Fransiska Sri Anggraini
Pendamping TSOM#3 – Keuskupan Agung Palembang
Inilah aku, Utuslah aku
Awal mulanya mendapat telpon dari Romo Sigit pada bulan November 2022 untuk mencari salah satu anak dari parokiku untuk diikutsertakan dalam kegiatan T-SOM diberi jangka waktu hingga 5 Desember 2022.
Setelah mendapat telpon tersebut, saya dan teman–teman pendamping mulai menyeleksi beberapa anak yang akan dipilih menjadi peserta T-SOM, dan akhirnya terpilih Osqardo Nainggolan yang mewakili Paroki Penyelenggaraan Ilahi Lubuklinggau. Diakhir Januari 2023, saya ditelpon kembali dengan Romo Sigit untuk menanyakan pendamping yang akan ikut serta kegiatan T-SOM ini, lalu saya mengatakan “Oke mo, silahkan pilih diantara mereka (teman–teman pendamping di parokiku )“, tapi jawabannya membuatku bingung karena yg dipilih adalah aku. Esok harinya saya membahas hal ini dengan Pastor Paroki dan Pastor Kepala Kantor saya, apakah tetap saya yang berangkat atau diganti teman lainnya. Hasilnya pun sama dengan Romo Sigit, pendamping yang berangkat adalah saya. Baiklah, saya akan berangkat sesuai persetujuan dari para romo. Beberapa hari kemudian, saya dikirim file biodata pendamping dan jadwal kegiatan pertemuan nasional yang akan dijalani. Setelah serangkaian syarat dilengkapi, Pastor Paroki dan saya mengunjungi rumah Osqardo untuk menjelaskan kegiatan T-SOM dan segala sesuatunya hingga jadwal kegiatan pertemuan nasional dalam satu tahun ini.
Sebelum memulai pertemuan Nasional, kami selalu pertemuan zoom bulanan untuk membahas tema bulanan hingga persiapan berangkat pertemuan Nasional T-SOM. Hingga saatnya tiba pada pertemuan Nasional pertama yang dilaksanakan di Surabaya pada 18 – 19 Februari 2023.
Di kegiatan pertama ini juga saya pertama kali bertemu langsung dengan Vania karena kami beda paroki dan beda kota. Senang rasanya saya bisa kenal Vania dan Osqar dan menjadi 1 tim dalam kegiatan T-SOM ini. Perjalanan awal dilalui dari Lubuklinggau menuju Palembang naik kereta malam dihabiskan dalam waktu 7 jam, tiba di Palembang sekitar jam 3 dini hari dijemput dengan Romo Sigit istirahat sebentar dan mandi di pastoran Gereja Katolik St. Petrus, Palembang. Jam 5 pagi berkumpul untuk sarapan bersama, jam 6 berangkat ke Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, transit di Jakarta lalu lanjut ke Bandara Juanda Surabaya.
Puji Tuhan turun di Surabaya dalam keadaan selamat dan lengkap semuanya, karena setibanya disana beberapa menit kemudian daerah sekitar Bandara turun hujan deras. Kami juga tidak langsung menuju ke lokasi acara karena dijemput minibus yang bisa membawa 3 Keuskupan, saat itu minibus kami berisikan Keuskupan Tanjung Selor, Keuskupan Amboina dan Keuskupan Agung Palembang, menunggu teman–teman dari Keuskupan Amboina. Beberapa jam kemudian tiba di lokasi, Griya Samadhi–Pacet. Disambut beberapa tim Surabaya yang menjadi tuan rumah, diantar ke kamar yg telah dibagi oleh tim. Jujur saat dipilih menjadi pendamping T-SOM, tapi saya kurang diperjelas apa arti pendamping dalam kegiatan ini, karena segala perlakuan dan kegiatan antara pendamping dan peserta itu sama tanpa perbedaan sedikitpun, disinilah saya bingung dengan arti kata pendamping yang menjadi statusku saat itu.
“Surabaya Friendship”, dua kata ini memiliki arti sendiri. Diartikan untuk kita semua baik peserta, pendamping dan dirdios untuk saling mengenal, keluar dari zona Keuskupan masing–masing untuk mempunyai lebih banyak teman, meningkatkan rasa percaya diri dan sosialisasi antar semua orang. Dan sesuai juga dengan judul yang diambil, dalam pertemuan nasional pertama ini lebih ke games/outbond indoor dan outdoor. Seperti yang saya sampaikan diawal pendamping tak berbeda dengan peserta. Ya, kami ikut serta dalam kegiatan outbond, kami juga dibagi dalam 3 kelompok pendamping. Puji Tuhan, kelompokku berisikan 5 orang dan dikurangi 1 orang dari Keuskupan Surabaya yang saat itu bertugas sebagai penjaga pos, jadi kelompok kami ada 4 orang dan perempuan semua, yaitu dari Keuskupan Agung Makassar, Keuskupan Padang, Keuskupan Agung Semarang dan Keuskupan Agung Palembang. Beberapa pos indoor dan outdoor dapat kami jalani dengan baik, karena semua permainan hanya diberi waktu hingga jam 10.00 WIB (3 jam). Yang paling menyentuh dan adanya chemistry diantara kami saat permainan lempar bola pingpong untuk melihat menu makanan apa yang kami makan, dan kami berempat sangat beruntung kala itu mendapatkan menu yang sama yaitu kacang atom, kami selamat dari kacang panjang mentah, bawang putih mentah dan makaroni mercon. Malamnya ketika pengumuman pemenang peserta, kami pendamping juga kebagian kejutan dari panitia mendapatkan predikat pendamping terbaik kala itu kelompok pendamping 3 St. Maria Goretti kelompok kami, kami mendapatkan pop mie best of the best. Dari kegiatan di Surabaya inilah saya mulai mengenal begitu banyak orang dari berbagai Keuskupan yang ada di Indonesia.
Pertemuan Nasional kedua dilaksanakan di Muntilan dengan tema “Muntilan Prayer”. Dalam kegiatan disini semua banyak dilaksanakan di dalam ruangan, sesuai dengan judul Prayer kami diajak lebih banyak berdoa, menghadirkan Tuhan dalam diri sendiri dan melihatNya lewat sesama yang kita jumpai. Karena kami tidak mendapat info jika Prayer yang dimaksud adalah retret, dan yang kita ketahui jika mendengar kata retret berarti silentium, alhasil banyak teguran dari pendamping untuk peserta saat jam kegiatan selesai, karena setelah kegiatan peserta asyik ngobrol di jam istirahat. Sangat senang rasanya mendampingi peserta dalam kelompok membahas hal – hal rohani di setiap kegiatan yang kami lalui, apalagi setelah melakukan refleksi ada ibadat khusus per kelompok sesuai anjuran dirdios kala itu. Bahagia itu kala status pendamping kami berfungsi dengan baik, kami diberi kepercayaan dirdios untuk mendampingi peserta T-SOM.
Mendekati hari terakhir pertemuan, kami diajak keliling mengunjungi tempat ziarah rohani di antaranya: Museum Misi Muntilan, Makam Romo Van Lith dan misionaris lainnya, Makam Romo JB. Prennthaler, SJ dan Goa Maria Sendangsono. Dari semua tempat ziarah tersebut yang sangat menyentuh dan kagum saya saat berkeliling di Museum Misi Muntilan, karena saya baru tau ternyata ada martir pribumi yang tak terekspos dan tidak diketahui saya. Ya, beliau adalah Romo Sandjaja yang kala itu menjaga citra gereja yang akan dirampas penjahat gereja. Hingga ada peninggalan berupa pakaian Romo Sandjaja yang masih tersimpan dengan baik di Museum Misi Muntilan. Dari sini saya terpesona, kagum dan masih bengong akan kemartiran beliau, ternyata ada dan nyata adanya seorang martir pribumi yang memberikan nyawanya demi kemuliaan Tuhan. Bukan hanya cerita martir luar negeri atau cerita dongeng belaka. Terima kasih Romo Sandjaja sudah menjaga keKatolikan di tanah Jawa dan berkembang hingga saat ini.
Jambore Nasional Sekami 2023
Berbagi Sukacita Injil dalam Kebhinekaan: Bersahabat, Terlibat, Menjadi Berkat Yuhuuuuu, selamat datang di Seminari Menengah St. Petrus Canisius Mertoyudan. Disinilah kami akan berdinamika dan berproses bersama dari berbagai Keuskupan yang ada di Indonesia, dan yang pasti berkali lipat banyaknya dari jumlah keuskupan yang mengikuti T SOM ya. Seluruh peserta, animator / animatris, pendamping rohani, kakak angels, panitia dan dirdios mendekati atau menembus angka 1.000 orang. Wooooowww, pesta besar gak tuh. Ya, kegiatan Jambore Nasional Sekami ini diadakan 5 tahun sekali. Saat pembagian kelompok kami berisikan 20 orang diantaranya: pendamping rohani, kakak angels, animator/animatris, dan adik – adik remaja. Nama kelompok kami Yohanes dari Medan Tamtama, bawil 18. Selama kegiatan disana, saya sangat haru, terpesona, bangga, senang dan bahagia saat kegiatan bersama seluruh kelompok yang ada, meski ada juga rasa malas, ngantuk, capek dan sedih saat perpisahan tiba.
Tibalah saat pembagian tugas misi dan kami mendapat tugas di Wisma Salam yang terletak di Magelang, Jawa Tengah juga disebut sebagai Seminari Awam. Maksud dari Seminari Awam yaitu pembangunan untuk memfasilitasi pendampingan serta pembenihan awam agar dapat tumbuh untuk mendukung pastoral Gereja Keuskupan Agung Semarang. Hal itu dijelaskan oleh RD. Heribertus Budi Purwantoro dan selama kegiatan di wisma salam, kami dipandu oleh Romo Budi sapaan akrabnya. Selesai berkeliling melihat wisma salam, kami diajak menuju aula Paroki Salam untuk mendapatkan literasi media digital bersama kak Priscilia Panti Meyrina. Dalam sesi ini, kami diajak survey tentang “Aku dalam bersosial media “dan materi “Aman bermedia sosial“. Materi ini diberikan karena kondisi media sosial sekarang yang dirasa cukup tidak aman bagi penggunanya, jika para pengguna tidak bijak dalam bermedia. Kak Panti mengajak kita untuk tidak melakukan bullying, bijak dan beretika ketika menggunakan media sosial. Para peserta berkomitmen untuk melakukan hal ini, untuk masa depan para peserta yang lebih baik.
Malam hari kami melaksanakan Rosario 1000 Lilin. Kami berdoa dimulai dari halaman depan memutar mengelilingi seminari hingga akhirnya masuk ke GOR Laudato Si pusat dari semua acara berlangsung. Disana tersedia lilin berwarna yang menyala membentuk angka 180, lambang usia Anak Misioner Sedunia di tahun 2023. Esok hari adalah penutupan sekaligus perpisahan diantara kita. Sedih gak? Ya, sedih la. Nangis gak? Ya, nangis la. Ada pertemuan ada juga perpisahan, ada awal ada juga akhir. Tak ada yang abadi di dunia ini. Sampai jumpa di kegiatan selanjutnya teman–teman. Love and Hug.
Pertemuan Nasional ketiga dilaksanakan di Makassar dengan tema “Makassar Action“. Ya, sesuai dengan temanya saatnya beraksi, namun aksi dalam pertemuan ini adalah bekerja di sebuah tempat yang telah disediakan tim. Kita diajak untuk menimba arti pekerjaan, kehidupan sosial antar karyawan, dan kebijakan aturan di tempat kerja masing–masing. Masih dalam pendampingan peserta T-SOM, dan saya mendapat tempat paling ujung versi panitia kala itu, dimana tidak ada akses kendaraan yang dengan mudahnya keluar masuk daerah KIMA (Kawasan Industri Makassar), yang berarti jika kita masuk dan pulang kerja harus menempuh perjalanan dengan jalan kaki terlebih dahulu dan menunggu kendaraan online yang dipesan.
Kelompok kami ditugaskan di gudang pembuatan spring bed terbaik di Makassar. Kenapa terbaik? Karena gudang kami fokus hanya membuat spring bed dan itu pun dari hal terkecil dalam penjahitan kain hingga menjadi spring bed seutuhnya. Mulai ukuran 120, 160 hingga 180. Dari spring bed untuk anak–anak hingga orang dewasa. Spring bed kami pun dikirim diberbagai toko bahkan mall yang ada di Makassar. Sungguh menarik bukan? Kami bekerja dari jam 08.00 WITA – 16.00 WITA, awalnya pete – pete (angkot) yang kami kendarai membawa 2 kelompok, kelompok yang turun pertama kali juga di sebuah gudang dan kami kelompok terakhir yang paling ujung turun juga di sebuah gudang. Tersesat awalnya karena kami semua belum mengetahui tempat itu.
Setelah tiba di lokasi, kami memperkenalkan diri dengan kepala gudang dan diantar ke lokasi pekerjaan yang cocok dengan kami. Peserta putra dibawa ke proses pembuatan awal spring beda yaitu menyatukan besi – besi dan membuat ranjang kayu. Peserta putri dibawa ke proses pembuatan kain spring bed yaitu menggunting bahan dasar spring bed sesuai ukuran pesanan dan menjahit kain untuk bagian pinggir spring bed. Kami juga membantu membersihkan potongan – potongan kain dan busa yang tidak terpakai dan bisa dijual kembali. Ketika jam pulang kerja, kami semua pamit ke semua karyawan yang kami jumpai dan membantu pekerjaan kami, peserta putra diberi kenang – kenangan sarung tangan, peserta putri diberi kenang – kenangan alas kaki dari potongan spring bed yang tidak terpakai. Lalu kami melanjutkan jalan kaki setelah keluar dari gudang menuju jalan raya untuk mencari kendaraan yang akan membawa kami pulang ke Wisma Baruga Kare. Setelah hampir 30 menit lamanya, kami mendapatkan kendaraan yang membawa kami pulang kerumah, yeeeeeeeeeee. Setibanya di Wisma kami disambut beberapa kelompok yang telah tiba lebih awal dari kami, kami snack sore dan melanjutkan kegiatan kami selanjutnya.
Saat yang menegangkan yaitu penampilan video kegiatan kami di tempat kerja masing– masing. Puji Tuhan, remaja di kelompokku dapat menyelesaikan presentasi dengan baik dan mendapat tepukan yang gemuruh, prok prok prok horeeeeeee. Satu kegiatan yang tak masuk dalam jadwal adalah perjalanan / liburan sebelum kegiatan dilaksanakan ke Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, diikuti beberapa Keuskupan yang tiba lebih awal di Makassar.
Pertemuan Nasional keempat dilaksanakan di Padang dan Mentawai dengan tema “Mentawai Pilgrimage“. Awal mula zoom para pendamping, saya sudah searching tentang mentawai di youtube apalagi tentang keberadaanku nantinya di stasi Gotab, sudah saya lihat di youtube,
dan saya semakin penasaran dan tertarik untuk ikut serta dalam kegiatan ini. Dalam zoom pertama di akhir November 2023, kami membahas pembagian kelompok dan jadwal kegiatan dalam pertemuan nasional ini, namun sedih karena kak Thilda menyebutkan jika Keuskupan Surabaya kemungkinan tidak ikut serta, keputusan akan hal ini akan diumumkan pada 10 Desember 2023 mendatang. Hingga pada tanggal 11 Desember 2023, zoom kedua diadakan kak Thilda menyebutkan jika peserta dan pendamping dari Keuskupan Surabaya tidak mengikuti pertemuan nasional keempat ini. Rasa ingin tahu tinggi pasti kan, aku hanya berpikir itu bukan urusanku karena pasti ada masalah intern diantara mereka. Setibanya kami di Padang, kami langsung diantar menuju Villa Biru Lubuk Minturun, Padang. Disanalah tempat kami beristirahat sebelum memulai kegiatan padat pada esok harinya. Keesokan harinya materi tentang Mentawai diberikan oleh Pastor Agustinus Agus Suwondo P, SSCC atau biasa disapa Romo Wondo, semoga kami tetap diberkati dan dilindungi dari segala yang jahat (doaku).
Kami berangkat lagi menuju wisma yang dekat dengan pelabuhan, semua barang telah kami sortir untuk dipisahkan barang yang akan dibawa selama di Mentawai dan ditinggal di Padang. Setelah sortir pakaian selesai, kami siap melanjutkan perjalanan menuju Gereja
Katolik St. Fransiskus Asisi, Padang untuk mengikuti misa pembuka pertemuan Nasional keempat ini. Selanjutnya kembali ke wisma untuk istirahat. Paginya jam 06.00 WIB, kami per kelompok melakukan perjalanan dengan berjalan kaki menuju pelabuhan. Sesampainya di pelabuhan, kami masuk ke Kapal Mentawai Fast jam 07.00 WIB hingga tiba di Maileppet jam 16.00 WIB. Wooooowww, melelahkan bukan. Tapi saya juga bersyukur bisa puas melihat laut lepas beberapa jam di rooftop kapal bersama beberapa teman–teman.
Setibanya di Maileppet, kami dibawa menuju asrama putri disana ada penyambutan yang dilakukan oleh Mgr. Vitus Rubianto Solichin, SX menyambut kami peserta T-SOM. Selanjutnya keberangkatan kami masing–masing kelompok menuju tanah terjanji dimulai jam 17.00 WIB dengan kendaraan pong–pong (perahu) yang kami tumpangi. Saat melaju dengan pong–pong kami berhasil keluar dari menara mercusuar, namun keanehan terjadi, pong–pong yang kami tumpangi membawa kami kembali ke Maileppet, ya kami kembali karena beberapa kali kami diterjang gelombang tinggi, hingga akhirnya bapak kemudi gak sanggup membawa kami ke tanah terjanji, yang dibawanya hanyalah barang barang kami, kami ditinggal di pelabuhan Maileppet menanti jemputan datang.
Menunggu beberapa jam kemudian, akhirnya di jam 19.10 WIB kami melihat pong – pong yang ukurannya lebih besar dari yg pertama datang menjemput kami. Haru dan senang akhirnya kami dijemput, namun tetap ada rasa takut dan cemas karena awalnya kami gagal menuju tanah terjanji sesuai jadwal. Penerangan kami hanya bapak bagian depan yang menggunakan senter kepala dan bulan terang saja, selanjutnya kami pasrahkan hidup kami pada Tuhan karena yang kami lalui lautan luas di malam hari menggunakan pong–pong. Beberapa jam kemudian sampailah kami di tanah terjanji, stasi St. Andreas Gotab bagian dari paroki St. Damian Saibi pada jam 20.40 WIB. Saat pong–pong berhenti di tanah terjanji, pecah tangisan haru dan bahagia diantara kami karena kami masih diberi nafas kehidupan Tuhan dan pendampinganNya selama dalam perjalanan. Kami disambut beberapa umat dan tarian khusus Mentawai, Turuk Laggai. Setelah proses penyambutan selesai, kami dibawa menuju Gereja yang berada di atas Bukit, seperti yang saya lihat di youtube sebelumnya. Kami perkenalan sejenak, lalu dipulangkan ke keluarga baru kami di Gotab. Ya, sekitar jam 22.00 WIB lelah bukan, kami berhasil mencapai tanah terjanji dengan berbagai macam pikiran yang menghantui kami. Selanjutnya, istirahat.
Keesokan harinya misa Minggu Adven IV yang dilaksanakan pada pagi hari, selesai misa kami kembali memperkenalkan diri kepada semua umat yang ada di Gotab. Selanjutnya, peserta T-SOM gladi bersih misdinar Natal di gereja hingga siang hari. Lalu kami pulang, makan dan istirahat sejenak sebelum berangkat kembali ke gereja untuk merayakan Malam Natal. Sore harinya ada kunjungan dari Mgr. Vitus ke stasi Gotab, sayangnya saya tidak ikut dalam acara itu karena tidak mengetahui kedatangan Mgr. Vitus dan tim. Malamnya aku menuju gereja bersama adik –adikku untuk persiapan sebelum tugas Natal. Ya, kami bertugas semuanya. Misdinar oleh peserta, lektor – mazmur – pengantar oleh pendamping.
Usai melaksanakan tugas Malam Natal dengan sukses, ternyata peserta T-SOM menangis rindu akan keluarga dirumah masing – masing. Berusaha menenangkan dan menguatkan mereka, meski aku pun sedih karena juga jauh dari keluargaku. Sepulangnya dari gereja, aku dengan cepat mengganti pakaian dengan pakaian tidur untuk menonton proses pembersihan roh yang dilakukan Sikerei dirumah tante ibuku di belakang rumahku. Rasa cinta kebudayaanku sangat tinggi dan penasaran dengan adanya cerita tentang Sikerei, karena tidak semua orang dapat berjumpa dan melihat secara langsung Sikerei dan kegiatan yang dilakukannya. Pembersihan roh dilaksanakan setelah orang yang meninggal telah berpulang selama 14 hari. Sikerei yang aku lihat ada 4 orang, dan semuanya berasal dari Hulu bukan dari Gotab. Tarian, ucapan dan alunan musiknya menambah keharmonisan budaya Mentawai karena tidak semua orang bisa kecuali masyarakat setempat, namun pengobatan, pembersihan roh dan hal lainnya hanya Sikerei yang bisa melakukannya. Karena Sikerei adalah orang pilihan dari Tuhan untuk membantu sesama yang membutuhkan.
Natal pagi Romo Maman, kak Adven, 2 bapak Gotab dan saya berangkat menuju stasi St. Petrus Limu dengan pong–pong dan menempuh perjalanan selama 10–15 menit. Ketika berangkat banyak kendala yang kami alami, pertama: kemudi kami patah terkena akar pohon bakau, lalu kami pulang dengan dayung menuju dermaga stasi Gotab, kedua: ganti pong– pong, namun tali untuk memutar mesin macet dan nyangkut hingga 3x dicoba, alhasil bagian tali tanpa penutup hingga mesin dapat hidup baru ditutup. Puji Tuhan perjalanan aman dan lancar menuju stasi St. Petrus Limu.
Setibanya disana kami disambut dengan OMK yang sedang menyapu gereja yang akan dipakai untuk misa Natal. Kami tiba disana jam 09.05 WIB dan akan misa jam 09.30 WIB, Romo Maman juga sudah bicara pada ketua stasi jika tidak dapat ikut serta makan bersama karena di Gotab belum dilaksanakan misa Natal. Selesai misa, kami melanjutkan perjalanan jam 11.00 WIB, tiba dirumah jam 11.30 WIB lalu makan siang bersama keluarga, ganti pakaian dan mengikuti perayaan Natal Ceria anak yang dimulai jam 14.00 WIB.
Setibanya di gereja, anak – anak dan remaja sudah berkumpul untuk mengikuti kegiatan Natal Ceria. Dalam rangkaian seluruh kegiatan Natal Ceria semua diserahkan kepada peserta T-SOM selaku panitia Natal Ceria dan kami para pendamping turut membantu dan masuk dalam kelompok yang dibagikan oleh tim kepanitiaan. Dimulai dari animasi, menyusun puzzle form, games dan pembagian bingkisan Natal kepada seluruh anak dan remaja yang hadir.
Selesai kegiatan Natal Ceria, dilanjutkan dengan misa Natal yang dimulai jam 16.00 WIB hingga selesai. Malam harinya ada kegiatan Panggung Gembira, teman–teman di Gotab menyebutnya dengan Malam Resepsi. Pada kegiatan panggung gembira ini, semua menampilkan bakat dan kemampuan untuk memeriahkan kegiatan Natal ini, yang dimulai pada jam 20.00 WIB–02.00 WIB. Biasanya perayaan selesai hingga jam 7 atau 8 pagi, namun kendala di mesin genset, acara lebih cepat selesai di jam 2 dini hari. Dalam kegiatan panggung bersama ini, saya lelah dan sangat ngantuk karena tidak biasa hingga larut malam seperti itu, namun karena Romo Maman tidak mengizinkan untuk pulang jadi tetap berada di tempat hingga acara berakhir dengan baik. Keesokan harinya pun bangun pagi jam 06.00 WIB, saya bangun dan melihat kondisi rumah, baru bapak dan ibu yang bangun melakukan kegiatan di pagi hari, seperti: memberi makan hewan ternak (ayam, bebek, anjing), mengecek warung, memasak di dapur. Setelah membantu pekerjaan yang bisa saya bantu, saya memberikan tanda kasih kepada ibu dan adik–adik, ternyata ibu memberitahu bapak jika saya memberi tanda kasih dan saya diberi madu hutan 600ml, woooowww suka sekali.
Pagi menjelang siang berkumpul di gereja untuk ramah tamah dan perpisahan bersama umat / para keluarga kami, ada 10 keluarga yang kami tempati saat itu. Dan yang buat deg–degan adalah kami menceritakan kisah kami selama di Gotab, yang pasti kisah luar biasa meski jauh dari rumah, kami juga menemukan rumah dan keluarga yang sangat menyayangi kami.
Setelahnya makan siang bersama keluarga masing–masing untuk terakhir kalinya. Hiksssss, terakhir kalinya makan kumpul bersama keluarga di Gotab. Sedikit cerita tentang keluarga saya di Gotab. Saya tinggal dirumah orang kaya Gotab karena dirumah saya ada warung, televisi, pong–pong besar dari ukuran lainnya di Gotab, kulkas freezer, dan saya tidur dengan spring bed 2 lantai lengkap dengan bantal + guling + selimut. Makanan saya selama disana gulai babi, gulai ayam, telur dadar, sayur kol, sayur kangkung, sayur daun singkong, bubur ketan + kacang hijau, cemilan kue Natal, namun yang susah saya telan adalah air minumnya karena air daun sirih. Saya tinggal dengan keluarga muda, usia ibu saya 1 tahun diatas saya, bapak 7 tahun diatas saya, anak pertama kelas 7, anak kedua kelas 4, anak ketiga kelas 3 dan bungsu umur 3 tahun. Listrik dirumah saya full, pagi hingga sore menggunakan panel surya, malam dengan genset hingga pagi.
Lalu kami lanjut ambil barang kami untuk pulang menuju Maileppet.
Di Maileppet kami tiba jam 16.00 WIB, disambut karaoke dari adik – adik BIR yang ada disana. Kami tiba asrama putri kembali meletakkan barang–barang kami, lanjut membersihkan diri untuk persiapan gladi bersih misa penutupan bersama bapak Uskup. Selanjutnya, kami mengikuti ibadat Adorasi yang dipimpin langsung oleh bapak Uskup, selesai itu kami mengikuti kegiatan Natal bersama BIR Paroki Siberut. Acara dilaksanakan di Kapel asrama putri bersama BIR Siberut yang berjumlah 100 orang, sayangnya diantara semua remaja sulit untuk berbaur, jadi mereka masuk dalam kelompok Siberut dan kelompok T-SOM meski pakaian kami sudah sama tak ada perbedaan. Begitu banyak acara yang ditampilkan diantaranya: penampilan dari regio Jawa, Sumatera, Kalimantan, MAM, Papua, dan BIR Siberut. Tentu saja ada satu yang menarik hati melihat penampilan dari masing– masing regio, ya regio Kalimantan pemenangnya bagiku karena menampilkan tarian klasik budaya asli Kalimantan mulai dari kostum dan asesoris yang digunakan mencerminkan kebudayaan Kalimantan. Sungguh mempesona setiap mata yang memandang.
Keesokan harinya kami refreshing, liburan ke Pulau Masilo. Jangan tanya kendaraannya apa, ya pasti pong–pong la, kami menggunakan pong–pong besar yang berisikan 1 kursi 3 orang, meski begitu tetap saja rasa khawatir, takut dan cemas selalu menyelimuti diri karena akan melakukan perjalanan laut hampir 2 jam. Huft, sungguh luar biasa ya.
Setibanya di Pulau Masilo, pong – pong kami turun dekat dengan wisatawan asing yang menggunakan pakaian bikini. Reaksi teman – teman semua mau berjalan ke kanan padahal pondok yang kita tempati itu ada di kiri. Dan ternyata, sangat jauh dari pondok yang kami tempati. Sepanjang perjalanan menuju pondok, saya memanfaatkan moment itu dengan mengumpulkan kerang–kerang cantik versiku untuk kubawa pulang kerumah Linggau.
Di Pulau Masilo, kami mengikuti games terpanjang dalam kelompok dan memancing. Saya tidak ikut memancing karena gak bisa bau amis, jadi lebih menemani adik–adik yang tinggal di Pulau dan juga istirahat dibawah pohon kelapa. Sepulangnya kami ke Maileppet, kembali menyibukkan diri untuk persiapan misa penutupan dan kelulusan. Bahagianya saat itu akhirnya Lulus, sedihnya tak dapat berjumpa lagi dengan teman–teman antar keuskupan secara langsung meskipun kami hanya 4x bertemu dalam 1 tahun.
Keesokan harinya kami melakukan perjalanan menuju Padang menggunakan Kapal Mentawai Fast pada siang hari jam 11.00 WIB dan tiba di Padang jam 20.00 WIB, melelahkan bukan. Tapi itulah pengalaman, yang belum tentu akan terulang kembali dalam hidup.
Di Padang, tempat istirahat kami berbeda dari yang pertama, kami tinggal di Seminari Menengah Maria Nirmala, Padang. Karena tiba disana sudah malam, maka kami para pendamping harus segera berkumpul pada jam 21.30 WIB meski molor ya, dan kagetnya kami ditemani Dirnas KKI Romo Nur Widi untuk berbagi sedikit kisah dari awal hingga akhir perjalanan kami di T-SOM. Intinya adalah TERIM KASIH Romo sudah mempercayakan tugas pendampingan ini kepada kami yang juga masih belajar banyak hal dalam mendampingi adik – adik yang diberikan kepada kami. Selanjutnya, kami saling bertukar cinderamata antar pendamping, meskipun tidak semua pendamping membawa banyak, karena banyak kurangnya. Keesokan harinya, kami sudah melakukan perjalanan menuju Keuskupan kami masin –masing.
Terima kasih T-SOM, aku belajar banyak hal dan mendapat banyak teman disini. Terima kasih.
Salam Misioner.
Yesaya 6:8 TB
Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ”Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: ”Ini aku, utuslah aku!”