Refleksi

Vania Rosalind

Peserta T-SOM#3 – Keuskupan Bandung

Happiness is Something that You Choose to Be

Perkenalkan, nama saya, Vania Rosalind dari Keuskupan Bandung. Saya mengikuti program T-SOM Nasional bersama dengan teman-teman saya dari 14 Keuskupan yanga da di Indonesia. Pertemuan yang pertama ada di Surabaya dengan tema ‘Friendship’ atau persahabatan. Di sana saya bertemu dengan teman-teman baru serta berdinamika bersama. Saya juga belajar untuk lebih mencintai serta menghargai kondisi diri sendiri.

Pertemuan yang kedua, di Muntilan memiliki tema: ‘Prayers’ atau berdoa. Di sini saya belajar untuk kembali mendalami firman Tuhan dengan cara berdoa serta mendalami alkitab. Saya kembali merefleksikan setiap kegiatan saya dengan firman Tuhan. Setelah dari Muntilan, saya lanjut mengikuti JAMNAS SEKAMI di Magelang. Dengan menjunjung tema ‘Berbagi Sukacita Injil dalam kebhinekaan: Bersahabat, Terlibat dan Menjadi Berkat’. Saya bertemu dengan teman-teman lain di luar T-SOM. Kami kembali mendekatkan iman bersama.
Pada pertemuan ketiga, di Makassar dengan tema ‘Action’ atau bergerak. Di sini saya ikut live-in atau bekerja langsung di sebuah pabrik tepung. Saya di sana membantu membersihkan toilet serta menyiapkan makanan bagi para pegawai. Saya belajar untuk lebih banyak mengambil peran dalam kehidupan sosial masyarakat.

Pada pertemuan T-SOM Nasional yang ke-empat, di Keuskupan Padang, saya bermisi di Pulau Mentawai. Saya ditemnpatkan di sebuah stasi bernama Stasi Taileleu, Pulau Siberut, Mentawai. Saya bersama dengan Ega (Keuskupan Manado), Oka (Keuskupan Sintang), Aurel (Keuskupan Tanjung Selor), Hezkel (Keuskupan Padang), serta pendamping yaitu Kak Novie (Keuskupan Agung Makassar), Kak Yolen (Keuskupan Agung Semarang), Kak Adrian (BN-KKI Jakarta), dan Kak Johanes (KKI-Padang). Didampingi juga dengan seorang romo dirdios, yaitu Romo Marson (Dirdios Keuskupan Manado) bersama-sama bermisi pelayanan natal di Stasi Taileleu.

Dari 4 pertemuan yang saya ikuti, pertemuan yang paling berkesan bagi saya adalah pertemuan ke 4 di Mentawai. Mentawai Pilgrimage dimulai dengan perjalanan kami dimulai dengan naik kapal Mentawai Fast dari Padang menuju ke Sikabaluan selama 3 jam. Kemudian, lanjut menuju Siberut selama 3 jam lagi. Setelah ada penyambutan di Wisma Maileppet, saya melanjutkan perjalanan ke stasi Taileleu dengan kapal kecil selama 2 jam.

Awalnya di kapal kecil, ombaknya cukup tenang sampai saya dapat tertidur dengan pulas. Kemudian setelah beberapa saat, saya terbangun karena goncangan ombak yang menimpa kapal kami. Karena kami melawan arus ombak, kapal tersebut menjadi lebih gampang terguncang.
Di sana saya cukup panik, sehingga saya terus berdoa mendaraskan Salam Maria dan meyakinkan diri untuk percaya kepada Tuhan. Puji Tuhan, kami sampai ke Stasi Santo Petrus, Taileleu. Kami sampai di sana sekitar jam 7 malam. Dari pelabuhan kecil tersebut, kami naik bak buntung menuju stasi sekitar 20 menit. Jalanannya juga tidak rata sehingga kami duduk naik turun. Saya turun dari mobil dan langsung disambut dengan meriah oleh warga setempat.

Terdapat anak-anak yang beragam usianya, serta orangtua umat stasi Taileleu. Kami disambut dengan tarian khas Mentawai dengan menghentak-hentakkan kaki, Turuk Langgai. Setelah itu kami, diberi kalung khas Mentawai oleh teman-teman SEKAMI stasi Taileleu.

Saya menikmati gerejanya yang sangat besar dan juga terasa sangat indah. Setelah berkenalan dengan warga di sana, saya langsung daintar ke rumah keluarga tempat saya akan live-in. Saya berkenalan dengan keluarga saya, kedua orangtua saya selama live-in beserta 4 anak mereka. Aldisa, Aldina, Vania, serta bayi yang berumur 10 bulan menjadi adik-adik saya selama Live-in di stasi Taileleu.

Tiap bayi itu menangis, sang kakak akan menunjukkan sebuah foto serta tidak ikut makan jika sedang makan. Saya melihat ini, sangat terharu dengan perbuatan sang kakak yang mau membantu adiknya dulu sebelum dirinya sendiri. Apakah saya selama ini juga melakukan hal yang sama untuk adik saya ya? Saya masih bertanya pada diri saya.

Tanggal 24 Desember, saya mengikuti 2 misa yaitu Misa Advent Ke 4 serta Misa Malam Natal. Saya di sana bersama dengan Ega, Oka, dan Kak Novie mengajar anak-anak remaja dalam rangka sekolah minggu. Kami membuat permainan yaitu ‘Scavenger Hunt’ dengan tema Kandang Natal. Ternyata banyak juga anak-anak yang senang dengan permainan yang kami berikan. Saya senang melihat wajah mereka yang gembira saat ikut permainan ini.

Pada tanggal 25 Desember, yaitu Hari Raya Natal, saya mengikuti misa Natal dengan bapak Uskup Padang sendiri yaitu Mgr. Dr. Vitus Rubianto Solichin, S.X. Hari itu saya berbagi sukacita dengan anak-anak setempat dengan berkegiatan bersama-sama. Saya pergi ke pantai dengan jalan yang tidak rata serta sinar matahari yang menyengat selama 30 menit.

Itulah pengalaman saya selama saya bermisi di Stasi Santo Petrus, Taileleu….

Sebelum saya bermisi di Mentawai, saya di kehidupan sehari-hari seringkali mengeluh dengan apa yang saya sudah miliki. Saya kurang menghargai apa yang sudah ada di depan mata saya dan malah mengingkan yang tidak ada.

Di Mentawai ini, saya belajar untuk lebih menghargai, bersyukur, serta menikmati segala hal yang ada. Contohnnya, saat saya harus makan makanan yang pedas di rumah saya live-in. Sebenarnya, saya itu kurang tahan pedas. Namun setelah saya coba, ternyata tidak seburuk yang saya pikirkan. Saya juga lebih menghargai apapun yang ada di hadapan saya. Saya juga belajar mendengarkan setiap kali adik saya membutuhkan bantuan saya, seperti yang dilakukan seorang kakak di rumah saya live-in.n Perjalanan misi yang tidak mudah ditempuh ini, juga membuat saya bersyukur dengan panas terik yang ada, juga basah kuyup. Hal-hal sederhana itu mengajarkan saya untuk menghargai apa yang saya punya.

Namun bukan hanya itu, Tuhan juga ingin menyampaikan sebuah pesan penting kepada saya. Pesan ini disampaikan oleh Rm. Agustinus A. Suwondo, SSCC dari Paroki Saibi saat memberi gambaran Kepulaauan Mentawai sebelum kami berangkat bermisi: “Segala hal jika dinikmati akan menjadi menyenangkan dan ringan”.

Setiap tantangan yang saya hadapi selama di Stasi, pada kenyataannya saya terapkan dari kata-kata ini. Ternyata, hasilnya memanglah benar. Saya jadi lebih bersyukur, menghargai, serta bergembira dengan segala hal yang saya lakukan. Saat saya suka melakukannya, maupun ketika saya kurang menyukainya. Saya tetap melakukannya dengan tulus dan penuh sukacita.

Saya jadi menyadari bahwa saya selama ini kurang menghargai serta mensyukuri hidup saya. Ternyata, semua hal jika kita jalani dengan rasa menghargai serta besyukur akan terasa menggembirakan.

Saya kedepannya akan lebih menghargai setiap momen yang ada di hidup saya dengan menerima apapun yang ada dan menikmatinya. Karena kita semua hanya hidup 1 kali, maka mari kita nikmati segala tantangan yang ada di hidup ini.

Terima kasih kepada Romo, Suster, kakak-kakak pendamping, serta teman-teman T-SOM Nasional Angkatan 3 yang telah menemani saya berposes dari awal di Surabaya hingga akhir di Mentawai. Semoga kita bisa berjumpa kembali.

“Segala hal jika dinikmati akan menjadi menyenangkan dan ringan”

Ayat Alkitab: “Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah!” (Filipi 4:4)

Satu respons untuk “Refleksi

  1. Ping-balik: Refleksi – T-SoM

Tinggalkan komentar