Refleksi

Lavina Harell Darmansius

Peserta T-SoM#3 – KEUSKUPAN PADANG

Dipanggil, Diutus, dan Menjadi Berkat

Awalnya, tidak terbayangkan bahwa saya dapat mengikuti program T-SoM Nasional angkatan III ini. Bahkan saya awalnya tidak tahu sama sekali tentang apa itu T-SoM . Berawal dari pertemuan nasional pertama di “Surabaya Friendship”, kami semua diajak untuk saling berteman satu sama lain. Jujur, perasaan takut menyelimuti saya pada saat itu, apalagi saya bisa dikatakan anak yang tidak terlalu pandai untuk bergaul. Apalagi di zaman sekarang, anak-anak muda seperti kami pasti mencari teman yang ‘sefrekuensi’ atau bisa dikatakan mencari teman yang asyik. Namun syukurlah bahwa itu semua hanyalah ketakutan pribadi yang tidak terjadi. Di Surabaya ini saya menemui teman-teman yang sangat ramah, dan mau terbuka. Bahkan pada pertemuan ini, saya menjadi dekat dengan dua anak remaja dari Keuskupan Agung Makassar. Hal ini juga pengaruh dari kegiatan outbond bersama dengan kelompok yang anggotanya terdiri dari beberapa keuskupan yang berbeda. Ini membuat dinamika kami semakin terjalin dengan baik dan semua ketakutan yang saya bayangkan itu hilang. Baru pertemuan awal saja kami sudah berbicara sampai tengah malam dan itulah yang membuat kami semakin dekat satu dengan yang lain. Tidak terlalu banyak cerita untuk pertemuan pertama ini karena memang terfokus pada pendekatan dan perkenalan dengan teman-teman baru.

Berlanjut ke pertemuan nasional kami yang ke-2, yang berjudulkan “Muntilan Prayer”. Disini, kami semua diajak untuk semakin dekat dengan Tuhan dan mendalami kitab suci. Berbeda dengan pertemuan sebelumnya, disini kami diajarkan untuk lebih tertib dan fokus. Yang paling menarik di pertemuan ini bagi saya adalah ketika kami melaksanakan outing ke beberapa tempat peziarahan di Muntilan, Boro dan Sendangsono.

Pengalaman berziarah ini lah yang membuat saya kagum akan jiwa misioner para misionaris di tanah Jawa tersebut. Perjalanan ini semakin meningkatkan jiwa misioner saya dan membuat ketakutan saya mengikuti program T-SoM ini hilang setelah mendengar cerita-cerita hebat dari pada misionaris hebat yang akan selalu menjadi panutan saya untuk melayani gereja dan sesama.

Tidak hanya itu saja, bersama-sama dengan anggota kelompok membaca kitab suci dan mendalaminya adalah sesuatu yang menarik buat saya. Sharing tentang kehidupan keluarga kami masing-masing membuat saya hampir menangis, karena kutipan kitab suci yang saya rasa sesuai dengan kesulitan yang sedang saya alami. Di pertemuan ini saya merasakan bahwa saya dipanggil untuk semakin dekat dengan Tuhan melalui Injil dalam Kebhinekaan, seperti judul Jambore Nasional Sekami 2023 yang kami ikuti setelah pelaksanaan pertemuan nasional T-SoM yang lokasi nya tidak terlalu jauh.

“Beraksi” itulah yang banyak kami lakukan di pertemuan nasional ke-3 yang berjudulkan “Makassar Action”. Di pertemuan inilah saya dapat memahami apa itu aksi dan menemukan masalah-masalah sosial yang selama ini mungkin saya anggap biasa saja. Awalnya saya mengira bahwa live in pertemuan kali ini sama seperti live in T-SoM keuskupan di kepulauan Mentawai yang sudah saya lakukan sebelumnya. Namun ternyata, kami semua melaksanakan live in dengan fokus berbeda di berbagai tempat kerja dan ikut bekerja bersama karyawan-karyawan dimana kami ditempatkan.

Melihat para karyawan itu, dan melihat diri saya, apalagi di zaman sekarang kami anak muda gen Z ini, bisa dikatakan hanya bisa meminta dan meminta kepada orang tua jika kami menginginkan sesuatu. Dengan bekerja ini membuat saya menyadari bahwa hidup tidak melulu harus mendapatkan apa yang kita mau. Semua orang mau hidup dengan enak, tapi jangan lupa bekerja. Saya baru sebentar saja bekerja, rasanya sudah sangat lelah, apalagi bekerja tanpa henti dan setiap hari. Dimanakah saya bekerja waktu itu? Ya, saya mendapatkan tempat bekerja di warkop, yang sudah pasti harus setiap saat mencuci piring. Hal itu sampai membuat tangan saya pucat. Namun saya tidak menyerah dan sangat menikmati itu semua karena dimana lagi saya akan mendapatkan pengalaman ini?

“Mentawai Pilgrimage”. Perasaan saya ketika pertemuan nasional ke-4 ini senang dan sedih. Senang karena saya dapat bertemu kembali dengan teman-teman saya. Sedihnya karena ini adalah pertemuan yang terakhir yang sudah pasti adalah perpisahan bagi kami. Pada pertemuan ini, kami melaksanakan live in bersama umat yang ada di beberapa stasi kepulauan Mentawai. Disinilah saya merasakan bagaimana kehidupan yang sangat berbeda jauh dengan kehidupan yang saya alami sehari-hari di kota. Saya tersadar bahwa hidup tidak harus dijalani dengan harta, tetapi dengan kebahagiaan. Bagaimana bisa saya berkata seperti itu? karena saya melihat bagaimana ceria dan bahagianya kehidupan mereka yang bahkan jauh dari kata cukup. Mereka bisa sehat seperti kita yang hidupnya bisa dikatakan berkecukupan. Dan semua itu kuncinya ada bersyukur dan kebahagiaan.

Melihat kembali…

Jika ditanyakan apa hal terbaik yang saya dapatkan dan rasakan di tahun 2023, adalah ketika saya mendapatkan kesempatan menjadi anggota T-SoM tingkat nasional. Di sini, saya tidak hanya menemukan teman-teman baru. Saya juga merasakan banyak sekali pengalaman baru dan seru yang saya jalani selama berproses dalam T-SoM. Setahun bisa dikatakan tidak terlalu lama, tetapi entah mengapa, bahkan saya merasa lebih nyaman ketika berada bersama mereka, dibandingkan dengan teman-teman yang sering saya jumpai. Meskipun pada awalnya kami tidak saling mengenal, namun sekarang mereka semua adalah keluarga saya. Bila ada kesempatan lagi, saya ingin berkumpul kembali bersama mereka, bercerita, bercanda, dan tertawa bersama. Bergembira dengan mereka dapat membuat saya bahkan melupakan kesulitan yang ada.

Perubahan yang sangat amat besar saya rasakan ketika saya mengikuti program ini, perasaan takut yang menjadi berani, perasaan tidak mau mencoba, menjadi mau mencoba, dan ini adalah panggilan Tuhan kepada saya untuk melayaniNya dan juga sesama. Saya merasa bangga kepada diri saya sendiri, karena berani keluar dari zona nyaman saya, mau untuk menghadirkan perubahan pada diri saya, dan berani untuk mencoba hal-hal baru. Lebih baik mencoba tapi gagal, dibandingkan tidak mencoba sama sekali. Bahkan saya tidak menyangka bahwa kami semua sudah berada diakhir pertemuan. “why time goes so fast?”. Semua kenangan yang kami ciptakan selama setahun ini, akan terus menjadi cerita terindah dalam hidup saya. Inilah kenangan yang mewarnai hidup saya yang hitam putih. Kenangan yang tidak akan terulang lagi, tapi akan selalu diingat sampai kapanpun.

Doa:

Allah, Bapa yang Mahabaik, terimakasih atas kesempatan yang engkau berikan kepadaku sehingga aku dapat mewartakan Injil-Mu melalui program T-SoM ini. Terimakasih atas penyertaanMu selama kami berproses bersama. Di tengah perkembangan zaman sekarang, kiranya engkau selalu menyertai kami semua, agar tetap menebarkan cinta kasih dan menyebarkan kabar sukacita ke sesama kami. Jadikanlah kami semua perpanjangan tanganMu untuk bermisi di keuskupan kami masing-masing-masing. Semoga semua yang telah kami alami dan terima selama mengikuti proses T-SoM ini, dapat kami dalami dan kembangkan, terutama untuk mewartakan Injil sukacitaMu. Lindungilah semua teman-temanku yang diutus di keuskupan masing-masing, ya Bapa. Ini semua kami serahkan kepadaMu dengan pengantaraan Kristus Tuhan kami, Amin.

“Misionaris melangkah maju dengan visi misi, namun di setiap langkahnya, bayangan perpisahan dengan teman menghantui. Meski tak bersama, kenangan bersatu selalu menghangatkan jiwa.”

Tinggalkan komentar