Refleksi

Miracle Keysha Massie – Keuskupan Agung Makassar

T-SOM Mission Trip

Bermisi bukanlah hal yang mudah, tetapi jika dijalani dengan sukacita maka semuanya akan terasa mudah.

Surabaya Friendship

Di Surabaya inilah perjalanan misi pertama kami dimulai, kami datang ke tempat dimana saya dan teman teman saya akan memulai misi kami. Awalnya pasti muncul rasa takut dan tidak sanggup, dan ternyata juga mengenal orang lain yang tidak pernah kita temui sama sekali bukanlah hal yang mudah. Saya mencoba untuk berserah dan berdoa pada Tuhan agar semuanya selalu dilancarkan dan dapat berjalan dengan baik. Dari hari pertama saya sudah membuka diri saya agar bisa berteman dengan banyak orang. Di situ saya mendapatkan 2 teman, mungkin memang sedikit tapi saya sudah merasa sangat bahagia. Saya belajar bahwa ternyata saya bisa mendapatkan teman walaupun tidak segampang yang saya kira tetapi saya bahagia karena bisa mendapatkannya. Kami kemudian melanjutkan dengan kegiatan mengenal T-SOM dan saya berpikir wah sepertinya ini akan sulit, tetapi saya masih saja tetap berdoa supaya semuanya dilancarkan.

Keesokan harinya kami mengikuti outbound dan harus mendaki bukit. Saya dan teman kelompok saya berusaha semaksimal mungkin untuk mendatangi semua pos. Saya pelajari, hampir semua pos yang saya datangi memiliki arti dan makna yang berbeda-beda. Disitu saya belajar banyak hal, terutama saat kami tiba di satu pos dan di situ saya bahu membahu untuk menggendong teman saya di atas karung. Ini merupakan hal yang susah, tetapi dari situ saya juga belajar untuk selalu berusaha jika kita ingin mencapai keinginan yang kita mau. Setelah itu, kami dikumpulkan kembali dan di situ kami seru-seruan bermain tepung dan air. Kegiatan ini sangat menyenangkan bagi saya. Saya berpikir T-SOM ini baru pertemuan pertama tetapi sudah banyak pelajaran yang dapat saya pelajari. Setelah 3 hari kami kembali ke Keuskupan kami masing-masing dan berkembang di Keuskupan kami.

Muntilan Prayer

Muntilan Prayer, disinilah misi kami yang kedua dimulai. Setelah sebelumnya kami mendekatkan dan membuka diri ke saudara dan lingkungan, masuk di Muntilan Prayer ini saatnya mendekatkan diri kepada Tuhan. Saya belajar banyak hal, salah satunya adalah refleksi. Refleksi ini adalah dasar kami. Saya juga belajar membaca Kitab Suci dengan model TAT. Disini bahwa saya sempat takut dan ragu akan suatu hal tetapi dari metode TAT ini kami dapat mengambil suatu kalimat alkitab dari bacaan yang kami pilih dan menjadi pegangan dan pedoman hidup kita. Hal ini yang membuat saya semangat lagi untuk ikut bermisi terutama di T-Som ini.

Jamnas

Sebuah kebahagiaan dan keberuntungan bagi kami di T-Som angkatan 3 karena berkesempatan untuk mengikuti Jamnas, ini adalah misi kami yang ke 3. Di Jamnas ini saya dapat belajar untuk meneguhkan iman saya dan belajar juga mendalami iman katolik serta mempelajari keanekaragaman yang ada di Indonesia. Semenjak Muntilan Prayer dan disambung dengan Jamnas, saya menjadi lebih bangga dan lebih sering berdoa serta mengikuti perayaan Ekaristi dengan lebih serius dan hikmat, karena itu sangat membuat kita lebih tenang. Selain itu juga, di Jamnas saya dapat belajar permainan tradisional dari berbagai daerah dan itu adalah pelajaran yang menurut saya juga seru karena saya tinggal di makassar sejak kecil dan mungkin hanya sekadar belajar di sekolah tidak mempraktikkan secara langsung. Malah kadang saya tidak tahu bahwa itu adalah permainan tradisional dan dari daerah mana. Nah, di Jamnas ini kami mempelajari itu dan kami sangat senang mempelajarinya. Awalnya saya mengira bahwa Jamnas ini bakal ribet atau susah dan saya tidak bisa. Ternyata saya bisa melewatinya dengan baik dan banyak sukacita serta kenangan yang kami tinggalkan di dalamnya.

Makassar Action

Di Makassar yaitu kota dan Keuskupan saya sendiri, kami peserta T-Som menjalankan misi kami yang ke 4. Di sini kami belajar dan bekerja, ada yang bekerja di pabrik udang, di cafe MAMA, di rumah makan dan tempat kerja lainnya yang ada di makassar. Saat itu saya bersama kelompok saya bergabung dengan 2 kelompok yang lainnya dan kita bekerja di satu pabrik udang yang ada di Makassar. Di situ kami disuruh melipat inner dari jam 10 pagi sampai jam 4 sore. Awalnya saya mengira bahwa itu adalah hal yang gampang, ternyata itu adalah hal yang lumayan susah dan tidak segampang yang saya kira.

Bekerja dari jam 10 pagi sampai jam 4 sore adalah hal yang sangat melelahkan. Kami bekerja bersama untuk menyelesaikan semuanya dan menurut saya itu adalah hal yang sangat menyenangkan. Akhirnya kami dapat menyelesaikannya juga tepat waktu. Saat saya bekerja, saya berpikir bahwa kalau orang tua saya bekerja bahkan bisa dari pagi sampai sore atau malam, itu sangat melelahkan dan mungkin hasilnya tidak seberapa tetapi saya dengan seenaknya meminta uang tanpa saya memikirkan hal tersebut. Setelah saya bekerja, saya sudah tidak berani membeli barang yang tidak penting dan tidak berguna bagi saya, karena saya dapat pengalaman kerja jadi saya belajar dan tahu bahwa kerja tidak segampang yang saya kira. Untuk mendapat hasil yang maksimal itu juga butuh kerja keras yang lebih dan hal yang susah bisa menjadi hal yang sederhana dan gampang jika dikerjakan bersama-sama dan dengan ikhlas.

Mentawai Pilgrimage

Disinilah misi kami di T-Som 3 ini berakhir. Ini adalah misi kami yang ke 5 dan di sini kami akan ditempatkan di suatu stasi dan live in disana. Kebetulan kelompok saya mendapatkan stasi Saliguma, di mana kami berangkat dari pagi dan sampai di stasi Saliguma itu di malam hari. Saat tiba tidak tahu mengapa, saya merasa sangat takut, tetapi kami disambut dengan sangat meriah dan hangat, sehingga perlahan rasa takut saya mulai berkurang. Kami juga belajar untuk mendampingi adik-adik di Saliguma dan belajar juga memahami kemauan mereka. Kami menjalani malam penantian, Natal ceria, dan malam gembira dengan penuh sukacita. Kami menemukan keluarga baru yang sangat sayang dan perhatian kepada kami. Kami juga mendapatkan teman dan adik-adik yang sangat bahagia dengan kehadiran kami.

Teman-teman, Pastor, dan kakak pendamping selalu mendukung saya untuk terus belajar dan terus maju serta menghilangkan rasa takut saya. Saya sangat bahagia di Saliguma. saya banyak belajar dari mereka, terutama karena ini Natal pertama saya jauh dari orang tua saya. Tanpa orang tua, tidak ada sinyal, harus naik gunung dulu agar dapat sinyal, memang hal yang lumayan susah. Tetapi demi menghubungi orang tua kami, kami rela naik gunung untuk menginfokan ke orang tua kami dan mengucapkan selamat Natal.

Di sana saya juga belajar untuk lebih mandiri dan berani menerima apa pun risiko yang terjadi, keadaan rumah mereka, dan bahkan lingkungan mereka. Saya harus berani menerima karena kita adalah misionaris. Selama di sana juga selain mendampingi adik-adik, saya juga belajar hal baru terutama saat kami sangat sering ditunjuk secara mendadak dan harus kami terima. Hal yang saya tidak pernah lakukan dan hal yang saya tidak bisa semuanya jadi bisa. Apalagi saat disuruh doa umat memakai bahasa daerah masing-masing. Saya mendoakan doa umat dengan menggunakan bahasa Toraja. Saya diliputi ketakutan apakah saya bisa atau tidak, dan ternyata saya bisa. Saya bangga pada diri saya sendiri karena sudah berani mencoba hal baru tersebut.

Tibalah saat di mana kami harus berpisah dengan semua orang di Saliguma dan kembali beraktivitas di Asrama Mailepet. Kami sangat sedih dan berharap kami dapat bertemu kembali di lain waktu. Di Asrama kami belajar tentang apa sih itu sebenarnya bermisi atau misionaris? Bermisi atau menjadi misionaris berarti kita berani keluar dari zona nyaman kita. Kita melakukan kegiatan live in berarti kita bermisi dan keluar dari zona nyaman kita untuk mencoba hal baru yang belum pernah kita dapatkan.

Selain itu, kami juga mengadakan pentas seni. Kami dari berbagai Keuskupan menampilkan penampilan terbaik kami dan penampilan itu sangatlah seru. Keesokan harinya kami berangkat dan pergi ke Pantai Masilok, rekreasi yang lumayan menyedihkan bagi saya, karena rekreasi terakhir kami setelah bermisi selama kurang lebih satu tahun. Kami menghabiskan waktu bersama dan harus berpisah juga. Setelah dari pantai besoknya kami kembali ke Padang, kami mengadakan acara penutup dan kami bersiap untuk berangkat pulang ke Keuskupan kami masing-masing dan berkarya di Keuskupan kami. Sangat menyedihkan dan sangat berat bagi saya, tapi bagaimanapun itu saya harus menerima dan harus berkembang di Keuskupan masing-masing. Pengalaman yang sangat menyenangkan dan takkan dilupakan.

Dari T-Som ini saya belajar untuk lebih mandiri, terlebih karena saya adalah anak tunggal. Saya juga belajar untuk lebih terbuka kepada banyak orang, bekerja sama dengan banyak orang, berusaha untuk mencapai apa yang kita inginkan dengan usaha kita dan mau menerima bantuan baik dari orang lain. Selalu bersyukur setiap saat apapun keadaannya, siap mewartakan injil dan kabar berita sukacita kepada semua orang, dan yang paling terakhir adalah siap untuk diutus dimanapun dan kapanpun.

Dari T-Som juga Tuhan ingin mengajarkan kepada saya bahwa dalam kebersamaan siapapun dan di manapun, saya bisa berkembang. Ke depannya saya akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi terutama karena saya mendapatkan bekal dari T-Som yang bisa mengubah kepribadian saya menjadi lebih baik dan materi yang diberikan sangat luar biasa. Saya berjanji untuk lebih patuh kepada orang tua, selalu mendekatkan diri kepada Tuhan, dan siap bermisi di Keuskupan Agung Makassar.

Doa :

Allah Yang Mahabaik dan Maha Pengasih, syukur kami haturkan kepadaMu atas perjalanan misi yang sudah kami jalani selama satu tahun belakangan ini. Semoga kami selalu dapat menjadi misionarisMu yang dapat Engkau utus kemana pun juga dan dapat menjadi pembawa berita sukacita kepada semua orang. Semoga perjalanan kami ini dapat kami bawa ke Keuskupan kami masing-masing dan dapat berkembang di kota kami masing-masing. Inilah doa yang kami sampaikan kepadaMu dengan perantaraan Kristus Tuhan dan Juru Selamat kami. Amin.

Quotes :

Siap bermisi kapanpun dan dimanapun

 

Tinggalkan komentar