Evany Kristiani Tampubolon
Peserta T-SoM#3 – Keuskupan Bandung
No pain No gain
Pada tanggal 22-28 Desember 2023 adalah pertemuan Nasional Teens School of Mission angkatan ke-3 dan pertemuan yang terakhir di keuskupan Padang, kepulauan Mentawai yang bertajuk “Mentawai Pilgrimage”. Bersama dengan teman teman dari 13 keuskupan yang terlibat di T-SOM Angkatan ke-3, masing masing dibagi kelompok. Saya mendapatkan tempat bermisi di Stasi Ugai paroki Siberut dengan anggota kelompok Pastor Yohanes Sigit Scj Dirdios Keuskupan Agung Palembang, Pani peserta TSoM 3 Keuskupan Agung Medan, Daniel peserta TSoM 3 Keuskupan Palangkaraya, Kak Ben, Kak Feby pendamping SEKAMI dari Keuskupan Padang dan Kak Ge Pendamping TSoM Keuskupan Jayapura. Kegiatan “Mentawai Pilgrimage” dibuka dengan ibadat. Saya dan teman sekelompok harus menyiapkan diri dan hati untuk berjalan bersama Tuhan mengemban misi dan membantu pelayanan perayaan Natal stasi Ugai, yang dimana tempat saya live–in sangat berbeda dengan kehidupan saya di kota Bandung terlebih dari adat dan bahasa Mentawai yang cukup kental, dan listrik serta jaringan yang sungguh terbatas.
Persiapan natal pada 22 Desember 2023 tahun ini sangat jauh berbeda dibandingkan natal yang saya rayakan di tahun sebelumnya, karna butuh persiapan ekstra dari 10 gerak dan lagu yang harus saya hafal untuk beranimasi bersama adik-adik SEKAMI di Stasi Ugai, lalu membuat Rundown acara yang dipercayakan kepada saya dan menjadi MC di Natal Ceria Stasi Ugai rasanya hati saya gugup sekali, saya takut saya gagal saat berbicara didepan adik adik sekami di Stasi Ugai. Ketakutan saya saat ingat gambaran Mentawai dari Romo Wondo Paroki Saibi, berkata bahwa tanah misi di Mentawai sangat kental adatnya, terlebih tidak semua masyarakat di Desa Ugai bisa berbahasa Indonesia. Tanggal 23 Desember 2023 adalah Perjalanan bermisi yang jauh menuju Stasi Ugai dengan teman sekelompok dengan penuh tantangan menghayati jiwa Misionaris, karna kelompok saya harus berjalan 4 jam lamanya menuju Stasi dan itu adalah hal yang diluar perkiraan. Awalnya saya mengira saya dan teman teman TSoM bisa mengendarai mobil Viar sampai di Desa Ugai, kenyataannya kendaraan tidak memungkinkan sehingga kami perlu mengenderai kaki kami. Perjalanan jauh yang cukup melelahkan, langsung disambut oleh umat di Stasi Ugai dengan begitu ramahnya, Begitupun dengan keluarga saya dari Bapak Paulus Leo yang menyambut saya dengan hangat, mungkin dengan hati yang senang karna menyiapkan makanan yang sangat sedap untuk menyambut saya. Di tanggal 24 Desember 2023 sebelum Ibadat Adven dimulai, adik adik SEKAMI Stasi Ugai ada pertemuan SEKAMI Adven IV terlebih dahulu, saya dan kawan kawan saya membantu kakak pendamping untuk memberikan Ice Breaking. Permainan seru karena adik adik SEKAMI semanga, lalu dilanjut oleh ibadat Adven IV yang dipimpin oleh bapak Baja Stasi Ugai (Kepala Stasi). Selesai ibadat adven IV, beberapa masyarakat pergi ke bukit untuk mengambil bahan dekor yang begitu sederhana, saya membantu mengkreasikan kertas dengan berbagai bentuk untuk memeriahkan dan menyambut kelahiran Tuhan Yesus, tidak hanya itu saya juga mendapat tugas dadakan dari Kak Nadyn – pengurus Stasi Desa Ugai, untuk menjadi Misdinar bersama Daniel peserta TSoM 3 Keuskupan Panglangkaraya yang dipimpin oleh Pst. Yohanes Sigit Scj, dan tugas misdinar berjalan dengan begitu baik meskipun kaki saya dan Daniel harus kotor karna tugas misdinar tanpa sepatu. Ini juga pengalaman pertama saya melayani sebagai misdinar tidak beralaskan Sepatu. Hari yang ditunggu oleh masyarakat di Desa Ugai yaitu tanggal 25 Desember 2023 yaitu Natal Ceria bersama teman TSoM Nasional 3. Sebelum merayakan Natal bersama, kami di Stasi Ugai merayakan Misa Natal bersama yang dipimpin oleh Pst. Yohanes Sigit, SCJ. Lalu mempersiapkan dekorasi kembali dibantu dengan masyarakat di Aula umum, hanya sederhana yaitu dari kertas krep warna warni, tapi cukup untuk memeriahkan Natal Ceria dengan dekorasi yang indah. Adik-adik SEKAMI stasi Ugai pun sedikit demi sedikit mulai berdatangan ke Aula dengan membawa kegembiraan, senyuman pada sesama yang menunjukkan betapa indah nya hari ini dengan penuh sukacita, bahwa hari ini adalah hari yang di tunggu tunggu oleh adik adik dan masyarakat di Stasi Ugai.
Banyak sekali perasaan takut dan cemas tentang tanah misi Mentawai ini, saya takut saya susah berbaur dengan masyarakat disana karna saya tidak fasih bahasa Mentawai, saya takut dengan adat di Desa Ugai pada zaman nenek moyangnya yang digambarkan sebelum saya datang kesana. Saya cemas, cemas akan adat di Desa Ugai yang mempunyai alat senjata mematikan berupa panah dan saat anak panah yang dilapisi dengan racun mengenai kulit manusia, ataupun hewan sedikit saja, 1 menit akan membuat siapapun yang terkena meninggal, nama senjata itu bernama Silogui. Ketakutan kembali datang saat saya menjadi MC di Natal Ceria untuk adik adik SEKAMI stasi Ugai. Saya berbicara penuh dengan Bahasa Indonesia, ternyata adik adik sekami Stasi Ugai tidak mengerti apa yang saya bicarakan, hanya beberapa orang saja. Saya merasa bersalah seharusnya saya memang menghafal sedikit demi sedikit tentang bahasa Mentawai yang sudah pernah diinfokan oleh kakak pendamping T-Som dari Keuskupan saya dan bukannya mengikuti rasa malas yang ada didalam diri saya harusnya saya keluar dari zona nyaman. Dari peristiwa ini saya mengingat kembali saat saya harus bersaing dengan siswa siswi berprestasi di Jawa Barat untuk masuk ke SMA favorit, dan saya mencoba mendaftar ke SMA yang mempunyai akreditasi A, padahal yang mendaftar ke SMA tersebut harus mempunyai nilai yang cukup tinggi, sementara nilai saya cukup rendah untuk masuk ke SMA yang saya inginkan, saya tidak fokus dan melupakan tujuan saya untuk masuk ke SMA favorit dan saya baru menyadari hal tersebut saya mencoba daftar dan melihat pengumuman nilai yang masuk ke SMA yang saya inginkan sangat jauh berbeda dengan nilai yang saya capai.
Saya baru sadar bahwa dari peristiwa tersebut saya tidak mau berusaha, saya tidak mau bersusah payah, dan pentingnya diri saya untuk tidak meremehkan sesuatu dengan mudah dan menganggap bahwa semua nya mengalir begitu saja dengan yang saya inginkan. Karna pada nyatanya usaha yang telah saya keluarkan adalah hasil yang akan saya peroleh, jika saya hanya menganggap semua itu remeh tanpa berusaha hasilnya akan tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Saya juga menjadikan keraguan dan ketakutan yang ada didalam diri saya sebagai bahan bakar untuk membuktikan kepada diri saya bahwa saya sudah berusaha dengan maksimal, keluar dari zona nyaman memang tidak mudah tetapi juga akan menghanyutkan diri saya dengan terus menuruti rasa tidak mau bersusah payah yang ada didalam diri saya.
Tuhan menyadarkan saya tentang ketidaknyamanan memang merupakan sesuatu yang melelahkan karena kita dituntut untuk terus beradaptasi dan berupaya menghadapinya. Namun, di dalam penyertaan Tuhan ketidaknyamanan dapat menjadi cara yang mempersiapkan kita untuk mengalami serta menjadi saluran berkat. Saya harus meneladani apa yang Yesus lakukan, karna Ia rela meninggalkan kesetaraan dengan Allah untuk sebuah misi mulia menyelamatkan umatnya yang berdosa dan Tanpa saya sadari, Tuhan sesekali “memotong” dahan kenyamanan saya untuk mengubah iman saya agar bertumbuh dan naik ke level yang lebih tinggi.
Tidak ada pertumbuhan dizona nyaman, tidak ada kenyamanan bila ingin mengalami pertumbuhan.
Ayat – Yohanes 15:2 “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah.”