Clara Laeticia Benita Putri Suluh – Peserta TSOM#3 Keuskupan Pangkalpinang
JANGAN TAKUT MELAKUKAN HAL BARU
Awalnya saya merasa takut dan tidak percaya diri ketika ditawarkan untuk mengikuti program T-SOM. Meskipun dilanda oleh ketidakpastian, saya tetap mencoba belajar untuk mengerti dan memahami seluk beluk program T-SOM ini. Setelah sedikit memahami program T-SOM, saya pun masih saja tidak yakin dengan diri saya sendiri, sebab mengikuti kegiatan T-SOM ini harus konsisten selama satu tahun, dan menjadi misionaris yang siap diutus dimana saja. Saya memiliki banyak keterbatasan, tetapi itu tidak menghalangi saya untuk mencoba. Setelah mendapatkan banyak penjelaskan dan komitmen untuk belajar, saya tergerak hati dan kesadaran penuh untuk mengikuti kegiatan T-SOM ini. Program T-SOM bisa mengantar saya untuk mencoba hal baru, menambah pengalaman, membangun relasi lebih luas dan belajar untuk mandiri.
Pertemuan Nasional (Pernas) T-SOM pertama terjadi pada Bulan Februari 2023, di Pacit, Mojokerto, Surabaya. Kegiatan T-SOM Surabaya merupakan perjalanan pertama saya ke luar kota tanpa ditemani orang tua. Tema Pernas T-SOM pertama adalah , “Surabaya Friendship” . Melalui tema ini, saya belajar untuk mengenal, mencintai dan membangun kerja sama. Saya bersama teman-teman T-SOM dari 14 Keuskupan dilatih untuk berani melewati rintangan-rintangan dan belajar untuk yakin dan percaya dengan diri kita sendiri. Saya merasakan kegiatan Pernas T-SOM pertama, mulai mengikis keraguan dan membangun rasa kepercayaan diri saya. Saya melihat kegiatan itu tidak mudah, tetapi jika saya tidak mencoba, maka saya akan tetap terkekang dalam keraguan dan “menginabobokan” perasaan keterbatasan diri. T-SOM menghendaki saya untuk terus belajar dan mencoba hal-hal baru.
Kebersamaan dan persaudaraan dalam satu komunitas terulang kembali pada Pernas T-SOM kedua pada Bulan Juni 2023, di Muntilan. Tema Pernas kedua adalah “Muntilan Prayer”. Saya teringat akan Sabda indah dari Kitab Penghkotbah, “Segala sesuatu ada waktunya”. Jika di Surabaya Friendship kami berjingkrak-jingkrak, sorak sorak, berjalan kian kemari, dan berselfie ria maka di Muntilan Prayer kami tutup mata, katup tangan, duduk hening, baca Kitab Suci dan berdoa. Muntilan Prayer mengajarkan saya lebih mendekatkan diri dengan Tuhan, membaca dan merenungkan Sabda, dan melatih untuk hening. Di Muntilan Prayer saya bersama teman-teman berziarah ke tempat-tempat misi yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya.
Saya sedang menapaki jejak langkah para misionaris dari Muntilan ke Sedangsono. Saya sangat kagum dengan museum misi di Muntilan. Di dalam museum itu saya merasa seakan-akan sedang bermisi menelusuri pelosok Pulau Jawa bersama orang-orang hebat yang nama dan gambarnya terpatri dalam musem itu. Penjelasan tentang jejak langkah misioner oleh penjaga museum membakar jiwa raga saya untuk terus bermisi mewarataan sukacita Injil. Para misionaris berjuang dengan taruhan nyawa demi memuliakan Allah dan keselamatan banyak orang. Saya menyadari bahwa bermisi itu tidak mudah, membutuh perjuangan dan komitmen besar. Di Sedangsono, saya menuliskan komitmen misi saya itu dan mengajak Bunda Maria untuk senantiasa menemani saya setiap waktu hidupku. Saya sebagai anak T-SOM, Putri Bunda Maria, misionaris Yesus, harus menghargai jasa para misionaris dan berani menghadirkan mereka setiap saat lewat tugas dan perutusan saya.
Pernas T-SOM ketiga berlangsung di Keuskupan Agung Makasar dengan tema “Makassar Action”. Melalui Makasar Action saya belajar banyak tentang Ajaran Sosial Gereja (ASG) dan mengaplikasikan secara langsung di lapangan. Bentuk aplikasi dari ASG ini adalah saya bersama teman-teman dan kakak pendamping mengadakan live in di berbagai tempat untuk bekerja. Kami bekerja di pabrik olahan makanan, pabrik kasur, restoran, warung dan toko. Saya sendiri ditempatkan di pabrik olahan makanan, yaitu pabrik udang. saya mendapatkan tugas untuk melipat inner. Waktu saya melihat tutorial cara melipat inner saya pikir itu hal gampang, ternyata sulit juga. Saya membutuhkan waktu yang panjang untuk melipat inner yang sangat banyak itu, apalagi digoda oleh rasa bosan dan ngantuk. Namun saya tidak menyerah dan terus berusaha melipat inner itu dengan sebaik mungkin sampai tuntas. Melalui kegiatan live in ini saya merefleksikan bahwa setiap pekerjaan itu penting dan membutuhkan skill dan latihan terus-menerus. Di tempat live in, saya belajar dari seorang karyawan yang menekuni pekerjaanya sudah 33 tahun di pabrik udang. Dari karyawan itu, saya belajar untuk menghargai setiap pekerjaan. Hasil dari sebuah pekerjaan yang saya kerjakan adalah menggambarkan tentang siapa diri saya yang sesungguhnya.
Bulan Desember 2023 adalah waktu yang selalu membuat saya gembira dan gelisah, tertawa dan menangis serta bersatu lalu berpisah. Pernas T-SOM keempat dengan judul “Mentawai Pilgrimage” ini telah mengaduk-aduk perasaan hati dan batin terdalam para peserta T-SOM. Ini adalah pernas yang sangat berkesan bagi saya dari seluruh pernas yang lainnya. Di Mentawai saya merasa sedih karena tidak dapat merayakan natal bersama keluargaku di Pangkalpinang. Tetapi saya gembira karena Mentawai telah menyediakan keluarga baru buat saya. Keluarga baruku itu sangat sayang, peduli, dan memperhatikan saya. Cita rasa masakan keluarga baruku pun hampir sama seperti masakan orang tua saya di Pangkalpinang. Kesederhanaan keluarga saya di Mentawai ini mengingatkan saya dengan keluarga saya di Pangkalpinang.
Saya teringat kembali pesan Penghkotbah, “Segala sesuatu ada waktunya”. Ada waktu untuk bertemu dan ada waktu untuk berpisah dan inilah yang membuat saya sedih dan menangis. Saya harus berpisah dengan keluarga baruku, teman-teman T-SOM, kakak pendamping, para Dirdios. Ketika berpisah dengan keluarga saya di Mentawai, tangisan saya pecah sejadi-jadinya, keluarga saya pun menangis, karena akan berpisah dengan saya. Saya merasa sedih karena mereka yang sangat terbuka dan menerima saya sebagai keluarga mereka dan sekarang harus berpisah. Hidup bersama mereka saya merasa nyaman. Sukacita, keramahan, dan hangat pelukan dari mereka di Pulau Mentawai ini membuat saya tidak dapat melupakannya.
Memancing ikan di Samudra Hindia adalah pengalaman indah yang tidak pernah akan saya lupakan. Pengalaman ini akan tetap tercatat dalam diary tugas perutusan saya. Saya memancing dengan melempar banyak umpan dan semuanya dimakan habis. Saya terlambat menarik, ikan terlepas dan umpan pun habis. Untuk menghibur diri karena kecewa, saya bercanda dalam hati, “Mungkin saya tidak bertolak ke tempat yang lebih dalam”. Saya tidak patah semangat, saya yakin usaha tidak akan menghianati hasil. Setelah menunggu lama, akhirnya saya mendapatkan seekor ikan. Meskipun hanya seekor tetapi itu adalah sukacita besar bagi hidup saya.
Keindahan alam nusa Mentawai selalu memanjakan mata. Pesona air terjun Kulukubuk mengajak saya untuk lebih mencintai dan menyatuh dengan alam. Desiran air sebagai instrumen jiwa yang mengajak saya untuk terus menuliskan refleksi harian hidup saya sebagai roh dari remaja T-SOM. Di Nusa Mentawai, hamparan pasir terbentang luas, kami peserta T-SOM harus berpisah. Nyanyian sayonara dikumandangkan dan tak terasa air mata kami kembali menetes. Air mataku, air matamu, dan air mata mereka, mengalir menjadi satu yakni air mata kita. Air mata kita akan mengalir dan menetesi setiap jalan dan lembah yang kita lalui memberikan kehidupan dan harapan baru bagi sesama kita. T-SOM angkatan ke-3 tetap bersatu, semangat dan melanjutkan perjalanan misi di keuskupan kami masing-masing.
Quotes :
Jangan pernah takut untuk mencoba, carilah hal baru dan tambah pengalamanMu.