Refleksi

Yolenta Vidyasari

Pendaping TSOM#3 – Keuskupan Agung Semarang

Dikasihi dan Diberkati Tuhan

Bolehlah aku mengatakan jika tahun 2023 merupakan tahun penuh kesempatan yang banyak hadir dalam hidupku. Kesempatan untuk berbagi dan kesempatan untuk belajar. Kesempatan untuk berbagi pengalaman yang sudah pernah dipelajari, kesempatan mencoba berbagai posisi dalam suatu kegiatan, kesempatan untuk menerima suatu pengalaman dari orang lain, dan kesempatan untuk mendampingi para peserta TSoM.

Kesempatan mendampingi peserta TSoM tidak mudah apalagi dengan kebiasaan mendampingi anak-anak PIR bukan anak-anak PIA. Itu sulit karena harus bisa memposisikan diri. Kebetulan peserta TsoM dari Keuskupan Agung Semarang berada di usia kelas enam SD menuju kelas satu SMP. Mendampingi usia anak-anak menuju puber tidak mudah. Mereka tidak mau diperlakukan seperti anak-anak, tapi kalau diperlakukan seperti dewasa muda juga belum bisa, nanti mereka bingung. Jika diajak ngobrol seperti anak remaja yang sudah lama puber, mereka juga masih bingung, diajak ngobrol seperti orang dewasa tambah bingung, diajak ngobrol seperti anak-anak mereka ngajak ngobrolin hal lebih dewasa dari usia mereka.

Sebuah tantangan yang tentu saja tidak akan terjadi dua kali dalam hidup ini. Tanpa TSoM ini, aku belum tentu bisa merasakan mendampingi anak-anak otw puber atau remaja tsom yang memiliki berbagai macam pandangan dan tingkah laku selayaknya dewasa muda tapi jika ada masalah larinya ke pendamping.

Pastinya pendamping tetap akan mengalami dinamika bersama anak-anak puber, tetapi cerita, peristiwa atau kejadiannya pasti akan berbeda. Tuhan baik mempertemukan kami semua dengan berbagai macam karakter untuk berdinamika selama satu tahun. Sebuah berkat dari Tuhan yang mempermudah pendekatan diri ini dengan anak-anak TSoM KAS dan TSoM keuskupan lain.

Dinamika-dinamika selama TsoM, tidak hanya berlangsung di lingkup Keuskupan Agung Semarang. Dinamika juga terjadi pada saat kami mengikuti pertemuan nasional. Pertemuan nasional pertama dilakukan di Pacet dengan tema ”Surabaya Friendship” mengajarkan anak-anak untuk berelasi dengan Tuhan, alam, teman, dan masyarakat. Tentu saja pada pertemuan pertama ini pendamping ikut berdinamika sehingga mengetahui seperti apa cara anak zaman sekarang memecahkan masalah dan mengatur strategi mereka untuk menyelesaikan tantangan yang ada.

Pertemuan nasional kedua dilakukan di Muntilan dengan tema ”Muntilan Prayer” dilanjutkan Jamnas 2023. Dari pertemuan kedua ini, kami sudah akrab. Tentu saja dari pertemuan pertama ke pertemuan kedua ini, khususnya peserta TSoM sudah semakin akrab satu sama lain. Mungkin jika pendamping melihat mereka hanya di lingkup anak-anak TSoM terlihat bila mereka masih biasa-biasa saja, tetapi ketika jamnas mereka bisa menjadi contoh baik bagi teman-temannya yang tidak ikut TSoM. Dari situ aku merasa, menemani mereka dan membantu mereka aktif terlibat rupanya membutuhkan proses. Proses pendekatan dan proses perkenalan yang tentu saja aku harus bisa memposisikan diriku.

Pertemuan nasional ketiga dilakukan di Makassar dengan tema ”Makassar Action” yang rupanya ini merupakan bagian dari anak-anak belajar merasakan menjadi orang dewasa mencari nafkah. Belajar memahami orang dewasa mencari rupiah dan bagaimana orang dewasa membagi waktu. Membagi rupiah untuk dirinya, rumah, dan anak. Membagi waktu untuk mereka dan membagi waktu untuk dirinya sendiri. Sebagai pendamping, aku menempatkan diri sebagai teman sepantara mereka dengan memberi contoh tekun dalam mengerjakan satu pekerjaan yang diberi oleh tempat kerja kami. Tidak dapat dipungkiri bila keluhan-keluhan capek akan keluar dari mulut mereka. Akan tetapi itu merupakan hal wajar. Setidaknya, ketika mengikuti kegiatan ini para peserta TSoM lebih perhatian lagi.

Pertemuan terakhir dilakukan di Padang dengan tema ”Mentawai Pilgrimage” atau perziarahan di Mentawai. Romo dirnas bertanya ke kami semua ketika ada di Mailepet ”apa bedanya kegiatan TSoM dengan kegiatan LSM atau bakti sosial lainnya?” Kami diajak berpikir bersama. Sebenarnya jawabannya sudah sering kami dengar kurang lebih ”bermisi atau keluar dari zona nyamanmu untuk melakukan misi. Misinya mewartakan sukacita injil.”

Kami semua para pendamping, mendampingi anak-anak TSoM untuk melakukan natal ceria di Paroki Siberut dan Paroki Saibi. Kami semua dipencar di stasi-stasi yang ada di dua paroki itu. Di Taileleu, anak-anak senang jika ada kegiatan di gereja. Mereka akan datang pertama dan bermain di gereja sebelum kegiatan di mulai. Dari situ aku mengingat kutipan kitab suci: Tetapi Yesus berkata: ”Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga.” (Matius 19:14). Orang tua anak-anak itu pun tidak menghalang-halangi mereka, justru mereka meminta anak-anak untuk cepat datang pergi ke gereja. Seperti pada saat malam resepsi atau dapat disebut pesta natal, anak-anak akan datang setelah mereka selesai makan malam. Mereka akan bermain terlebih dahulu sembari menunggu kegiatan resepsi dimulai.

Sebagai pendamping, aku merasa anak-anak Taileleu dan anak-anak TSoM adalah salah satu cermin dari masa laluku. Polos dan senang jika ikut terlibat di dalam kegiatan gereja. Aku merasa dikasihi Tuhan karena Tuhan memperbolehkanku bertemu dengan orang-orang yang memiliki semangat bersukacita dalam menyebarkan kasih Yesus. Aku merasa diberkati karena banyak orang yang menjadi contoh dalam mendamping anak-anak puber. Tuhan selalu punya jalan untuk memberikan kasihnya dan berkatnya melalui orang-orang disekitar kita. Kembali mengasah kepekaan radar kasih dan berkat yang diberikan oleh Tuhan kepadaku dari perjumpaan dengan perjumpaan orang baru.

Sebuah perjumpaan menghasilkan berbagi macam harapan. Harapan untuk bertemu dan harapan untuk bertumbuh di tempat di mana dia akan berpijak. Semoga setelah kami bermisi di Taileleu, anak-anak berani mencoba bermisi di lingkungan mereka. Mewartakan sukacita injil dan bertumbuh kembang di mana mereka akan terlibat. Jika mereka sudah berani bermisi di luar keuskupan mereka, maka mereka berani dan mudah beradaptasi di keuskupannya masing-masing dengan pola pikir menjadi lebih baik.

Lalu untuk diriku sendiri yang merasa mendampingi anak-anak beranjak puber sulit, Tuhan mengasihi aku, sehingga Dia menolongku menghadapi kesulitan ini. Tuhan menolongku dengan mempertemukan aku dengan orang lain yang secara tidak langsung memberikan contoh bagaimana berinteraksi dan bagaimana menempatkan diri ketika bersama anak-anak beranjak puber. Semoga dengan adanya perjumpaan TSoM bersama orang-orangnya, aku akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan menjadi pribadi yang lebih sabar dalam menghadapi berbagai macam pergumulan kehidupan.

“Saat kita bersedih, bersabarlah karena itu hanya sementara”
“Saat kita bahagia, nikmatilah karena itu juga cuma sementara”

RD. Reynold Pungis

2 respons untuk ‘Refleksi

  1. Ping-balik: Refleksi – T-SoM

Tinggalkan komentar