Refleksi

Osqardo Nainggolan

Peserta TSOM#3 – Keuskupan Agung Palembang

Bermisi Bersama Teman-teman Ku

Pada Hari ini kembali saya ucapkan sukur pada Tuhan karena berkat rahmat dan kasihnya hingga pada hari ini masih di berikan rahmat kesehatan. Kali ini saya akan membuat rangkuman refleksi T-SOM dari pertemuan 1 sampai 4. Pertemuan pertama T-SOM berada di Surabaya, dengan Tema Surabaya Friendship pada pertemuan pertama ini saya sebenarnya takut dan gugup karena tak tahu apa sebenarnya kegiatan yang saya ikutin ini yaitu T-SOM. Disaat kami sampai kami di sambut dengan baik sekali oleh panitia T-SOM kami di arahkan untuk ke kamar kami masing-masing. Ddi hari pertama kami melaksanakan misa pembuka bersama semua dirdios dari semua keuskupan setelah misa kami perkenalan bersama serta ice breaking. Di hari pertama ini kami melakukan sesi dan juga penjelasan umum T-SOM. Selesainya kegiatan di hari pertama kami melakukan refleksi bersama di meja bundar bersama semua teman-teman. Walaupun kami pertama kalinya bertemu tapi kami bisa di bilang sangat akrab karena kami selalu berkumpul saat mengerjakan refleksi dan makan bersama.

Di pagi hari pada hari kedua kami melaksanakan ibadat pagi sebagai permulaan hari kami selesai kami ibadat kami diberi sedikit arahan untuk kegiatan I’m possible. Selesai kami makan pagi kami langsung memulai kegiatan I’m possible ini bersama kelompok ku yg beranggotakan, Nadine, Michelle, Osqardo dan Eks. Kami sangat kompak melakukan kegiatan I’m impossible. Kegiatan ini berlangsung selama 3 jam. Selesai kegiatan ini kami sangat lelah karena kami melewati banyak rintangan dan juga pos di bukit. Selesai dari kegiatan I’m impossible kami di berikan waktu untuk istirahat serta bersih-bersih diri kami. Jam 10.30 kami diberikan pemaknaan dari kegiatan I’m impossible itu dan kami melakukan refleksi bersama kelompok kami masing-masing serta presentasi hasil kerja kelompok kami tadi. selesai kami melaksanakan presentasi. Kami diberikan waktu uuntuk istirahat sejenak dan juga mandi. Selesai beristirahat kami melaksanakan Misa malam dan dilanjutkan dengan peneguhan proses bersama Romo Sigit. Kami juga melaksanakan tampilan lagi yg kedua bersama Romo Marson dan akhirnya menutup kegiatan malam ini dengan Ibadat malam: Garam dan Terang.

Selesai dari ibadat malam ini kami melaksanakan kegiatan terakhir yaitu makan bakso bersam-sama dan sesudah selesai kami makan kami langsung ke kamar untuk packing dan beristirahat. Pada pagi hari nya kami melaksanakan ibadat lagi tetapi ada beberapa keuskupan yang telah pulang duluan karena jadwal pesawatnya cepat. Kami bersiap untuk pergi ke bandara dan kami sayonara bersama-sama sebagai perpisahan.

Di pertemuan pertama ini yang berjudul Surabaya friendship bertujuan untuk menyatukan kami atau untuk membuat kami mengenal satu sama lain dan bersahabat bersama-sama hal yang paling bermakna di pertemuan pertama ini saat berkelompok melewati pos bersama kelompok kami itu yang menjadikan kami Sahabat walaupun pada awalnya kami adalah orang yang tak kenal sama sekali tapi saat outbound ini kami jadi sahabat yang sangat dekat karena saat melewati pos kami harus bekerja sama untuk dapat menyelesaikan pos itu bersama dan melanjutkan pos selanjutnya dengan gembira bersama-sama

Muntilan Prayer

Setelah selesai dari pertemuan Nasional pertama selang beberapa bulan kemudian kami melaksanakan pertemuan Nasional kedua yang berada pada bulan Juli dengan judul “Muntilan Prayer “. Kegiatan kami selama di Muntilan ini adalah kegiatan yang memperkuat iman kami, mendalami iman mendekatkan diri kepada Tuhan juga lebih mendalami apa itu Kitab Suci. Di pertemuan kedua ini kami banyak sekali melakukan sesi mengenai apa itu Alkitab, penggunaannya, mengapa kitab suci penting dalam kehidupan kita, dan melakukan metode TAT. Bersama kelompok kami membaca kitab suci merenungkan kitab suci sebenarnya saya masih sangat susah sekali dalam merenungkan kitab suci ataupun membaca kitab suci karena saya sangat mudah kurang fokus dan juga sering teralihkan karena HP. Kami juga melakukan penjelasan jejak langkah misi di sekitar Muntilan kami pergi ke Museum Muntilan, perkuburan para misionaris seperti Rm. Van Lith dan banyak lagi yang lain. Selesai dari berkunjung kami melakukan refleksi bersama-sama dengan kelompok kami masing-masing dan ditemani Rm. Lopez. Karena banyak kegiatan yang kami lakukan kami juga melakukan healing ke Sendang sono dan Boro. Di pertemuan ini yang paling bermakna adalah saat kami mengunjungi makam Rm. Van Lith kami mendengar sejarah yang di lakukan oleh Rm. Van Lith untuk umat di Muntilan ini juga di pertemuan ini mengajarkan saya untuk merenungkan kitab suci dan membuat saya jadi senang membaca kitab suci. Salah satu kata-kata yang saya buat saat di Muntilan adalah adalah menjadi seorang misionaris harus selalu siap di manapun juga saat bermisi. Inilah makna dan juga perjalanan saya saat mengikuti pertemuan nasional kedua di Muntilan ini

Makassar Action

Waktu berjalan dengan cepat dan tibalah di pertemuan Nasional ke tiga yang berlangsung di Makassar dan berjudul “Makassar Action”. Di pertemuan ini kami diajak untuk mengetahui serta mempelajari tentang “Ajaran Sosial Gereja”. Pada pertemuan Nasional ke tiga ini kami melakukan live in bersama-sama di masyarakat, ada yang dapat tempat makan, pabrik atau toko. Pada kali ini saya mendapatkan tempat live in di pabrik udang kami mendapatkan tugas melipat inner. Saat melihat ibu yang bekerja disana sebagai pelipat inner terlihat sangat mudah sekali dan cepat tetapi saat kami di suruh melipat inner itu tak mudah dan tak sesuai dengan yang aku bayangkan, kupikir sangat mudah dan cepat malah jadi sangat lambat dan juga susah. Walaupun kami hanya datang sekali untuk membantu mereka melipat sekitar 1000 inner tetapi senyum ada di muka para karyawan pelipat inner kami mengerjakannya dengan bosan serta capek bagaimana dengan para karyawan yang setiap hari melakukan itu? Pasti sangat melelahkan pada saat itu juga mengingat kan kami kepada orang tua kami yang selalu bekerja untuk menafkahi anak-anaknya orang tua pasti sangat lelah tetapi demi anak anaknya ia rela mengeluarkan semua tenaga untuk anak-anaknya bahagia. Live in ini menyadarkan saya bahwa kita hasru selalu menghormati kedua orang tua kita, selalu hormat kepada mereka yang telah menafkahi kita demi kami anak-anaknya.

Mentawai Pilgrimage

Tak terasa sampailah kita pada pertemuan Nasional yang terakhir yaitu pertemuan keempat yang berjudul “Mentawai Pilgrimage“. Dan pertemuan yang paling mengesankan saat mengikuti T-SOM ini. Kami diberi kelompok untuk melayani umat di Mentawai. Nanti kami di jelaskan bersama kelompok melalui Zoom bersama dan juga diberitahu apa saja yang harus di bawa pada pertemuan terakhir ini. Jujur saja awalnya saya sedikit cemas dan takut karena saya harus berani keluar dari zona nyaman saya, saya sedikit cemas karena tak ada sinyal maupun listrik disana. Pada awalnya kami harus melewati laut selama 2 jam ke stasi Sirisura bersama kelompokku Saat melewati laut, saya sudah mau pasrah sebenarnya karena ombak saat itu sangat tinggi pada awalnya kami mengira perjalanan ini menyenangkan tapi saat di Tengah laut kami diterpa ombak yang sangat tinggi. Saat itu kami memutuskan untuk berhenti di sebuah pulau untuk istirahat serta makan siang sejenak. Setelah melihat ombak sedikit reda dan turun, kami lanjutkan kembali perjalanan kami stasi Sirisura. Dan kami tak langsung ke stasi karena ke stasi butuh sekitar 1 jam lagi. Jadi kami berhenti sebentar ke paroki Saibi untuk mandi. Saat kami sampai di Sirisura, kami sudah lelah dan capek. Seketika capek kami hilang karena di sambut dengan baik sekali kami di sambut dengan jogetan anak anak BIA. Di sana tak seburuk yang aku kira. Aku malah senang dan gembira bersama-sama dengan anak-anak disana. Mereka baik dan ramah. Di tempat aku tinggal keluarga yang memberi aku makan sangat baik mereka keluarga kedua yang kumiliki karena mereka memberi kami makanan, perhatian dan lain-lain. Walaupun tak ada sinyal maupun listrik kebahagiaan selalu ada saat di sana, terlebih saat Natal ceria kami melakukan games bersama, animasi. Kegiatan itu sangat membuat kami bahagia sekali. Pada saat hari terakhir ini saya sebenarnya ingin menangis karena harus meninggalkan stasi Sirisura dan mungkin saja tak bisa kembali dan bertemu dengan mereka lagi. Sebelum kami kembali ke Padang, kami melakukan makan bersama dengan warga disana. Menikmati semuanya saat di sana.

Waktu berjalan cukup cepat saya rasa saya mengalami cukup perubahan saat mengikuti T SOM ini. Saya menjadi lebih mandiri bersemangat dan banyak hal lainnya. Tak hanya itu saya juga sangat bangga menjadi seorang misionaris cilik yang sudah berjalan ke mana-mana tuk melayani orang lain

Quotes

Mereka yang selalu berlutut menghadap Tuhan,
Akan selalu bisa mengahadapi apapun.

Tinggalkan komentar