balik ke pengalaman, kami melakukan Ibadah malam Garam dan Terang. Banyak kesan dan makna yang saya dapat disini. Lanjut ke pertemuan kedua kami yaitu Muntilan prayer yang kami lakukan di Muntilan. Saya berjumpa lagi dengan teman-teman dan pendamping yang hebat hebat. Di pertemuan ini, kami tidak boleh menggunakan handphone karena disini kami lebih mendalami tentang iman. Kami belajar bagaimana kita harus menerapkan Alkitab kedalam kehidupan kita dan tekun dalam berdoa. Saya menyadari, bahwa berdoa itu sangat seru. Apalagi kalau dilakukan secara bersama sama dan tujuan berdoanya sama. Pertemuan unik saya alami disini. Yang dimana awalnya saya tidak pernah merasakan suatu hal, akhirnya saya mengalami hal tersebut sekarang. Selama di Muntilan Prayer, sebenernya situasi mental saya sedang tidak stabil. Seperti yang saya ungkapkan diawal, bahwa dalam bermisi pasti mempunyai tantangan dan membutuhkan mental yang kuat. Di pertemuan ini saya mengalami rasa cemas, sedih, dan takut. Saya mengalami beberapa perubahan dalam diri. Saya merasa kesepian selama pertemuan ini, padahal banyak teman teman di sekitar saya. Apalagi, teman saya mengalami hal yang duka karena ayahnya drop dan masuk rumah sakit. Saya tentunya ikut untuk menghibur nya. Saya pastikan, mungkin saya semakin merasa sedih karena teman saya sedang mengalami hal yang duka, dan saya ikut merasakan hal tersebut. Lalu, saya juga jauh dari orang tua dan saya merasa sedih. Tidak berlama-lama berlarut dalam kesedihan, saya meyakinkan diri saya untuk tetap mampu bemisi dan tidak boleh mengedepankan rasa cemas saya dibanding rasa semangat saya. Kami melakukan kegiatan mengunjungi berbagai tempat mengenai iman dan sejarah sejarah. Sungguh membuat hati adem rasanya. Saya melihat berbagai barang peninggalan Katolik. Sangat unik dan sangat bangga bisa melihat hal tersebut. Setelah melakukan kegiatan pertemuan di muntilan, kami melanjutkan kegiatan Jambore Nasional yang berlokasi di seminari Mertoyudan, Magelang. Disinilah saya merasa sangat senang. Entah mengapa, perasaan saya langsung berubah total. Saya yang tadinya sedih menjadi sangat ceria di JamNas ini. Saya bertemu dengan orang orang baru lagi dan menciptakan relasi yang banyak juga. Saya mendapat tim bawil yang sangat sangat seru. Kegiatan selama Jambore Nasional juga tidak kalah seru. Disinilah TSoM dipandang keren dan menakjubkan oleh teman teman JamNas saya. Mereka tertarik untuk mengikuti kegiatan ini. Kami juga melakukan pendalaman materi bersama Bapa Uskup. Pembukaan dari Jambore Nasional tidak akan pernah saya lupakan. Dimana budaya jawa sangat ditonjolkan dan saya sangat menyukai hal hal yang berbau budaya. banyak pengalaman berharga yang terjadi disini. Saya juga belajar banyak dari kegiatan JamNas ini dan melatih diri dalam beradaptasi. Sangat mengagumkan! Setelah melakukan Muntilan Prayer, kami melanjutkan dengan kegiatan Makassar Action yang juga tidak kalah seru dibandingkan pertemuan lainnya. Di Makassar Action ini, kami secara langsung turun untuk melakukan aksi dalam bermisi. Kami melakukan kegiatan live in di masing masing tempat. Kami menerapkan prinsip ASG (Ajaran Sosial Gereja) selamaa live in. Saya mendapat tempat live in di Pabrik tepung atau PT. Eastern Pearl Flour Mills. Kami turun bermisi hanya setengah hari disini. Saat pertama kali sampai disini, saya takut karena semua nya berbentuk besar. Banyak truk yang mondar mandir disini dan benar-benar harus berhati-hati ketika jalan. Tidak sembarang orang bisa masuk kedalam perusahaan ini. Saya pergi melihat langsung bagaimana para pekerja itu bekerja. Saya pergi kesana sekalian untuk mengamati bagaimana kehidupan pekerjaan disana. Saya dan kelompok saya membantu bersih-bersih di perusahaan dan membantu mempersiapkan segala yang dibutuhkan, contohnya menyiapkan makan siang para pekerja. Saya melihat langsung bagaimana mereka bekerja dan bagaimana mereka solid dalam bekerja dan saya tidak mendengar satu lontaran kata ‘lelah’ atau mengeluh dari mulut mereka. Saya ingin seperti mereka, bekerja tanpa mengeluh. Pengalaman yang sangat berharga bisa langsung masuk ke dalam perusahaan. Saya juga mengajak orang orang disana berbincang apa masalah yang sering mereka alami dalam bekerja. Dari cerita mereka, saya menyadari saya masih perlu bersyukur untuk segala hal yang masih diberikan pada saya. Saya juga melihat bagaimana situasi tegangnya ketika sedang melakukan meeting mengenai masalah di kantor, saya ikutan merasakan suasana tegang yang tercipta disana. Lalu, semua kegiatan yang kami lakukan, kami dokumentasikan dan kami refleksikan. Setelah itu, kami akan mempresentasikan hasil dari live in kami kepada teman teman dan pendamping TSoM. Kami mendapat pujian dari romo sebagai tempat live in yang serius dalam bekerja, dan kami sangat senang mendapat pujian itu. Setelah kegiatan ini, kami tentunya melakukan outbound bersama teman teman dan pergi ke beberapa tempat wisata di Makassar. Perasaan saya sangat senang, karena disana kami semakin dekat antar sesama. Selanjutnya, kami melakukan pertemuan terakhir di Mentawai. Kegiatan Mentawai Pilgrimage adalah kegiatan dimana kami bermisi di kepulauan mentawai yang dimana masyarakat disana masih terikat dengan adat atu tradisi tradisional dalam melakukan kegiatan. Perasaan saya sangat senang dalam melakukan kegiatan ini, saya tidak sabar sekali untuk langsung terjun kesana. Walau saya membawa tas gunung yang memiliki berat 15 KG, saya tetap semangat. Sangat lucu melihat bahwa tas saya sangat besar dibandingkan teman sekelompok saya yang lain. Walau pundak saya rasanya sakit, tapi tidak setara dengan rasa semangat yang saya miliki. Sebelum kami pergi ke mentawai, tentunya kami diberikan pengarahan untuk bermisi dan diberikan cuplikan video mengenai mentawai. Yang saya pikirkan awalnya adalah “bagaimana ya masyarakat disana? Apa saya bisa berbaur dengan mereka?” “apa saya bisa mengerti bahasa yang mereka ucapkan?” “Saya sanggup tidak ya disana?” dan masih banyak pemikiran saya yang lain. Tibalah harinya, dimana kami akan berangkat untuk pergi bermisi ke Mentawai. Kami jalan kaki pergi ke dermaga sambil menyandang tas masing masing. Rasanya berat sekali menyandang tas saya. Saya sempat merasa sial karena saya lupa untuk meletakkan barang yang tidak diperlukan disana. Kami berangkat ke dermaga subuh subuh, dan sampai disana sekitaran setengah 7. Saat sampai di dermaga, situasi dermaga sangat ramai. Saya pikir akan sangat sepi, ternyata banyak juga yang datang ke Mentawai. Saya juga melihat banyak orang membawa barang seperti hadiah mainan anak anak, makanan berkardus, dan pakaian. Saya berpikir, mungkin mereka sama seperti kami yang sedang melakukan misi. Tak lain juga, saya melihat orang memakai seragam layaknya orang bermisi seperti kami. Hati saya adem rasanya melihat hal tersebut. Kami menempuh perjalanan selama 8 jam pergi ke mentawai menggunakan kapal. Saya merasakan hal unik lagi, yaitu mabuk laut. Kalau diingat ingat sangat lucu dan aneh. Kami pergi ke basecamp untuk singgah sebentar, yaitu di Paroki Siberut. Saya bertemu dengan anak anak Bir Siberut. Saya langsung gabung bersama mereka dan bercerita. Ternyata mereka ramah ramah sekali. Mereka juga mempunyai ciri khas yang unik dan mempunyai pesona yang indah. Mereka sangat menghargai kedatangan kita, bahkan sangat senang ketika kita datang. Tidak berlama lama, kami pergi berangkat ke stasi tempat kami bermisi. Saya bermisi di Stasi ugai atau di Desa Madobak. Perjalanan kami sangat unik tauu!. Kami awalnya pergi menggunakan mobil pick up, dan kami melewati pemukiman warga. Selama perjalan, kami melewati laut juga. Setelah setengah perjalanan, tiba tiba mobil pick up kami tidak bisa melewati jalan karena sedang direnovasi. Kami semua bingung, kami harus pergi naik apa kesana. Karena kata penduduk sekitar, perjalanan ke stasi ugai sekitar 2 atau 1 jam. Melihat semua barang bawaan kami, kami sama sama bingung. Apalagi situasinya akan segera maghrib dan tidak ada listrik. Kami langsung memutuskan untuk berjalan saja. Kami saling tertawa dan berpikiran ‘inilah misi sesungguhnya’. Kami berjalan melewati hutan-hutan dan sungai kecil. Hari mulai gelap, sudah banyak binatang binatang kecil mengeluarkan suara dan kami juga mulai mengeluarkan senter untuk menerangi jalan kami. Selama perjalanan, kami saling melontarkan candaan agar perjalanan kami menyenangkan dan tidak membosankan. Kami sudah melihat pemukiman warga lagi, dan kami memutuskam untuk beristirahat sebentar di warung. Kami makan disana sembari menunggu kereta viar menjemput kami, karena sudah tidak mungkin kami berjalan lagi. Kami berbincang dengan warga disana. 1 makna yang saya dapat adalah ‘mereka tidak setertinggal yang kita kira’. Setelah sekian lama, akhirnya kereta viar datang dan mengangkut barang dulu, baru kami. Selama perjalanan, kami melewati hutan-hutan yang gelap, dan ada saja warga yang berani jalan sendiri tanpa lampu ditengah tengah hutan yang gelap. Langit malam di mentawa sangat terang, tidak seperti di kota. Cahaya rembulan dan angin malam menemani perjalanan kami sehingga perjalanan kami terasa nikmat. Tak sampai disitu, kami tetap harus berjalan lagi ke stasi ugai karena jalannya rusak. Memang jaraknya tidak jauh lagi, tapi rasa lelah ini sudah memuncak. Tapi namanya bermisi, tetap harus semangat dan pantang menyerah dalam melakukan perjalanan. Kami sampai di stasi ugai sudah malam, padahal harusnya kami sampai sore hari. Saya sangat terharu melihat para warga stasi Ugai menunggu kami sampai malam. Saat kami sampai, mereka semua menyapa kami dan bekerumun. Saya melihat bagaimana cara mereka berinteraksi dengan kita. Awalnya mereka sangat malu malu, tapi ketika kami menyodorkan makanan, mereka sudah tidak malu lagi dan malah semakin dekat dengan kita. Penduduk Stasi Ugai sangat baik dan ramah, mereka selalu menyapa kita dan selalu berusaha untuk membuat kita nyaman. Kita hanya jalan saja, mereka bisa menyapa dengan lembut sambil tersenyumm. Saya tinggal di rumah penduduk dan sudah saya anggap sebagai keluarga saya. Saya sangat senang tinggal bersama mereka, karena saya benar benar dianggap seperti anak sendiri oleh mereka. Mereka selalu mengutamakan kebersamaan, contohnya ketika kita sedang berkegiatan dan sudah waktunya makan siang/malam, mereka akan menunggu kita sampai pulang atau mereka akan menjemput kita agar kita tetap bisa makan bersama. Kami melakukan banyak kegiatan di stasi ugai dengan penuh hati. Kami melakukan kegiatan selalu bersama sama dan jarang melakukan kegiatan yang hanya bersifat individu. Kami saling mendekorasi Gereja, menyiapkan liturgi, bergotong royong, dll. Tidak lupa, kami menyaksikan bagaimana penduduk sekitar mempersiapkan berbagai macam kegiatan yang akan dilakukan nanti. Saya kagum melihat bagaimana kehidupan bermasyarakat disana. Kami mencoba banyak hal baru di mentawai seperti makanan dan bahasa mereka. Anak anak bia disana tergolong lumayan banyak. Kami melakukan natal ceria bersama BIA dengan penuh sukacita, dimana saya menjadi MC disana. Melihat mereka tertawa, menjadi suatu hiburan bagi saya. Bentuk pelayanan sudah kami lakukan disana dengan sempurna. Saya melihat, bahwa iman umat stasi Ugai masih butuh untuk di kembangkan lagi. Komunitas Katolik juga perlu diperbanyak disana, terutama di bagian Misdinar. Komunitas Gereja mereka seperti BIR, BIA, dan OMK saya akui solid. Mereka sudah tidak terlalu kental dengan tradisi mereka, hanya tradisi yang tidak ‘manusiawi’ yang mereka tinggalkan. Saya sempat berbincang dengan kepala desa, mengapa beberapa tradisi sudah ditinggalkan? Pak kepala desa menjawab karena munculnya agama Katolik di daerah mereka sehingga mereka menaati aturan/hukum yang ada di Katolik sehingga terjadilah penghapusan beberapa tradisi. Saya merasa sangat senang tinggal di Stasi Ugai, bahkan saya ingin lebih lama lagi. Saya tidak masalah walau tidak ada internet atau pun listrik disana. Karena saya yakin saya sanggup. Saya menghabiskan waktu bersama mereka penuh sukacita. Saya tidak ada merasa sedih disana. Saya sering bermain dengan anak anak kecil setiap pagi/sore kalau waktu saya kosong. Kehidupan di mentawai, tidak setertinggal yang kita kira. Banyak anak anak disana yang pergi merantau keluar mentawai untuk kuliah. Seperti anak dari keluarga saya di mentawai, namanya kak hera. Kak hera pergi melanjutkan study nya si Surabaya. Dan warga lain juga banyak yang pergi merantau ke luar pulau mentawai. Mereka juga menginginkan anaknya untuk masuk asrama pastoran & susteran agar imannya terlatih. Setelah 4 hari berada disini, kami harus balik ke siberut. Tidak ingin rasanya balik, karena sudah terlanjur nyaman untuk tinggal. Mereka semua berkumpul untuk memberangkatkan kami dan memberikan saya hadiah kecil sebagai hadiah ulang tahun saya. Saya menangis ketika berpisah dengan mereka. Lalu, kami balik ke paroki siberut dengan aman. Tibalah saat perpisahan, saya sangat senang namun sedih karena harus berpisah. Ketika misa penutupan, tidak ada hentinya saya bangga pada semua peserta. Ketika nama saya dipanggil untuk diberikan sertifikat, saya sangat bersyukur pada Tuhan karena bisa menjadi lulusan angkatan ke-III TSoM. Intinya masih banyak pengalaman yang sangat seru yang terjadi disini!

Quotes:

Accept yourself, love yourself, and keep moving forward. If you want to fly, you have to give up what weighs you down, and believe in God

Tinggalkan komentar